cover
Contact Name
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students
Contact Email
jurnal.fkg@unpad.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.fkg@unpad.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students
ISSN : 26569868     EISSN : 2656985X     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students adalah open access journal berbahasa Indonesia, yang menerbitkan artikel penelitian dari para peneliti pemula dan mahasiswa di semua bidang ilmu dan pengembangan dasar kesehatan gigi dan mulut melalui pendekatan interdisipliner dan multidisiplin. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dua kali setahun, setiap bulan Februari dan Oktober. Bidang cakupan Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students adalah semua bidang ilmu kedokteran gigi, yaitu biologi oral; ilmu dan teknologi material gigi; bedah mulut dan maksilofasial; ilmu kedokteran gigi anak; ilmu kesehatan gigi masyarakat, epidemiologi, dan ilmu kedokteran gigi pencegahan; konservasi gigi, endodontik, dan kedokteran gigi operatif; periodonsia; prostodonsia; ortodonsia; ilmu penyakit mulut; radiologi kedokteran gigi dan maksilofasial; serta perkembangan dan ilmu kedokteran gigi dari pendekatan ilmu lainnya. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students mengakomodasi seluruh karya peneliti pemula dan mahasiswa kedokteran gigi untuk menjadi acuan pembelajaran penulisan ilmiah akademisi kedokteran gigi.
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022" : 12 Documents clear
Bentuk dan inklinasi eminensia artikularis serta kedalaman fossa glenoidalis berdasarkan usia ditinjau dari radiograf panoramikMorphology and inclination of articular eminence and glenoid fossa depth based on age observed in panoramic radiograph Salsabila Afnia; Azhari Azhari; Farina Pramanik
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.31413

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Perubahan bentuk, ukuran eminensia artikularis dan fossa glenoidalis selama masa pertumbuhan perlu diketahui karena berperan penting dalam pergerakan sendi temporomandibular, sehingga membantu menegakkan diagnosa ada tidaknya kelainan pada tumbuh kembang. Variasi serta perubahan dapat dilihat dan diukur melalui radiograf panoramik. Tujuan penelitian ini untuk meneliti bentuk dan inklinasi eminensia artikularis serta kedalaman fossa glenoidalis berdasarkan usia ditinjau dari radiograf panoramik. Metode: Jenis penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Jumlah sampel didapat dengan menggunakan rumus Slovin, sebanyak 60 radiograf panoramik pasien RSGM Unpad, bulan Januari-Mei 2018 dengan rentang usia 5-30 tahun dibagi kedalam tiga kelompok usia berdasarkan usia pertumbuhan komponen temporal. Bentuk eminensia, inklinasi eminensia dan kedalaman fossa diukur menggunakan software ImageJ. Data diolah menggunakan Microsoft Excel® untuk mengetahui nilai minimum, maksimum, nilai rerata, dan standar deviasi. Hasil: Mayoritas bentuk eminensia artikularis pada tiap kelompok usia adalah sigmoid. Rerata inklinasi eminensia artikularis adalah 42°, rentang usia 5-10 tahun, 44° pada rentang usia 11-20 tahun, dan 58° pada rentang usia 21-30 tahun. Rerata kedalaman fossa glenoidalis adalah 4,62 mm pada rentang usia 5-10 tahun, 5,71 mm pada rentang usia 11-20 tahun, dan 7,52 mm pada rentang usia 21-30 tahun. Simpulan: Bentuk mayoritas eminensia artikularis selama masa pertumbuhan adalah sigmoid, serta inklinasi eminensia artikularis dan kedalaman fossa glenoidalis nilai reratanya semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia selama masa pertumbuhan. Eminensia artikularis dan fossa glenoidalis mengalami fase pertumbuhan aktif pada rentang usia 5-10 tahun, berjalan lambat pada rentang usia 11-20 tahun, dan mengalami penyempurnaan serta perkembangan pada rentang usia 21-30 tahun.Kata kunci: sendi temporomandibular; eminensia artikularis; fossa glenoidalis; usia; radiograf panoramik ABSTRACT Introduction: Changes in the morphology and size of the articular eminence and the glenoid fossa during the growth period need to be known because it plays an essential role in the movement of the temporomandibular joint, thus helping to diagnose the presence or absence of abnormalities in the growth and development. These variations and changes can be seen and measured through panoramic radiographs. The purpose of this study was to examine the morphology and inclination of the articular eminence and the depth of the glenoid fossa based on age observed from a panoramic radiograph. Methods: This research was descriptive with a purposive sampling technique. The number of samples obtained using the Slovin formula, which resulted in 60 panoramic radiographs of the patients from Universitas Padjadjaran Dental Hospital (RSGM Unpad), during the period of January-May 2018, with an age range of 5-30 years, divided into three age groups based on the age of the temporal component growth. Eminence morphology and inclination, and fossa depth were measured using ImageJ software. The data were processed using Microsoft Excel® to determine the minimum, maximum, mean, and standard deviation values. Results: Most articular eminence morphology found in each age group were sigmoid. The mean articular eminence inclination in the age range of 5-10 years was 42°, 44° in the age range of 11-20 years, and 58° in the age range of 21-30 years. The mean of the glenoid fossa depth in the age range of 5-10 years was 4.62 mm, 5.71 mm in the age range of 11-20 years, and 7.52 mm in the age range of 21-30 years. Conclusions: Most articular eminence morphology during the growth period is sigmoid. The mean value of the articular eminence inclination and the glenoid fossa depth increases with age during the growth period. The articular eminence and glenoid fossa undergo an active growth phase in the age range of 5-10 years, progress slowly at the age range of 11-20 years, and undergo completion and development in the age range of 21-30 years.Keywords: temporomandibular joint; articular eminence; glenoid fossa; age; panoramic radiograph
Potensi kombinasi scaffold gipsum puger dan aloe vera terhadap angiogenesis pada soket pasca ekstraksi gigi tikus Wistar jantanThe potential of the combination of hydroxyapatite gypsum puger and aloe vera scaffold on angiogenesis of the post-extraction socket of male Wistar rats Annisa Furqoni; Muhammad Nurul Amin; Rendra Chriestedy Prasetya
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.34567

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Pasca perawatan ekstraksi gigi ini tentu akan menimbulkan luka. Luka pasca ekstraksi gigi secara fisiologis akan mengalami proses penyembuhan yang terdiri atas penyembuhan jaringan lunak dan jaringan keras secara bersamaan. Angiogenesis memiliki peran yang penting dalam kesiapan jaringan untuk mensuplai nutrisi. Perawatan pasca ekstraksi gigi memerlukan metode untuk mempercepat penyembuhan. Salah satunya dapat menggunakan kombinasi scaffold hidroksiapatit gipsum puger (HAGP) dengan aloe vera. Tujuan penelitian menganalisis potensi kombinasi Scaffold gipsum puger dengan lidah buaya (aloe vera) terhadap angiogenesis pada soket gigi pasca ekstraksi gigi tikus wistar jantan. Metode: Jenis penelitian eksperimental laboratorium 32 ekor tikus dibagi menjadi 4 kelompok: Kelompok diberlakukan ekstraksi gigi (K), kelompok diberlakukan ekstraksi gigi dan diberikan scaffold aloe vera (PI), kelompok diberlakukan ekstraksi gigi dan diberikan scaffold HAGP (PII), serta kelompok ekstraksi gigi dan diberikan scaffold HAGP dan aloe vera (PIII). Ekstraksi gigi dilakukan pada gigi M1 rahang bawah kiri. Tikus di euthanasia sesuai dengan masing – masing kelompok. Data dianalisis menggunakan uji Anova Least Significant Difference (LSD). Hasil: Kombinasi scaffold HAGP dan aloe vera berhasil meningkatkan angiogenesis pada hari ke-7, tetapi gagal menurunkan atau menstabilisasi angiogenesis pada hari ke-14 pada kelompok perlakuan. Hasil uji One Way Anova dan LSD menunjukkan perbedaan signifikan jumlah fibroblas pada seluruh kelompok sampel (p<0,005). Simpulan: Potensi kombinasi scaffold gipsum puger (HAGP) dan lidah buaya (aloe vera) kurang efektif dalam proses angiogenesis pada hari ke 14 pasca ekstraksi gigi tikus Wistar jantan.Kata kunci: angiogenesis; ekstraksi gigi; scaffold; hidroksiapatit gipsum puger; aloe vera ABSTRACTIntroduction: Tooth extraction will certainly cause wounds. Post-extraction wounds will physiologically undergo a healing process consisting of soft tissue and hard tissue healing simultaneously. Angiogenesis has an essential role in the readiness of tissues to supply nutrients. Therefore, treatment after tooth extraction requires healing acceleration. One of them uses the combination of hydroxyapatite gypsum puger (HAGP) and aloe vera scaffold. The study aimed to analyse the potential of the combination of hydroxyapatite gypsum puger and aloe vera scaffold on angiogenesis of the post-extraction socket of male Wistar rats. Methods: In this experimental laboratory research, 32 rats were divided into four groups: Group with tooth extraction (K) only; Group with tooth extraction, and administered with aloe vera scaffold (PI); Group with tooth extraction, and administered with HAGP scaffold (PII); Group with tooth extraction, and administered with a combination of hydroxyapatite gypsum puger and aloe vera scaffold. Tooth extraction was performed on the left mandibular M1. Rats were euthanised according to each group determined by days. The data were analysed using the ANOVA and Least Significant Difference (LSD) tests. Results: The combination of HAGP and aloe vera scaffold increased angiogenesis on the seventh day. However, it failed to reduce or stabilise angiogenesis on the fourteenth day in the treatment group. The one-way ANOVA and LSD tests showed significant differences in the number of fibroblasts in all sample groups (p<0.005). Conclusions: The potential of the combination of hydroxyapatite gypsum puger and aloe vera scaffold is less effective in the angiogenesis process on the fourteenth-day post-extraction of male Wistar rats.Keywords: angiogenesis, tooth extraction; scaffold; hydroxyapatite gypsum puger; aloe vera
Estimasi Usia Kronologis Menggunakan Metode Moorrees, Fanning dan Hunt Modifikasi Smith pada Anak Laki-laki dan Perempuan di Kabupaten Jember Fithrie Rasdiana Makruf; Dwi Kartika Apriyono; Supriyadi Supriyadi
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.34848

Abstract

Pendahuluan: Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik utama di dunia yang merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan bencana alam, salah satunya Kabupaten Jember merupakan wilayah rawan bencana ringan hingga sedang. Bencana alam merupakan fenomena alam yang tidak seorangpun mampu memperkirakan kapan terjadinya dan saat terjadinya bencana, kelompok yang paling rentan dalam situasi darurat bencana salah satunya anak sekolah pada fase middle child memiliki kondisi rentan secara psikologis dan sangat bergantung pada pihak-pihak di luar dirinya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan estimasi usia kronologis menggunakan metode Moorrees, Fanning dan Hunt modifikasi Smith pada anak laki-laki dan perempuan. Metode: Pengamatan dengan menganalisis setiap citra radiograf panoramik dan penentuan setiap tahapan perkembangan gigi. Estimasi usia gigi ditentukan sesuai dengan tabel usia tahapan perkembangan metode Moorrees, Fanning dan Hunt (MFH) modifikasi Smith. Data hasil penelitian dilakukan analisis statistik menggunakan uji paired t-test. Hasil: Terdapat perbedaan signifikan usia kronologis dengan usia gigi sampel perempuan sebanyak 0,49 – 0,86 tahun dengan nilai p<0,05 dan terdapat perbedaan signifikan usia kronologis dengan usia gigi sampel laki-laki sebanyak -0,02 – 1,19 tahun dengan nilai p<0,05. Simpulan: Terdapat perbedaan estimasi usia kronologis menggunakan metode Moorrees, Fanning dan Hunt modifikasi Smith pada anak laki-laki dan perempuan.Kata kunci: metode Moorrees Fanning Hunt modifikasi Smith; panoramik; anak; usia kronologis ABSTRACTIntroduction: Indonesia is located at the confluence of three major tectonic plates in the world, a territorial area prone to natural disasters, one of which is Jember Regency, an area prone to mild to moderate disasters. Natural disasters are natural phenomena with a slight chance of prediction. In disaster emergencies, one of the most vulnerable groups is school children in the middle child phase, who are psychologically vulnerable and very dependent. The purpose of this study was to analyse differences in the chronological age estimation with Smith’s modified Moorrees, Fanning and Hunt method for male and female children. Methods: Observation by analysing each panoramic radiograph image and determining each stage of tooth development. The estimated tooth age was determined using Smith’s modified Moorrees, Fanning and Hunt (MFH) method according to the developmental stage age table. The research data were statistically analysed using the paired t-test. Results: There was a significant difference in chronological age with the dental age of the female children sample (0.49 – 0.86 years) with a p-value < 0.05, and there is also a significant difference in chronological age with the dental age of the male children sample (-0.02 - 1.19 years) with a p-value < 0.05. Conclusions: There are differences in estimating chronological age with Smith’s modified Moorrees, Fanning and Hunt method for male and female children.Keywords: Smith’s modified Moorrees, Fanning, and Hunt method; panoramic; children; chronological age
Pengalaman karies, penyakit periodontal, dan keadaan sistemik pada ibu hamilCaries experience, periodontal disease, and systemic conditions of pregnant women Revi Sarah Fadhilah; Anne Agustina Suwargiani; Netty Suryanti
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.28475

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Kehamilan akan memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan wanita. Selama kehamilan, terjadi beberapa perubahan sistemik seperti perubahan hormon dan sistem imun yang dapat meningkatkan kerentanan ibu hamil terhadap penyakit gigi dan mulut seperti karies dan penyakit periodontal. Perubahan tersebut dapat juga menimbulkan komplikasi pada ibu hamil seperti timbulnya penyakit sistemik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengalaman karies, penyakit periodontal, dan keadaan sistemik pada ibu hamil. Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif cross-sectional. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 50 ibu hamil. Variabel pengalaman karies diukur menggunakan indeks DMF-T. Penyakit periodontal diukur menggunakan Community Periodontal Index, dan keadaan sistemik diambil dari rekam medis. Hasil: Indeks DMF-T ibu hamil 9,9 termasuk kategori sedang, Hasil CPI yaitu periodontal sehat 0%, perdarahan gusi 2%, kalkulus 84%, poket 4–5 mm 14%, poket ≥6 mm 0%. Keadaan sistemik ibu hamil 70% sehat, 18% anemia, dan 12% hipertensi. Simpulan: Pengalaman karies ibu hamil berada pada kriteria sedang, sedangkan penyakit periodontal paling banyak adalah gingivitis. Keadaan sistemik ibu hamil paling banyak ditemukan dalam keadaan sehat dan hanya terdapat sedikit ibu hamil yang memiliki penyakit sistemik seperti anemia dan hipertensi.Kata kunci: ibu hamil; indeks DMF-T; Community Periodontal Index; keadaan sistemik ABSTRACT Introduction: Pregnancy will affect almost every aspect of a woman’s life. During pregnancy, there are several system-ic changes such as hormonal and immune system changes that can increase the susceptibility of pregnant women to oral diseases such as caries and periodontal disease. These changes can also cause complications in pregnant women, such as the emergence of systemic diseases. This study aimed to determine the caries experience, periodontal disease, and systemic conditions of pregnant women. Methods: A descriptive cross-sectional study with a purposive sampling technique was conducted on 50 pregnant women. The caries experi-ence variable was measured using the DMF-T index; periodontal disease was measured using the Community Periodontal Index; systemic conditions were taken from medical records. Results: DMF-T index of pregnant women (9.9) was in the moderate category; CPI results were 0% healthy periodontal, 2% gingival bleeding, 84% calculus, 14% 4-5 mm pocket, 0% 6 mm pocket. The systemic condition of pregnant women was 70% healthy, 18% anaemic, and 12% hypertension. Conclusions: The caries experience of pregnant women is in moderate criteria, while gingivitis is the most common periodontal disease. The systemic condition of pregnant women is mainly healthy, while there are only a few pregnant women with systemic diseases such as anaemia and hypertension.Keywords: pregnant women; DMF-T index; Community Periodontal Index (CPI); systemic conditions
Gambaran Indeks def-t Karies Rampan dan Early Childhood Caries Pada Balita Usia 2-5 Tahun yang Mengonsumsi ASI dan Susu Formula di Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember Salwa Zahra Hafizhah; Niken Probosari; Berlian Prihatiningrum
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.34858

Abstract

Pendahuluan: Early childhood caries (ECC) sering terjadi pada anak di Indonesia. Lesi karies pada permukaan gigi sulung yang terjadi pada anak usia 2 sampai 3 tahun disebut ECC karena mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik. Tujuan penelitian mengetahui ECC pada balita usia 2-5 tahun yang mengonsumsi air susu ibu (ASI) dan susu formula. Metode: Jenis penelitian observasional deskriptif cross-sectional. Populasi penelitian sebanyak 50 balita usia 2-5 tahun. Teknik pengambilan sampel total sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Data dianalisis menggunakan software Microsoft Excel®. Hasil: ECC dialami balita 2-5 tahun sebanyak 58% dari total reponden. ECC pada usia 2-3 tahun lebih banyak dialami oleh laki laki dan sebaliknya pada usia 4-5 tahun. Balita usia 2-5 tahun sebanyak 34% mengonsumsi susu formula. Lamanya balita mengonsumsi ASI 0-2 tahun sebanyak 84,8% dan susu formula sebanyak 82,4%. Frekuensi mengonsumsi ASI 7-8 kali sehari sebanyak 73% dan konsumsi susu formula 3-4 kali sehari sebanyak 35,3%. Waktu balita mengonsumsi ASI pada pagi, siang, dan malam hari sebanyak 100% dan mengonsumsi susu formula pada waktu tersebut sebanyak 82%. Pembersihan rongga mulut setelah mengonsumsi ASI sebanyak 54,5% dan 53% setelah mengonsumsi susu formula. Indeks dmf-t mengonsumsi ASI dan formula masing-masing 5,3 dan 5,4 Simpulan: Persentase ECC balita usia 2-5 tahun yang mengonsumsi ASI lebih banyak mengalami ECC dibandingkan susu formula. Persentase lamanya mengkonsumsi ASI dan formula hampir sama selama 2 tahun. Persentase frekuensi mengonsumsi ASI dan waktu mengonsumi ASI pada pagi, siang dan malam lebih banyak daripada formula serta persentase melakukan pembersihan rongga mulut dan rerata indeks dmf-t hampir sama.Kata kunci: early childhood caries; air susu ibu; susu formula ABSTRACTIntroduction: Early childhood caries (ECC) often occur in Indonesia’s children. Carious lesions on the surface of primary teeth that occur in children aged 2 to 3 years are called ECC because they consume cariogenic foods and beverages. The purpose of the study was to determine ECC in children aged 2-5 years with consumption of breast milk and baby formula. Methods: A descriptive cross-sectional observational study was conducted on the population of 50 children aged 2-5 years. The sampling technique was total sampling, and data was collected using questionnaires and interviews. Data were analysed using Microsoft Excel® software. Results: ECC experienced by children aged 2-5 years were 58% of the total respondents. At the age of 2-3 years, ECC was more experienced by male children and vice versa at 4-5 years. 34% of children aged 2-5 years consume baby formula. 84.8% of the children consumed breast milk for 0-2 years, and 82.4% consumed baby formula. The frequency of breast milk consumption 7-8 times a day was 73%, and the frequency of baby formula consumption of 3-4 times a day was 35.3%. All children (100%) consumed breast milk in the morning, afternoon, and evening, while only 82% of children consumed baby formula in the same consumption time. Oral cleansing was performed by 54.5% of children with breast milk consumption and 53% of children with baby formula consumption. The dmf-t index of children with breast milk and baby formula consumption were 5.3 and 5.4, respectively. Conclusions: The percentage of ECC in children aged 2-5 years with breast milk consumption was higher than children with baby formula consumption. The duration of breast milk and baby formula consumption is almost similar for two years. The frequency and time of consumption in the morning, afternoon, and evening is found more in children with breast milk consumption than baby formula. In comparison, the percentage of oral cleansing and the mean of the dmf-t index was almost similar in both consumption groups.Keywords: early childhood caries; breast milk; baby formula
Efektivitas berbagai konsentrasiIenzim bromelain dari ekstrak buah nanas (AnanasIcomosus (L.) Merr) terhadap daya antibakteri Streptococcus mutans secara in vitro Hera Nurnaningsih; Dewi Sodja Laela
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.38211

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Salah satu zat organik yang terkandung dalam buah nanas Ananas comosus (L.) Merr .adalah enzim bromelain. Fungsi primer bromelain menguraikan protein dan bahan antibakteri. Mekanisme kerja bromelain sebagai antibakteri yaitu dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase dan DNA topoisomerase. Tujuan penelitian menganalisis efektivitas daya antibakteri berbagai konsentrasi enzim bromelain dari ekstrak nanas terhadap Streptococcus mutans secara in-vitro. Metode: Jenis penelitian adalah eksperimental di laboratorium. Pengujian anti bakteri enzim konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10%, serta kontrol positif Ciprofloxacin cair 20mg terhadap Streptococcus mutans dengan metode difusi Kirby Bauer. Daya hambat antibakteri diukur dengan menggunakan jangka sorong. Penelitian dilakukan dua tahap, pertama melakukan ekstraksi enzim bromelain dari ekstrak nanas. Filtrat ekstrak kasar bromelain ditambahkan ammonium sulfat konsentrasi 40% dan dilakukan pengadukan selama 45 menit selanjutnya diinkubasi satu malam pada suhu 40C. Flitrat disaring dengan kertas Whatman no 1. Hasil endapan diliofilisasi dengan cara freeze dried. Tahap kedua dilakukan pengujian daya antibakteri berbagai konsentrasi enzim bromelain pada media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah ditumbuhi bakteri Streptococcus mutans hasil inkubasi selama 1x24 jam pada suhu 370C. Hasil: Enzim bromelain dapat menghambat bakteri Streptococcus mutans mulai dari konsentrasi 1%, diameter zona hambat sebesar 11 mm. Terjadi peningkatan yang signifikan pada konsentrasi 10%, diameter zona hambat sebesar 20 mm. Ciprofloxacin cair 20mg sebagai kontrol positif menunjukan daya hambat dengan  zona hambat 24 mm. Simpulan: Enzim dari ekstrak nanas memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans yang dibuktikan dengan adanya zona hambat pada media MHA.Kata kunci: nanas; enzim bromelain; Streptococcus mutansABSTRACTIntroduction: One of the organic substances in the pineapple (Ananas comosus (L.) Merr.) is the bromelain enzyme. The primary function of bromelain is to break down proteins and antibacterial substances. The mechanism of action of bromelain as an antibacterial is by inhibiting the reverse transcriptase and DNA topoisomerase. The study aimed to analyse the effectiveness of the antibacterial activity of various concentrations of bromelain enzyme from pineapple extract against Streptococcus mutans in-vitro. Methods: This research was an experimental laboratory. Antibacterial enzyme testing with concentrations of 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, and 10%, and positive control of 20 mg liquid Ciprofloxacin on Streptococcus mutans was performed using the Kirby Bauer diffusion method. The antibacterial inhibition was measured using a calliper. The research was carried out in two stages. The first was to extract the bromelain enzyme from pineapple extract. Bromelain crude extract filtrate was added with 40% ammonium sulfate, stirred for 45 minutes, and then incubated overnight at 40°C. The filtrate was filtered using Whatman paper no 1. The precipitate was lyophilised by freeze-dried. The second stage was testing the antibacterial power of various concentrations of bromelain enzyme on Mueller Hinton Agar (MHA) media grown with Streptococcus mutans which was incubated for 1x24 hours at 37°C. Results: Bromelain enzyme can inhibit Streptococcus mutans starting from a 1% concentration; the inhibition zone diameter was 11 mm. There was a significant increase at 10% concentration; the inhibition zone diameter was 20 mm. 20 mg liquid ciprofloxacin as positive control showed inhibition with an inhibition zone of 24 mm. Conclusions: Enzymes from pineapple extract have antibacterial activity against Streptococcus mutans, as evidenced by the presence of an inhibitory zone on MHA media.Keywords: pineapple; bromelain enzyme; Streptococcus mutans
Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa tentang Pencegahan COVID-19 dengan Praktik Pelayanan di RSKGM FKG UI Studi pada Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Shalina Ricardo; Adisvia Ramadhanty Amalia; Anggraini Margono
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.36179

Abstract

Latar Belakang: Pandemi COVID-19 di Indonesia memiliki dampak besar pada praktik pelayanan kedokteran gigi. Dokter gigi memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi COVID-19 dalam prosedur kedokteran gigi. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan penularan COVID-19 dalam bentuk kontrol infeksi yang merupakan salah satu indikator penilaian kualitas dalam praktik pelayanan kedokteran gigi. Tujuan: Penelitian ini menjelaskan hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang pencegahan COVID-19 dengan praktik pelayanan di RSKGM FKG UI pada mahasiswa PPDGS Konservasi Gigi. Metode: Penelitian deskriptif analitik potong-lintang pada 58 mahasiswa PPDGS Konservasi Gigi FKG UI berbasis kuesioner yang dibagikan secara daring. Hasil: Berdasarkan Uji Mann-Whitney dan Kruskal Wallis, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p > 0,05) antara pengetahuan, sikap dan praktik pencegahan COVID-19 berdasarkan lama pengalaman kerja dan tahun angkatan pendidikan. Uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan (p > 0,05) pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang pencegahan COVID-19 terhadap praktik pelayanan kedokteran gigi. Kesimpulan: Mahasiswa PPDGS Konservasi Gigi memiliki tingkat pengetahuan baik, sikap positif dan praktik yang baik terkait pencegahan COVID-19. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap responden tentang pencegahan COVID-19 dengan praktik pelayanan di RSKGM FKG UI serta tidak terdapat perbedaan yang bermakna pengetahuan, sikap, dan praktik pencegahan COVID-19 berdasarkan lama pengalaman kerja dan tahun angkatan pendidikan.
Perbedaan ukuran mahkota dan servikal gigi kaninus mandibula dan molar pertama maksila melalui pengukuran diagonal pada laki-laki dan perempuan dalam penentuan dimorfisme seksualDifferences in the crown and cervical sizes of mandibular canines and maxillary first molars measured with diagonal measurements in males and females in determining sexual dimorphism Kartika Artha Rini; Masniari Novita; Dwi Kartika Apriyono
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.34079

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana alam. Penentuan jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam proses identifikasi korban dengan memanfaatkan perbedaan karakteristik gigi antara laki-laki dan perempuan. Metode pengukuran gigi dapat digunakan dalam menentukan jenis kelamin setelah gigi erupsi. Metode pengukuran gigi secara linear dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga kemudian dikembangkan metode pengukuran diagonal. Tujuan penelitian menganalisis perbedaan ukuran mahkota dan servikal gigi kaninus mandibula dan molar pertama maksila melalui pengukuran diagonal pada laki-laki dan perempuan dalam penentuan dimorfisme seksual. Metode: Jenis penelitian crossectional. Sampel terdiri dari 9 model gigi laki-laki dan 36 model gigi perempuan yang diukur lebar mesiobukal-distolingual dan mesiolingual-distobukal mahkota dan servikal gigi kaninus mandibula dan molar pertama maksila dengan kaliper digital. Analisis data menggunakan uji paired t-test dan independent two sample t-test. Hasil: Rerata ukuran gigi kaninus mandibula dan molar pertama maksila pada laki-laki lebih besar dari perempuan. Diameter mahkota dan servikal mesiobukal-distolingual dan mesiolingual-distobukal gigi kaninus mandibula dan molar pertama maksila hampir seluruhnya menunjukkan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan (p<0,05), kecuali pada gigi kaninus kiri mandibula dimensi servikal mesiolingual-distobukal (0,189) dan molar pertama kiri maksila dimensi mahkota mesiolingual-distobukal (0,084). Simpulan: Terdapat Perbedaan ukuran mahkota dan servikal mesiobukal-distolingual dan mesiolingual-distobukal gigi kaninus mandibula dan molar pertama maksila menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, sedangkan gigi kaninus kiri mandibula dimensi servikal mesiolingual-distobukal dan molar pertama kiri maksila dimensi mahkota mesiolingual-distobukal tidak menunjukkan perbedaan. Gigi yang menunjukkan dimorfisme seksual tertinggi yaitu gigi kaninus kanan mandibula dan gigi molar pertama kanan maksila.Kata kunci: dimorfisme seksual; pengukuran diagonal; kaninus mandibula; molar pertama maksilaABSTRACTIntroduction: Indonesia is a country that is prone to natural disasters. Sex determination is a top priority in the victim identification process by utilising the differences in dental characteristics between males and females. Odontometric measurement can be used in determining sex after tooth eruption. However, odontometric linear can be affected by various factors. As a result, alternative diagonal measurement methods were developed. The study aimed to analyse the differences in the crown and cervical sizes of mandibular canines and maxillary first molars measured with diagonal measurements in males and females in determining sexual dimorphism. Methods: The research was cross-sectional, conducted on nine male dental models and 36 female dental models measured mesiobuccal-distolingual and mesiolingual-distobuccal widths of the crown and cervical canines of the mandibular and maxillary first molars with digital calli-pers. Data analysis using paired t-test and independent two-sample t-test. Results: The mean size of the mandibular canines and maxillary first molars in males were higher than that of females. Almost all mesiobuccal-distolingual and mesiolingual-distobuccal crown and cervical diameters of mandibular canines and maxillary first molars showed significant differences between males and females (p<0.05), except for the mesiolingual-distobuccal left mandibular canine (0.189) and maxillary first molars and maxillary left first molar mesiolingual-distobuccal crown dimension (0.084). Conclusions: There are differences in the mesiobuccal-distolingual and mesiolingual-distobuccal crown and cervical sizes of the mandibular canines and maxillary first molars between males and females while the left mandibular canines mesiolingual-distobuccal cervical dimensions and maxillary left first molars did not show any difference in the mesiolingual-distobuccal dimensions of the crown. The teeth that showed the highest sexual dimorphism were the right mandibular canine and the maxillary right first molar.Keywords: sexual dimoprhism; diagonal measurement; mandibular canine; maxillary first molar
Kebersihan Mulut dan Kadar Fosfat pada Saliva Perokok dan Bukan Perokok Rahmi Dwi Lestari; Ira Komara; Ina Hendiani
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.29792

Abstract

Pendahuluan: Rokok merupakan faktor resiko yang penting terhadap berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah masalah kesehatan rongga mulut. Merokok dapat memepengaruhi kondisi kebersihan rongga mulut dan komposisi saliva seperti kalsium dan fosfat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kebersihan rongga mulut dan kadar fosfat pada perokok dan bukan perokok. Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Ada 42 subjek berpartisipasi dalam penelitian ini. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, 21 orang merupakan kelompok perokok dan 21 orang merupakan kelompok bukan perokok. Kebersihan mulut diperiksa dengan menggunakan indeks plak Silness and Löe. Sampel saliva diambil dengan menggunakan metode spitting, selanjutnya kadar fosfat diukur dengan menggunakan Spectrofotometry UV-Vis. Hasil: Skor indeks plak perokok memiliki rata-rata 0.47±0.34 dan bukan perokok memiliki rata-rata 0.27±0.14. Rata-rata fosfat pada perokok sebanyak 2.56±0.65 mg/dL dan bukan perokok sebanyak 2.48±0.68 mg/dL. Simpulan: Rata-rata kebesihan mulut perokok sebagian besar memperlihatkan indeks plak yang tergolong baik. Sedangkan bukan perokok seluruhnya memiliki indeks plak yang baik. Kadar fosfat pada saliva perokok dan bukan perokok memiliki nilai yang rendah.
Pengalaman karies dan tingkat nyeri pada gigi akibat karies pada ibu hamilCaries experience and level of caries-induced dental pain in pregnant women Melissa Afifah; Gilang Yubiliana; Anne Agustina Suwargiani
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 6, No 1 (2022): Februari 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v6i1.28474

Abstract

Pendahuluan: Kehamilan merupakan keadaan ketika seorang ibu sedang mengandung janin di dalam perutnya. Selama masa kehamilan, ibu hamil biasanya mengalami beberapa perubahan pada tubuhnya, seperti perubahan psikologis dan hormonal. Perubahan tersebut dapat memicu munculnya penyakit gigi dan mulut seperti karies. Karies pada ibu hamil dapat menimbulkan rasa nyeri dengan intensitas yang berbeda. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengalaman karies dan tingkat nyeri pada gigi yang dirasakan oleh ibu hamil di Puskesmas Garuda. Metode: Jenis penelitian bersifat deskriptif cross-sectional. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel consecutive sampling. Penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus Lemeshow sebanyak 50 ibu hamil. Pengukuran tingkat nyeri menggunakan Verbal Rating Scale (VRS) dengan bantuan Mnemonik PQRST yang terdiri dari Palliative, Quality, Regio, Subject dan Temporal dalam bentuk kuesioner serta pemeriksaan indeks DMF-T. Hasil: Hasil nilai DMF-T sebesar 7,26 dan masuk ke dalam kategori rendah serta persentase hasil tingkat nyeri pada ibu hamil menunjukkan sebanyak 30 orang (60%) tidak merasakan nyeri, sebanyak 11 orang (22%) merasakan nyeri ringan, sebanyak 8 orang (16%) merasakan nyeri sedang dan 1 orang (2%) merasakan nyeri berat.  Simpulan: Pengalaman karies yang diukur melalui indeks DMF-T termasuk ke dalam kategori rendah dan ibu hamil tidak merasakan nyeri pada gigi akibat karies dengan kriteria keparahan rendah.Kata kunci: indeks dmf-t; karies; nyeri gigi; ibu hamil ABSTRACTIntroduction: Pregnancy is a state when a woman carries a foetus in her womb. During pregnancy, women usually experience several changes in their bodies, such as psychological and hormonal changes. These changes can lead to the emergence of oral diseases such as Caries. Caries in pregnant women can induce dental pain with different intensities. The purpose of this study was to determine the caries experience and the level of caries-induced dental pain in pregnant women at the Garuda Community Health Centre. Methods: A descriptive cross-sectional research with a consecutive sampling method. Determination of the number of samples was carried out with the Lemeshow formula, resulted in 50 pregnant women. Dental pain level was measured using the Verbal Rating Scale (VRS) with the assistance of PQRST mnemonics consisting of Palliative, Quality, Region, Subject and Temporal in the form of a questionnaire and examination of the DMF-T index. Results: The DMF-T value was 7.26, which was included in the low category. In addition, the percentage of the pain level of pregnant women were no pain in 30 individuals (60%), mild pain in 11 individuals (22%), moderate pain in 8 individuals (16%), and severe pain was only found in 1 pregnant woman (2%). Conclusions: The caries experience of pregnant women as measured by the DMF-T index, is in a low category, and most of them feel no caries-induced dental pain with low severity criteria.Keywords: DMF-T index; caries; dental pain; pregnant women

Page 1 of 2 | Total Record : 12