cover
Contact Name
Arie Wuisang
Contact Email
palar@unpak.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
palar@unpak.ac.id
Editorial Address
Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat Indonesia
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
PALAR (Pakuan Law review)
Published by Universitas Pakuan
ISSN : 27160440     EISSN : 26141485     DOI : https://doi.org/10.33751/palar
Core Subject : Social,
Pakuan Law Review (PALAR) memuat naskah tentang isu-isu di berbagai bidang hukum yang aktual. PALAR adalah media dwi-tahunan, terbit sebanyak dua nomor dalam setahun (Januari-Juni, dan Juli-Desember) oleh Fakultas Hukum Universitas Pakuan.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018" : 5 Documents clear
REPOSISI PERATURAN DESA DALAM HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN Ari Wuisang
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (788.444 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i1.785

Abstract

AbstrakLegal policy tentang desa saat ini telah memberikan penguatan terhadap kelembagaan dan kewenangan desa yang tentunya akan berimbas pula pada peningkatan kedudukan dan peranan peraturan desa sebagai instrumen hukum desa dalam mengatur berbagai persoalan yang mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Oleh sebab itu, Paradigma yang digunakan dalam UU No. 12 Tahun 2011 dalam memandang peraturan desa sudah tidak dapat dipertahankan lagi. UU No. 12 Tahun 2011 memang lahir sebelum terbitnya Undang-Undang Desa, sehingga suasana kebathinan yang meliputi undang-undang tersebut mungkin menganggap kurang penting eksistensi dari peraturan desa. Namun seiring dengan penguatan berbagai aspek tentang desa melalui Undang-Undang Desa dan peraturan pelaksanaanya, maka sebagai pembaharuan hukum ke depan, sudah sepatutnya untuk meninjau kembali UU No. 12 Tahun 2011 terkait dengan reposisi peraturan desa.Kata kunci : peraturan desa, pemerintah desa, reposisi, hierarkiAbstractThe current legal policy on villages has strengthened village institutions and authority, which will certainly have an impact on improving the position and role of village regulations as instruments of village law in managing various fundamental issues in village governance. Therefore, the paradigm used in Law No. 12 of 2011 in view of village regulations can no longer be maintained. UU no. 12 of 2011 was born before the issuance of the Village Law, so that the atmosphere of kebathinan that includes the law may consider it less important the existence of village regulations. But along with strengthening various aspects of the village through the Village Law and its implementing regulations, then as a future legal reform, it is fitting to review Law No. 12 of 2011 related to the repositioning of village regulations.Keywords: village regulations, village government, repositioning, hierarchy
KUALIFIKASI HUKUM PIDANA KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU/PILKADA (Tinjauan Hukum Administrasi Negara) Paramita Ersan; Anna Erliyana
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (508.159 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i1.781

Abstract

ABSTRAKEra baru telah dimulai dalam Pemilihan Umum dan Pilkada Serentak, karena undang-undang memerintahkan kepada seluruh bangsa Indonesia, untuk menyelenggarakannya. Dalam praktik, terdapat tantangan dalam tindak pidana Pilkada. Faktor perundang-undangan yang kontradiktif antara UU Pemilihan (Les Specialist) dengan aturan limitasi waktu dan KUHP (Lex Generalis) yang dibatasi KUHAP, serta faktor kualitas manusia yang menjalankan hukum, jauh dari kualitas ideal. Kondisi demikian mengakibatkan Sistem Peradilan Pidana Pilkada gagal menjalankan fungsinya, tidak dapat dilakukan melalui penal-code, namun keadilan dan kepastian hukum terwujud melalui sarana non-penal. Menyikapi kondisi demikian, mesti dilakukan pembenahan, dengan peningkatan kualitas keilmuan penyelenggara Pilkada dan pendekatan integral antara sarana penal dan non penal sejalan dengan perkembangan stelsel pidana hukum administrasi.Kata kunci: Pemilihan Serentak, Kode Penal, Non PenalABSTRACTA new era has begun in the General Election and Simultaneous Local Election, because the law ordered all Indonesian people to hold it. In practice, there are challenges in criminal acts in the elections. Contradictory legislative factors between the Election Law (Les Specialist) with the time limitation rules and the Criminal Code (Lex Generalis) which are limited by the Criminal Procedure Code, as well as the human quality factors that run the law, are far from ideal quality. Such conditions result in the Pilkada Criminal Justice System failing to carry out its functions, it cannot be done through a penal code, but justice and legal certainty are realized through non-penal means. Responding to these conditions, improvements must be made, by improving the quality of the knowledge of the election organizers and an integrated approach between the means of punishment and non-punishment in line with the development of administrative criminal law systems.Keywords: Simultaneous Election, Penal Code, Non Penal
PELAKSANAAN PIDANA BERSYARAT DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA Sapto Handoyo D.P.
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.882 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i1.782

Abstract

AbstrakLembaga pidana bersyarat diatur dalam Pasal 14a s/d Pasal 14f Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Timbulnya lembaga pidana bersyarat ini sebagai reaksi dari ketidakpuasan masyarakat terhadap pidana perampasan kemerdekaan, terutama pidana perampasan kemerdekaan jangka waktu pendek, yang dalam hal ini sangat merugikan baik terhadap pelaku tindak pidana, maupun terhadap masyarakat. Pelaksanaan pidana bersyarat harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus. Tujuan pelaksanaan pidana bersyarat yaitu berusaha menghindarkan dan melemahkan akibat-akibat negatif dari pidana perampasaan kemerdekaan yang seringkali menghambat usaha pemasyarakatan kembali narapidana ke tengah-tengah masyarakat. Dalam putusan yang menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak lebih dari satu tahun, pidana bersyarat dapat dijatuhkan, dengan syarat Hakim tidak ingin menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun. Dasar atau alasan penjatuhan pidana bersyarat adalah memperbaiki diri terpidana agar dapat dibina lebih baik lagi dan menghindarkan dari lingkungan yang kurang baik, serta mendidik sikap mental dan sosial bermasyarakat yang baik.Kata kunci: Terpidana, syarat umum, syarat khusus, pembinaan.AbstractConditional criminal institutions are regulated in Articles 14a to Article 14f of the Indonesian Criminal Code. The emergence of this conditional criminal institution as a reaction from public dissatisfaction with the crime of deprivation of liberty, especially the criminal of deprivation of independence for a short period of time, which in this case is very detrimental both to the perpetrators of criminal acts, and against the community. Conditional offenses must meet general and specific requirements. The purpose of the implementation of conditional crimes is to try to avoid and weaken the negative consequences of the crime of deprivation of liberty that often hinders the correctional efforts of prisoners to return to the midst of society. In decisions that impose a prison sentence, as long as the duration is not more than one year, conditional penalties can be imposed, provided that the Judge does not want to impose a criminal for more than one year. The basis or reasons for conditional criminal offenses are to improve the convict's self so that they can be fostered better and avoid bad environment, and to educate people with good mental and social attitude. Keywords: Convicted, general conditions, special requirements, coaching.
PERUBAHAN PARADIGMA PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL PASCA AMANDEMEN KONSTITUSI Erna Ratnaningsih
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.47 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i1.783

Abstract

AbstrakPerubahan Amandemen Konstitusi memberikan perubahan yang mendasar dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan perubahan paradigma dalam kehidupan politik yang berdampak terhadap sistem pembangunan hukum nasional. Paradigma dasar dari landasan ideal dan landasan konstitusional bagi strategi pembangunan hukum nasional ialah : Pancasila dan UUD Tahun 1945. Paradigma baru yang digunakan dalam stategi pembangunan nasional tidak lagi menggunakan GBHN karena disesuaikan dengan sistem ketatanegaraan yang telah berubah. Dengan dihapuskannya GBHN, sebagian pihak menilai konsistensi dan kontinuitas belum berjalam baik. Namun, wacana mengembalikan GBHN bukan solusi yang tepat untuk menjawab dugaan tidak berjalannya pembangunan nasional yang terpadu dan tersistemastis. Oleh sebab itu, segala kekuatan-kekuatan yang ada baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan nasional baik yang terdapat dalam GBHN maupun RPJPN dan RPJPM bisa ditelaah, dirumuskan dan dilaksanakan dengan tujuan mempercepat masyarakat adil sesuai dengan alinea keempat pembukaan UUD 1945. Perlu dirumuskan formula baru dalam perencanaan pembangunan yang partisipatif mengakomodir kepentingan daerah, menjaga prinsip kesinambungan pembangunan dan dapat memasukkan visi-misi dan program Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang mengacu pada RPJPN. Kata Kunci : Perubahan Paradigma, Pembangunan Hukum Nasional, Amandemen Konstitusi.AbstractAmendments to the Constitution Amendments provide a fundamental change in the constitutional system of the Republic of Indonesia. This resulted in a paradigm shift in political life that affected the national legal development system. The basic paradigm of the ideal foundation and constitutional foundation for the national legal development strategy are: Pancasila and the 1945 Constitution. The new paradigm used in national development strategies no longer uses the GBHN because it is adapted to the changing state administration system. With the abolition of the GBHN, some parties considered that consistency and continuity had not gone well. However, the discourse to return the GBHN is not the right solution to answer the suspicion of the failure of the integrated and systematic national development. Therefore, all the forces that exist both in terms of planning, implementation and evaluation of national development programs both contained in the GBHN and RPJPN and RPJPM can be reviewed, formulated and implemented with the aim of accelerating fair society in accordance with the fourth paragraph of the opening of the 1945 Constitution. a new formula is formulated in participatory development planning that accommodates regional interests, maintains the principle of sustainable development and can incorporate the vision and mission and programs of the elected Presidential and Vice-President Pair that refers to the RPJPN. Keywords: Changes in Paradigm, Development of National Law, Amendment to the Constitution.
KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERDASARKAN PARADIGMA UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Bambang Heriyanto
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.668 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i1.784

Abstract

Abstrak :Kehadiran Undang-undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014, LN RI Tahun 2014 No. 292, TLN RI Nomor 5601, telah membawa perubahan yang signifikan terhadap praktik penyelenggaraan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Dari aspek teori, perubahan dan perluasan tersebut adalah konsekuensi yuridis dari adagium lex posteriori derogat lex priori, dimana norma perundang-undangan yang lebih baru meniadakan norma hukum dari peraturan perundang-undangan yang terdahulu. Perubahan yang terjadi pasca berlakunya UU Administrasi Pemerintahan adalah karena adanya pemaknaan baru terhadap keputusan TUN yang menjadi objek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara dan perubahan hukum acara/hukum formil di peradilan Tata Usaha Negara terkait perluasan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, yakni Sengketa pengujian unsur penyalahgunaan wewenang dan Sengketa Tata Usaha Negara Fiktif Negatif. Kata kunci : peradilan tata usaha negara, administrasi pemerintahan, kompetensiAbstract:Presence of Law No. 30 of 2014 concerning Government Administration which was ratified on October 17, 2014, LN RI of 2014 No. 292, TLN RI No. 5601, has brought significant changes to the practice of the administration of State Administrative Courts in Indonesia. From the theoretical aspect, these changes and expansions are the juridical consequences of the adage lex posteriori derogat lex priori, where newer legislation norms negate the legal norms from the previous legislation. Changes that occur after the enactment of the Government Administration Law are due to new interpretations of TUN decisions that are subject to disputes in the State Administrative Court and changes in formal procedural / law in the State Administration court related to the expansion of State Administrative Court competencies, namely Dispute testing the element of abuse authority and Negative Fictitious State Administrative Dispute. Keywords: state administration justice, government administration, competence

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol 11, No 3 (2025): Volume 11, Nomor 3 July-September 2025 Vol 11, No 2 (2025): Volume 11, Nomor 2 April-June 2025 Vol 11, No 1 (2025): Volume 11, Number 1 January-March 2025 Vol 10, No 4 (2024): Volume 10, Nomor 4 Oktober-Desember 2024 Vol 10, No 3 (2024): Volume 10, Nomor 3 July-September 2024 Vol 10, No 2 (2024): Volume 10, Nomor 2 April-Juni 2024 Vol 10, No 1 (2024): Volume 10, Nomor 1 Januari-Maret 2024 Vol 9, No 4 (2023): Volume 9, Nomor 4 Oktober-Desember 2023 Vol 9, No 3 (2023): Volume 9, Nomor 3 July-September 2023 Vol 9, No 2 (2023): Volume 9, Nomor 2 April-Juni 2023 Vol 9, No 1 (2023): Volume 9, Nomor 1 Januari-Maret 2023 Vol 8, No 4 (2022): Volume 8, Nomor 4 Oktober-Desember 2022 Vol 8, No 3 (2022): Volume 8, Nomor 3 Juli-September 2022 Vol 8, No 2 (2022): Volume 8, Nomor 2 April-JunI 2022 Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022 Vol 7, No 4 (2021): Volume 7, Nomor 4 Oktober-Desember 2021 Vol 7, No 3 (2021): Volume 7, Nomor 3 Juli-September 2021 Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021 Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021 Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020 Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020 Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019 Vol 5, No 1 (2019): Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2019 Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018 Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018 Vol 3, No 2 (2017): Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017 Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017 Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016 Vol 2, No 1 (2016): Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016 Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015 Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015 More Issue