Jurnal Idea Hukum
Focus of JIH is publishing the manuscript of outcome study, and conceptual ideas which specific in the sector of Law science. We are interested in topics which relate generally to Law issues in Indonesia and around the world. Articles submitted might cover topical issues in Criminal Law, Civil Law, International Law, Islamic Law, Agrarian Law, Administrative Law, Criminal Procedure Law, Commercial Law, Constitutional Law, Civil Procedural Law, Adat Law, Environmental Law,and etc
Articles
10 Documents
Search results for
, issue
"Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum"
:
10 Documents
clear
PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP PERBANKAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH ATAS PENJUALAN DATA NASABAH BANK
Emma Sandi
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.125
Penelitian ini mengangkat permasalahan perlindungan hukum nasabah ataspenjualan data nasabah bank dan pengawasan OJK terhadap kewajiban kerahasiaanatas penjualan data nasabah bank. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisisperlindungan hukum nasabah atas penjualan data nasabah bank dan menganalisispengawasan OJK terhadap kewajiban kerahasiaan atas penjualan data nasabah bank. Tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa Perlindungan hukum nasabah atas penjualan data nasabah bank dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum tersebut sudah diatur dengan adanya SEOJK Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen, dan POJK Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Pelaksanaan pengawasan OJK terhadap kewajiban kerahasiaan atas penjualan data nasabah bank dalam hal ini dilihat dari sisi pengawasan market conduct jasa keuangan perbankan oleh OJK, secara keseluruhan sudah dilaksanakan oleh Kantor OJK, namun belum dilaksanakan sepenuhnya oleh OJK di wilayah/daerah seperti OJK kabupaten/kota.
EFEKTIVITAS PENERAPAN INA-CBG DI RUMAH SAKIT (Analisis Penerapan Permenkes RI No. 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) Dalam Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara)
Kana Purwadi
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.121
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan substansi antara sistempembayaran fee for service dengan sistem tarif INA-CBG, menganalis efektivitas Permenkes No. 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembayaran INA-CBG dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi efektifitas penerapan pembayaran INA-CBG di Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara dengan metodologi pendekatan yuridis sosiologis. Data diperoleh melalui wawancara, pengamatan dan kuisioner kepada responden Direktur, Ketua Komite Medis, Ketua Pengendali BPJS Kesehatan, SMF Umum, Kepala Bidang Perawatan, Kepala Elektornik Data Procesing, Verifikator BPJS Kesehatan dan pasien rawat inap dengan menggunakan sampling berdasar Raosoft.com serta studi pustaka. Penerapan Permenkes RI No. 76 Tahun 2016 tentang Pedoman INA-CBG di Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara tidak efektif karena clinical pathway belum dilaksanakan secara konsisten, sistem perhitungan jasa tenaga kesehatan masih menggunakan fee for service, belum memaksimalkan penggunaan IT pada eprescribing dan elektronic medical record sehingga tujuan sistem INA CBG untuk mengendalikan biaya, mendorong pelayanan kesehatan yang tetap bermutu dan sesuai standar, membatasi pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan, mempermudah administrasi klaim dan mendorong provider untuk melakukan kendali biaya belum sepenuhnya tercapai. Faktor yang mendukung efektifitas yaitu INA-CBG diatur oleh regulasi pemerintah. Sedangkan faktor penghambat lebih cenderung pada tidak konsisten karakteristik sistem pembayaran yang di gunakan, memerlukan perubahan yang menyeluruh dan kerjasama tim yang baik.
VICTIM PRECIPITATION DALAM TINDAK PIDANA PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Nomor 310/PID.SUS/2017/PN.IDM)
Ari Prakoso
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.126
Victim Precipation adalah bagian dari ilmu kriminologi yang mempelajari tentang bagaimana interaksi antara korban dan pelaku dapat berkontribusi pada pelanggaran pidana. Victim Precipation adalah sikap dan keadaan diri seseorang yang akan menjadi calon korban atau sikap dan keadaan yang dapat memicu seseorang untuk melakukan kejahatan. Peran korban kejahatan antara lain berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh pihak korban, kapan dilakukannya sesuatu, dimana hal tersebut dilakukan. Antara korban dan pelaku terdapat hubungan yang fungsional yang mengakibatkan terjadinya suatu kejahatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis victim precipitation terjadi dalam tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial di wilayah hukum Pengadilan Negeri Indramayu serta menganalisis alasan hakim tidak menggunakan aspek victim precipitation didalam putusannya dalam tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial di wilayah hukum Pengadilan Negeri Indramayu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis sosiologis (sosio-legal research). Bahan hukum yang terkumpul akan dikaji secara komprehenif dan dianalisa secara deduktif dengan penyajian yang sistematis. Hasil penelitian dan pembahasan terjadinya victim precipitation terjadi dalam tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial dalam Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2017/PN.Idm adalah karena adanya tindakan provokatif korban (provocative victim) yaitu adanya pengaruh korban yang memancing adanya sebuah kejahatan. Dalam hal ini hakim tidak mempertimbangkan aspek victim preciipation didalam putusannya dalam tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial dalam Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2017/PN.Idm karena alasan pemberat dalam putusan yaitu bahwa korban tidak berperan aktif karena yang dituduhkan oleh terdakwa belum cukup bukti serta hakim memutus hanya berdasar bukti yang diajukan jaksa penuntut umum saja.
TANGGUNG JAWAB KEPALA RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA (RUPBASAN) DALAM RANGKA PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA YANG RUSAK ATAU HILANG (Kajian Pada RUPBASAN Kelas II Cilacap)
Ari Rahmanto
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.117
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, atau disingkat RUPBASAN adalahtempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. Hal iniditegaskan dalam pasal 44 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Benda Sitaan Negaradisimpan di dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara”. Tidak sedikit dalam suatu kasus pidana benda sitaan maupun barang rampasan negara banyak yang rusak bahkan hilang. Penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif, dimana data yang digunakan merupakan data sekunder dari beberapa literatur, aturan-aturan perundang-undangan dan data primer dari hasil wawancara dan observasi langsung ke lokasi penelitian, yang kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benda sitaan dan barang rampasan yang ada di RUPBASAN Kelas II Cilacap sampai rusak ataupun hilang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya dalam undang-undang tentang RUPBASAN tidak memiliki wewenang mengelola sepenuhnya benda sitaan dan barang rampasan hanya menjadi tempat penitipan tidak ada wewenang untuk pelelangan maupun pemusnahan basan dan baran, kurangnya sumber daya manusia baik dari segi kualitas maupun kuantitas, sarana dan prasarana yang kurang memadai dan kurangnya integritas dari petugas. Pertanggungjawaban Kepala RUPBASAN terhadap benda sitaan yang rusak atau hilang hanya sebatas benda sitaan dan barang rampasan tersebut berada dan dititipkan ke RUPBASAN, dan Pemilik barang dapat mengajukan gugatan secara Perdata apabila benda sitaan dan barang rampasan yang dititipkan ke RUPBASAN mengalami kekurangan baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
PENERAPAN PENDEKATAN RULE OF REASON DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERSEKONGKOLAN TENDERBERDASARKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA (Studi Terhadap Putusan Kppu Nomor : 05/Kppu-L/2015 Dan Putusan Kppu Nomor : 03/Kppu-L/2016)
Nimas Linggar Panggraita
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.122
Tujuan penelitian ini yaitu pertama untuk menganalisis implementasi pendekatan rule of reason terhadap permasalahan persekongkolan tender dalam Putusan KPPU Nomor: 05/KPPU-L/2015 dan Putusan KPPU Nomor :03/KPPU-L/2016. Kedua.menganalisis perlindungan hukum para pelaku usaha lain yang dirugikan akibat adanya persekongkolan tender dalam Putusan KPPU Nomor: 05/KPPU-L/2015 dan Putusan KPPU Nomor: 03/KPPU-L/2016. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan metode pendekatan kasus.Sumber data yang digunakan ialah data sekunder, dengan bahan hukum primer / sekunder / tersier.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis normatif kualitatif. Diperoleh hasil penelitian bahwa pada Putusan Nomor 5/KPPU-L/2015 dan Putusan Nomor 3/ KPPU-L/2016 KPPU Majelis Komisi telah menerapkan pendekatan rule of reason dengan cara membuktikan adanya unsur dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999, mengenai dampak akibat dari persekongkolan dalam persaingan usaha, mencari faktor penyebab terjadinya pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999. Perlindungan hukum para pelaku usaha lain yang dirugikan akibat adanya persekongkolan tender dalam Putusan KPPU Nomor: 05/kppu-l/2015 dan Putusan KPPU Nomor: 03/kppu-l/2016 diakomodir dalam ketentuan Pasal 38 UU No. 5 Tahun 1999 yang memberikan hak untuk melaporkan dan hak untuk dilindungi kerahasiaan identitasnya serta dalam ketentuan Pasal 47 yaitu hak untuk mendapat ganti rugi jika terbukti pelanggaran Pasal 22 tersebut menimbulkan kerugian, serta hukuman denda dan larangan mengikuti lelang bagi pelanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAJAR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN OBAT JENIS PSIKOTROPIKA (Studi Di Polres Purbalingga)
Nur Fauzan
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.118
Penyalahgunaan obat-obatan jenis Psikotropika saat ini menjadi perhatianberbagai kalangan dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Ironisnya, tidak hanya dikalangan dewasa saja, obat jenis Psikotropika begitu dikenal dan sudah sering dikonsumsi dikalangan remaja dan anak di bawah umur. Spesifikasi adalah penelitian deskriptif analitis, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.KUHP membagi semua jenis tindak pidana menajdi dua golongan besar yaitugolongan kejahatan yang termuat dalam Buku II KUHP dan golongan pelanggaran yang termuat dalam Buku III KUHP. Sedangkan Buku I yang memuat asas-asas hukum pidana pada umumnya berlaku bagi seluruh hukum pidana positif. Adanya penggolongan tentang jenis-jenis psikotropika tersebut, karena yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1997 hanyalah psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan. Sedangkan di luar penggolongan psikotropika di atas, masih terdapat psikotropika lainnya yang tidak mempunyai potensi yang mengakibatkan sindroma seperti itu, yang peraturannya tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang obat keras.
EKSISTENSI BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Mustari Mustari
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.123
Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Transformasi Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasilan (UKP-PIP) menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila setingkat menteri tentunya menjadi suatu kajian yang menarik. Oleh karena itu eksistensi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila perlu dikaji secara mendalam. Metode Pendekatan Yuridis Normatif, dengan Tipe Penelitian Preskripsi. Sumber data yang digunakan Data sekunder yang terbagi atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Eksistensi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dapat dilihat berdasarkan eksistensi statis dan eksistensi dinamis. Dilihat berdasarkan eksistensi statis Badan Pembinaan Ideologi Pancasila memiliki ide dasar yang cukup baik ditengah isu radikalisme dan terorisme. Bentuk lembaga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila juga memiliki posisi yang strategis yaitu Badan setingkat Kementrian. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila bertanggungjawab kepada Presiden. Sebagai lembaga negara keuangan/ budgeting Badan Pembinaan Ideologi Pancasila diatur sesuai Peraturan Presiden No 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan Dan Fasilitas Lainnya Bagi Pimpinan, Pejabat, Dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, mendapatkan hak keuangan dan biaya perjalanan dinas.
ASPEK HUKUM PELAKSANAAN VAKSINASI MENINGITIS MENINGOKOKUS UNTUK JAMAAH UMRAH DI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II CILACAP
Wawan Sulistiyad
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.119
Negara menegaskan tentang kewajiban negara atas hak kesehatan warganegaranya seperti yang disebutkan di dalam Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yangmenyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara dan tanggung jawab bagi negara untuk menyediakan pelayanan kesehatan.Pendekatan analisis yuridis dalam tulisan ini adalah pendekatan dengan menganalisis mengenai komunikasi serta harmonisasi hukum dalam perspektif kepastian hukum, perlindungan hukum, kesadaran hukum serta good governance. Pelayanan vaksinasi meningitis meningokokus bagi jamaah umrah diselenggarakan di KKP Kelas II Cilacap diberikan kepada masyarakat yang akan melakukan perjalanan ke negara endemis vaksinasi meningitis diberikan minimal tiga puluh hari sebelum keberangkatan berdasarkan PMK No. 13 tahun 2016 atau minimal 10 hari sebelum keberangkatan sesuai dengan panduan imunologi dalam vaksinasi.
EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA FIDUSIA DALAM PROSES PENYIDIKAN (STUDI DI POLRES BANYUMAS)
Ridwan Ridwan
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.124
Penelitian ini membahas efektivitas penegakan hukum tindak pidana fidusia dalam proses penyidikan (studi di Polres Banyumas). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektif atau tidak efektif penegakkan hukum tindak pidana fidusia dan menganalisis kendala yang dihadapi oleh Penyidik Kepolisian dalam penegakkan hukum tindak pidana fidusia di Polres Banyumas. Metode pendekatan penelitian ini adalah yuridis sosiologis, spesifikasi penelitian deskriptif analisis. Penelitian dilakukan di Polres Banyumas, sumber data primer dari penelitian ini adalah wawancara kepada personil Satuan Reskrim PolresBanyumas, pihak pelapor dan terlapor kasus tindak pidana fidusia. Sumber datasekunder meliputi peraturan perundang-undangan, literatur, hasil penelitian pakar hukum, jurnal dan kamus. Data diperoleh dengan menggunakan studi kepustakaan, disajikan dalam bentuk teks naratif yang disusun secara sistematis, dan dianalisis dengan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa penegakan hukum tindak pidana fidusia dalam proses penyidikan di Polres Banyumas terlaksana namun belum efektif hal ini disebakan: (1) Penerapan sanksi pidana dalam mengalihkan objek jaminan fidusia tidak menimbulkan efek takut untuk melakukan tindak pidana fidusia, (2) Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan fidusia, (3) Belum optimal pelaksanaan manajemen penyidikan dan pengawasan terhadap perkara tindak pidana fidusia, (4) Beban perkara yang tidak seimbang dengan jumlah personil penyidik. Proses penyidikan terkendala karena regulasi hukum yang belum tegas terkait eksekusi objek jaminan fidusia dan perkembangan modus tindak pidana fidusia, beban perkara yang ditangani penyidik terlalu banyak, kurangnya sarana pendukung dalam proses penyidikan serta meningkatnya kebutuhan masyarakat. Efektivitas penegakan hukum dapat diwujudkan dalam proses penyidikan dengan meningkatkan kemampuan penyidik, pemenuhan sarana pendukung, peningkatan pengawasan proses penyidikan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat serta pembentukan unit fidusia ditingkat Polres.
EFEKTIVITAS PASAL 34 HURUF b PERATURAN BANK INDONESIA NO.18/40/PBI/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMROSESAN TRANSAKSI PEMBAYARAN, MELALUI KARTU KREDIT DI KABUPATEN BANYUMAS
Tengku Dezrina Citra Perdana
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.2.120
Beberapa waktu belakangan ini para nasabah perbankan di tanah air cukupdiresahkan dengan maraknya tindakan pencurian data dan pemalsuan data nasabah yang dalam beberapa kasus banyak merugikan nasabah. Salah satunya dilakukan dengan cara penggesekan ganda (Double swipe) pada kartu kredit. Oleh karena itu Bank Indonesia melarangnya melalui Pasal 34 huruf b Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran. Pasal 34 Huruf b Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran, melalui kartu kredit di Kabupaten Banyumas belum efektif, karena tujuan hukum dari Pasal 34 huruf b dan PBI tersebut tidak tercapai. Dilihat dari tingkat efektivitasnya juga kurang efektif, karena tingkat efektivitas terkait dengan ketaatan dan kepatuhan hukum. Beberapa subyek hukum ada yang belum taat dan patuh terhadap larangan Pasal 34 Huruf b PBI tersebut. Faktorfaktor yang menghambat berlakunya Pasal 34 huruf b Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran, melalui kartu kredit di Kabupaten Banyumas. yaitu, faktor penegakan hukum, yaitu Bank Indonesia, sistem pengawasan tidak langsung yang hanya berdasarkan laporan dari masyarakat. Faktor fasilitas, sosialisasi baik melalui media cetak maupun elektronik dan penyuluhan kepada Acquirer, yang belum optimal dan kurang terarah. Faktor masyarakat, tingkat disiplin, dan kurangnya kesadaran hukum masyarakat. Faktor budaya, kurangnya budaya publik, tidak peduli risiko dan pentingnya melarang aktivitas kartu gesek ganda pada mesin EDC (Electronic Data Capture).