cover
Contact Name
Imam Setyobudi
Contact Email
jurnaletnika.isbibdg@gmail.com
Phone
+6222-7314982
Journal Mail Official
jurnal.budaya.etnika@isbi.ac.id
Editorial Address
Jalan Buah Batu no 212 Bandung.
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Budaya Etnika
ISSN : 2549032X     EISSN : 27981878     DOI : -
Jurnal Budaya Etnika merupakan publikasi hasil karya ilmiah yang berkaitan dengan budaya mencakup cipta, karsa, dan karya manusia. Jurnal Budaya Etnika menaruh perhatian pada artikel-artikel hasil kajian mengenai berbagai kebudayaan etnis yang berhubungan dengan seni, religi dan ritual, mitos, media, dan wacana kritis.
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini" : 5 Documents clear
Inovasi Leksikal Bahasa Sunda di Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Taufik Setyadi Aras
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2339

Abstract

ABSTRAK. Masalah dalam penelitian ini adalah mengenai status bahasa Sunda Dayeuhluhur, inovasi leksikal dalam bahasa Sunda Dayeuhluhur serta distribusi geografisnya. Penelitian ini menggunakan teori yang diungkapkan oleh Ayatrohaedi (1985), Mahsun (2005), Sibarani (2004) dan Lauder (2007). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode deskriptif-sinkronis. Data dikumpulkan dengan metode simak dengan teknik cakap dan rekam. Hasil kajian menunjukkan bahwa jarak perbedaan bahasa Sunda Baku dengan bahasa Sunda Dayeuhluhur sebesar 31 persen berdasarkan penghitungan dialektometri leksikal, sehingga termasuk kategori perbedaan subdialek. Bahasa Sunda Dayeuhluhur mengalami inovasi internal yang terdiri dari inovasi fonologi dan morfofonemis, inovasi morfologi, dan inovasi leksikal. Inovasi eksternal yang berupa kata serapan dari bahasa lain juga ada dalam bahasa Sunda Dayeuhluhur. Ditemukan pula kosakata relik bahasa Sunda dan kosakata khas setempat. Dari pemetaan unsur bahasa diperoleh bahwa sebaran unsur bahasa berbeda-beda. Ada unsur bahasa yang tersebar luas di beberapa desa yang diteliti, ada pula yang hanya ditemukan di satu atau dua desa yang diteliti. KataKunci: Inovasi leksikal, Dialek, Bahasa SundaABSTRACT. The problem of this research is about the status, lexical innovation, and geographical distribution of Dayeuhluhur Sundanesse. This research applies some theories from Ayatrohaedi (1985), Mahsun (2005), Lauder (2007), Djajasudarma (2013), Wahya (2015), and Sariono (2016). The method adopted in this research was qualitative with descriptive-synchronies data. The data were collected by a methods refer to the conversation and recording techniques. The result showed the difference between Formal Sundanese and Dayeuhluhur Sundanese is 31 percent based on the Lexical Dialektometri calculation and categorized into subdialek difference. Dayeuhluhur Sundanese has been experiencing internal innovation consisting of phonological innovation and morphophonemic, morphological innovation, and lexical innovation. External innovation in the form of borrowed words from another language also exists in Dayeuhluhur Sundanese, and the researcher found Sundanese relics and special local vocabularies. From the language elements mapping, the researcher found a fact that the distribution of the language is different. There is element of language widespread in some villages studied as well as those that only found in one or two villages surveyed.Keywords: lexical innovation, dialect, Sundanese
Hubungan Tradisi Rewang, Budaya Bekerja, dan Modal Sosial pada Masyarakat Multietnis di Kabupaten OKU Timur Retno Wulan Ayu Saputri; Nugroho Trisnu Brata
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2335

Abstract

ABSTRAK. Rewang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk membantu salah satu tetangga apabila sedang mengadakan acara pesta pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana pelaksanaan tradisi rewang dan untuk mengetahui bagaimana dampak tradisi rewang sebagai modal sosial mampu meningkatkan solidaritas antar masyarakat multietnis di Desa Sumberjaya. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam proses pelaksanaannya tradisi rewang memiliki susunan kepanitiaan dan pembagian kerja. Hal ini tidak terlepas dari modal sosial. Modal sosial yang terdiri dari tiga komponen yaitu: kepercayaan (trust), norma (norms) dan jaringan (networks) dalam tradisi rewang ini mampu menunjukkan dampaknya bagi masyarakat Desa Sumberjaya. Modal sosial seharusnya (das sollen) dapat membentuk solidaritas yang memungkinkan individu menjalin hubungan sosial. Solidaritas sosial ini diwujudkan dalam solidaritas sosial organik dan mekanik. Namun fungsi tradisi rewang dalam perkembangann selanjutnya ternyata (das sein) tidak lagi sebagai modal sosial jadi hanya semacam penopang kebutuhan tuan rumah. Perubahan makna tradisi rewang juga terjadi karena munculnya jasa catering dan pandangan masyarakat terhadap tradisi rewang yang hanya sebatas sumbangan.Kata Kunci: Multietnis, Modal Sosial, Budaya KerjaABSTRACT. Rewang is one of the activities carried out by the society to help one of the neighbors when holding a wedding party. This study aims to describe dan analyze how the implementation of rewang tradition and to find out how the impact of rewang tradition as social capital is able to increase solidarity between multiethnic societies in Sumberjaya Village. Researcher uses a qualitative research method with an ethnographic approach. The data collection techniques use interviews, observation and documentation. The results show that in the implementation process of rewang tradition has a committee structure and division of work. This is inseparable from social capital. Social capital which consists of three components, which are trust, norms and networks in rewang tradition, is able to show its impact on the people of Sumberjaya Village. Social capital is should (das sollen) to be able to form solidarity that allows individuals to establish social relationships. This social solidarity is manifested in organic and mechanical social solidarity. However, the function of rewang tradition in the next development it turns out is no longer as social capital, so it is only a kind of support for Jurnal Budaya Etnika, Vol. 6 No. 2 Desember 2022 82 the needs of the host. The changes meaning of rewang tradition also occurred due to the emergence of catering services and the public's view of rewang tradition which was only limited to sumbangan.Keywords: Multietnic, Social Capital, Work Culture
Pusat Peradaban Masa Hindu-Budha di Kawasan Dataran Tinggi Malang Lailia Ulfiana Firdawati
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2336

Abstract

ABSTRAK. Dataran tinggi malang merupakan salah satu lingkungan alam yang menarik untuk di kaji, dikarenakan disana terdapat sejarah yang lebih kompleks yaitu dari masa prasejarah hingga masa konteporer. Namun dalam artikel ini hanya akan membahas pada masa hindu-budha yaitu dari abad ke 9 hingga 13 M. Dikatakan pula bahwa dataran tinggi Malang merupakan cekungan yang di apit oleh tiga gunung berapi aktif. Hal inilah yang akhirnya menjadikan pertanyaan tentang proses terbentuknya dataran tinggi malang? Akan dibahas pula tentang kondisi tanah yang subur hingga membahas bagaimana datangnya manusia dan terjadinya peradaban di dataran tinggi Malang abad 9-13 M? Hal ini dilakukan untuk meneliti apakah ada hubungan situs di kawasan dataran tinggi Malang dengan kondisi geologi pada kawasan tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekologi budaya. Dalam teori ini akan di bahas lebih dalam mengapa situs-situs yang berada pada dataran tinggi malang berada pada lembah, bukan di lerengnya. Kemudian terdapat pula dimensi kebentukan dan dimensi waktu, dimensi ini akan difokuskan pada pembahasan sebaran situs tinggalan sejarah yang berada di kawasan dataran tinggi Malang.Kata Kunci: Dataran Tinggi Malang, Masa Hindu-Budha, dan PeradabanABSTRACT. The Malang Highlands is one of the interesting natural environments to study, this is because there is a more complex history, from pre-historic times to contemporary times. However, in this article, we will only discuss the Hindu-Buddhist period, namely from the 9th to 13th centuries AD. It is also said that the Malang plateau is a basin flanked by three active volcanoes. This is what finally raises the question of the process of the formation of the Malang Highlands? It will also discuss the condition of fertile soil to discuss how the arrival of humans and the occurrence of civilization in the Malang highlands in the 9-13th century AD? This is done to examine whether there is a relationship between the site in the Malang highlands area and the geological conditions in the area. The theory used in this research is the theory of cultural ecology. In this theory, it will be discussed more deeply why the sites in the Malang highlands are in the valley, not on the slopes. Then there are also dimensions of formation and time dimensions, these dimensions will be focused on discussing the distribution of historical heritage sites in the highlands of Malang.Keywords: Malang Highlands, Hindu-Buddhist Period, and Civilization
Intersubjectivity dalam Sosial Media: Gelak Tawa hingga Street Fashion Khoirun Nisa Aulia Sukmani
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2337

Abstract

ABSTRAK. Sosial media merupakan ruang bagi masyarakat untuk berbagi dan menyampaikan informasi, hanya dalam hitungan detik gambar dan video yang dibagikan di sosial media menjadi perhatian masyarakat. Netizen – biasa disebut – selalu mencari tren yang ada di masyarakat – sosial media – saat ini. Salah satunya, video remaja-remaja pinggiran Jakarta yang katanya sedang “menguasai kawasan SCBD Dukuh Atas” sebagai ruang bagi mereka berkreasi di masyarakat. Citayam fashion week yang menjadi istilah bagi aksi remaja-remaja di kawasan tersebut, memicu netizen untuk ikut serta menghidupkan tren ini. Bagaimana ini dijelaskan? Interaksi sebagai perilaku sosial dalam bentuk respon seperti like dan komentar harus dimaknai lebih dalam lagi sebagai sebuah proses interaksi yang saling mempengaruhi. Metode social media etnography digunakan untuk melihat interaksi yang terjadi tersebut mempengaruhi dan mendorong netizen untuk ikut berkreasi dalam tren tersebut. Tulisan ini akan membahas mengenai “link to action” di mana satu tren yang sedang terjadi kemudian menjadi stimulan bagi aksi yang sama di wilayah lain yang termediasi sosial media. Tren spontan ini hadir sebagai upaya suatu kelompok berkreativitas di ruang publik, namun dalam kenyataannya tren ini sebagai upaya “menampilkan diri” – dalam tren – untuk mendapatkan representasi diri di sosial media.Kata kunci: Sosial Media, Intersubjektivitas, Representasi, TelecopresenceABSTRACT. Social media is a space for people to share and convey information, just seconds, the images and videos shared on social media become the public attention. Netizens – commonly called – are always looking for trends in society – social media – today. One of them is a video of teenagers on the outskirts of Jakarta who are said "controlling the Dukuh Atas SCBD area" as a space for them to be creative in society. Citayam fashion week, which became the term for the actions of teenagers in the area, triggered netizens to participate in bringing this trend to life. How is this explained? Interaction as social behavior in the form of responses such as likes and comments must be interpreted more deeply as a process of interaction that influences each other. The social media ethnography method used to see how the interactions that occur affect and encourage netizens to be creative in this trend. This paper will discuss the “link to action” where one trend that is currently happening then becomes a stimulant for the same action in other areas mediated by social media. This spontaneous trend is present as an effort by a creative group in the public sphere, but in reality, this trend is an attempt to “show oneself” – in trend – to get a self-representation on social media.Keywords: Social Media, Intersubjectivity, Representation, Telecopresence
Simbol dan Makna Tradisi Ngaruwat Jagat Situraja Rizky Mochamad Ramdan; Cahya Cahya
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2338

Abstract

ABSTRAK. Sumedang merupakan ikon budaya Sunda di wilayah Priangan, salah satunya yaitu adanya Tradisi Ngaruwat Jagat Situraja yang hampir di setiap teritorial masyarakat Sunda yang tergolong wilayah Pedesaan sampai dengan akhir tahun 1960-an hampir dapat dipastikan menyelenggarakan tradisi tahunan. Untuk menguji aspek utama dari tradisi ngaruwat jagat Situraja ini penulis menggunakan teori interpretivisme simbolik Clifford Geertz. Sebagian besar bahan teoritis dari penelitian ini dengan cara mengamati, “berpatisipasi” serta mewawancarai baik ditingkat formal maupun informal. Fokus utama masalah penelitian ini adalah mengenai Simbol dan Makna Pada Tradisisi Ngaruwat Jagat Situraja di Kabupaten Sumedang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis kedalaman masalah penelitian digunakan disiplin ilmu antropologi.Kata Kunci: Tradisi Ngaruwat jagat, Situraja, simbol dan maknaABSTRACT. Sumedang is a Sundanese cultural icon in the Priangan region, one of which is the existence of the Ngaruwat Jagat Situraja Tradition which in almost every territory of the Sundanese people belonging to the Pilemburan area until the end of the 1960s almost certainly held an annual tradition. To examine the main aspects of the Situraja's tradition of ngaruwat universe, the writer uses Clifford Geertz's theory of symbolic interpretivism. Most of the theoretical material from this research is by observing, "Participating" and interviewing both at the formal and informal levels. The main focus of this research problem is the Symbol and meaning in the Ngaruwat Jagat Situraja Tradition in Sumedang Regency. The method used in this research is descriptive analysis method, with a qualitative approach to analyze the depth of the research problem used antropology discipline.Keywords: Ngaruwat Jagat Universe Tradition, Situraja, Symbol and Meaning

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2022 2022