cover
Contact Name
Apriana Vinasyiam
Contact Email
akuakultur.indonesia@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
akuakultur.indonesia@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Akuakultur Indonesia
ISSN : 14125269     EISSN : 23546700     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Akuakultur Indonesia (JAI) merupakan salah satu sarana penyebarluasan informasi hasil-hasil penelitian serta kemajuan iptek dalam bidang akuakultur yang dikelola oleh Departemen Budidaya Perairan, FPIK–IPB. Sejak tahun 2005 penerbitan jurnal dilakukan 2 kali per tahun setiap bulan Januari dan Juli. Jumlah naskah yang diterbitkan per tahun relatif konsisten yaitu 23–30 naskah per tahun atau minimal 200 halaman.
Arjuna Subject : -
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia" : 14 Documents clear
Sex determination and acclimation response of dwarf snakehead fish Channa limbata from West Java Tri Soelistyowati, Dinar; Oman Sudrajat, Agus; Arfah, Harton; Alimuddin, Alimuddin; Hafidah, Riva; Hanggara, Yudha; Edison, Thomas
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19027/jai.23.2.201-211

Abstract

The Channa limbata fish is a type of tropical freshwater fish of the Channidae family which is relatively small as an aquarium ornamental fish with a distinctive color at the tip of its dorsal fin and has a snake-like head (dwarf snakehead). Natural snakehead fishing activities have threatened its sustainability. Breeding C. limbata fish through cultivation can increase its potential for sustainable use. This study aims to evaluate the acclimation response of wild-type dwarf snakehead fish in captivity and its sexual characteristics as a basis for domestication and hatchery technology. The fish samples used were natural catches from rivers in West Java measuring <100 mm to >150 mm of body length then individually acclimated indoors in an aquarium (35×20×20 cm) for 14 days. Snakehead fish live in shallow, slow-flowing river waters with a temperature of 20.2-21.3°C, TDS 16-24 mg/L at neutral pH, while the rearing water temperature and TDS are higher (temperature: 24.9-27.6°C; TDS: 88-110 mg/L). The fish mortality rate during acclimation reached 25% in fish measuring >150 mm of length on tenth day, while fish measuring <150 mm more adaptive with 100% survival. The male fish measuring 100-150 mm have 13-15 pectoral fin rays while female fish have fewer (13-14). The gonad development level of male C. limbata in nature is slower than female fish measuring 100-150 mm with a gonadosomatic index of ovaries reached 10 times higher than testicular. Keywords: acclimation, C. limbata, gonadosomatic index, ovaries ABSTRAK Ikan Channa limbata merupakan jenis ikan air tawar tropis dari famili Channidae yang berukuran relatif kecil sebagai ikan hias akuarium dengan warna yang khas pada ujung sirip punggungnya dan bentuk kepala mirip ular (dwarf snakehead). Aktivitas penangkapan ikan gabus alam telah mengancam kelestariannya. Pembibitan ikan C.limbata melalui budidaya dapat meningkatkan potensi pemanfaatannya secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respons aklimatisasi ikan gabus alam di dalam penangkaran dan karakterisasi seksualnya sebagai landasan teknologi pembenihan ikan gabus C. limbata yang tepat. Sampel ikan yang digunakan merupakan hasil tangkapan alam dari sungai di Jawa Barat berukuran <100 mm hingga >150 mm kemudian diaklimasi indoor di akuarium (35×20×20 cm) selama 14 hari. Ikan gabus hidup di perairan sungai yang dangkal berarus lambat dengan suhu 20,2-21,3°C, TDS 16-24 mg/L dan pH netral, sedangkan suhu air pemeliharaan dan TDS lebih tinggi (suhu: 24,9-27,6°C; TDS: 88-110 mg/L). Angka kematian ikan selama aklimatisasi mencapai 25% pada ikan berukuran >150 mm hari ke 10, sedangkan ikan berukuran <150 mm lebih adaptif dengan sintasan 100%. Ikan jantan C.limbata berukuran 100-150 mm memiliki jari-jari sirip pektoral berjumlah 13-15, sedangkan ikan betina lebih sedikit (13-14). Tingkat perkembangan gonad ikan jantan lebih lambat dari pada ikan betina dengan indeks gonadosomatik ovarium mencapai 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan testis. Kata kunci: aklimatisasi, Channa limbata, indeks gonadosomatik, ovarium
Larval rearing of kelabau fish Osteochilus melanopleurus, Bleeker 1852 with different live feed Asiah, Nur; Aryani, Netti; Heltonika, Benny
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19027/jai.23.2.262-268

Abstract

This study aimed to determine the effect of different starting feeds on the growth and survival rate of kelabau fish larvae (Ostechilus melanopleurus, Bleeker 1852). The research was conducted in a Complete Randomized Design (CRD), 3 treatments and 3 replicates. The tested animals used were 7-Dpc (Day post hatch) 90 kelabau fish (Ostechilus melanopleurus) larvae with an initial average length of 0.50 ± 0.06 cm and an initial weight of 0.03 ± 0.02 g. Treatment of one (P1) Artemia nauplii, (P2) Tubifex sp., and (P3) Daphnia. Aquarium research containers size 30×30×20 cm3 9 pieces with a volume of 5 L of water without water flow in the first week onwards from the second week to the 4th week are increased to 10 L with a water recirculation system with a water flow of about 0.5 L per minute. Measurement of the length and weight of the larvae is carried out once a week for 4 weeks. The results showed that the highest length and weight growth was obtained in the P2 treatment of 3.92 ± 0.13c cm and 1.25 ± 0.03c g, and the lowest growth was in the P3 treatment of 1.73 ± 0.05a cm and 0.093 ± 0.010a g. The ANOVA results showed that feeding Tubifex sp. had a very noticeable different effect with a value of P<0.01. Keywords: feed type, Osteochilus melanopleurus, growth ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pakan awal berbeda terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan larva ikan kelabau (Ostechilus melanopleurus, Bleeker 1852). Metode Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), 3 perlakuan dan 3 ulangan. Hewan uji yang digunakan adalah larva ikan kelabau (Ostechilus melanopleurus, Bleeker 1852) umur 7 hari sebanyak 90 ekor dengan rata-rata panjang awal 0,50 ± 0.06 cm dan berat awal 0.03 ± 0.02 g. Perlakuan satu (P1) Nauplii Artemia, (P2) Tubifex sp. dan (P3) Kutu Air. Wadah penelitian akuarium ukuran 30×30×20 cm3 9 buah dengan volume 5 L air tanpa aliran air pada minggu pertama dan seterusnya dari minggu kedua sampai minggu ke 4 ditambah menjadi 10 L dengan sistem resirkulasi air dengan aliran air sekitar 0.5 L per menit. Pengukuran panjang dan bobot larva dilakukan seminggu sekali, selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang dan berat tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P2 sebesar 3.92 ± 0.13c cm dan 1.25 ± 0.03c g, dan pertumbuhan terendah yaitu pada perlakuan P3 1.73 ± 0.05a cm dan 0.093 ± 0.010a g. Hasil ANOVA menunjukan bahwa pemberian pakan Tubifex sp. memberikan pengaruh berbeda sangat nyata dengan nilai P<0.01. Kata kunci: Osteochilus melanopleurus, pertumbuhan, tipe pakan
Monitoring the water quality of Belawan Sea for rearing asian seabass Lates calcarifer in a floating net cage system Iman Sari Lubis, Vina; Nirmala, Kukuh; Supriyono, Eddy; Hastuti, Yuni Puji
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19027/jai.23.2.269-280

Abstract

Belawan is a coastal area located in Medan Belawan District, North Sumatra Province. The aim of the research is to determine the feasibility status of the study location if it is developed as a location for floating net cages (KJA). The research was carried out in the sea waters of Belawan in August–September 2022. The research parameters observed during the research were hydrooceanographic data and water quality data including physical parameters, chemical parameters, biological parameters. Determination of water quality status using the STORET Index, CCME WQI Index and principal component analysis (PCA). Observation parameters during the research were clinical symptoms, histological observations and growth performance of Asian sea bass. The research results show that tides, COD and turbidity are parameters that do not comply with water quality standards. The types of phytoplankton consist of 15 species and 4 classes, namely Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacyllariophyceae and Dynophyceae. Observation total vibrio count (TVC) shows that in all water samples it is Log 105 CFU/mL and in snapper organs (gills, liver, kidneys) there are Log 104-105 CFU/g. The results of the research can be concluded that for each zone in Belawan waters there is no difference in the level of pollution between zones in terms of the STORET index (moderately polluted) and the CCME WQI index (marginal) with limiting factors namely COD and turbidity. Belawan waters are in less than suitable condition in August–September for snapper cultivation activities in floating net cages (KJA) characterized by low SR and ADG values. Keywords: Belawan Waters, CCME WQI index, STORET index, principal component analysis (PCA), water quality monitoring ABSTRAK Belawan termasuk kawasan pesisir yang terletak di Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan status kelayakan lokasi kajian jika dikembangkan sebagai lokasi keramba jaring apung (KJA). Penelitian dilaksanakan di perairan laut Belawan, Kota Medan yaitu pada bulan Agustus–September 2022. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Adapun parameter penelitian yang diamati selama penelitian yaitu data hidro oseanografi dan data kualitas air meliputi parameter fisika (konduktivitas, TDS, salinitas, suhu, kecerahan, kekeruhan), parameter kimia (DO, BOD, COD, amonia, pH), parameter biologi (plankton, TVC). Penilaian kualitas perairan menggunakan Indeks STORET, Indeks CCME WQI dan principal component analysis (PCA). Parameter pengamatan saat penelitian yaitu gejala klinis, pengamatan histologi dan kinerja pertumbuhan ikan kakap putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasang surut, COD dan kekeruhan merupakan parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu kualitas air. Adapun jenis fitoplankton terdiri dari 15 spesies dan 4 kelas yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacyllariophyceae dan Dynophyceae. Pengamatan total vibrio count (TVC) menunjukkan bahwa pada seluruh sampel air yaitu Log 105 CFU/mL dan pada organ ikan kakap (insang, hati, ginjal) yaitu Log 104-105 CFU/g. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap zona dalam perairan Belawan tergolong tercemar sedang dan tidak terdapat perbedaan tingkat pencemaran ditinjau dari indeks STORET dan indeks CCME WQI dengan faktor pembatas yaitu COD dan kekeruhan. Berdasarkan hal tersebut, Perairan Belawan dalam kondisi kurang layak untuk kegiatan budidaya ikan kakap di keramba jaring apung (KJA) ditandai dengan nilai SR dan ADG yang rendah. Kata Kunci: indeks CCME WQI, indeks STORET, monitoring kualitas air, Perairan Belawan, principal component analysis (PCA)
Histopathology of liver, kidney, intestine, spleen, and bile of catfish with Jaundice Asrido, Farhan; Nuryati, Sri; Widanarni, Widanarni
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19027/jai.23.2.250-261

Abstract

Jaundice is a disease that can affect catfish, resulting in low or unsalable selling prices. The yellow colour in catfish is associated with tissue/organ disorders, particularly bile or liver function. This study aims to compare the histopathological structure of the liver, kidney, intestine, spleen, and bile of naturally jaundiced catfish and those injected with bacteria associated with jaundice. The study employed the observation method, using three variables: healthy catfish as a control (K), yellow catfish treated with Aeromonas spp. bacteria associated with jaundice (KP), and yellow catfish from the farm (KL). The results of the observation showed that the field scale variable (KL) had a higher level of necrosis damage in each organ compared to the laboratory scale variable (KP). The yellow colour in catfish is caused by disrupted organ tissue, particularly in the bile or liver. This can be observed in the liver, intestines, kidneys, spleen, and bile, where the field variable consistently indicates high levels of necrosis damage, with scores ranging from 1.11 to 2.48. Some of these scores indicate moderate damage, with a necrosis percentage of 40% ≤ P < 60% in the liver, kidneys, and bile organs. Keyword: Clarias sp., histopathology, jaundice, necrosis ABSTRAK Salah satu penyakit yang menyerang ikan lele adalah penyakit kuning atau dikenal juga dengan jaundice, yang dapat mengakibatkan harga jual menjadi rendah atau bahkan tidak dapat dijual. Warna kuning pada ikan lele dikaitkan dengan gangguan jaringan / organ, terutama empedu atau fungsi hati. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan struktur histopatologi organ hati, ginjal, usus, limpa, dan empedu ikan lele yang sakit kuning baik yang alami maupun yang diinjeksi dengan bakteri yang berasosiasi dengan penyakit kuning. Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan tiga variabel yaitu ikan lele sehat sebagai kontrol (K), ikan lele kuning yang diberi perlakuan injeksi dengan bakteri yang berasosiasi dengan penyakit kuning yaiatu bakteri Aeromonas spp. (KP), dan ikan lele kuning yang berasal dari farm (KL). Hasil pengamatan yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel skala lapangan (KL) memiliki tingkat kerusakan nekrosis paling tinggi pada setiap organnya dibandingkan dengan variabel skala laboratorium (KP). Warna kuning pada ikan lele berhubungan dengan terganggunya jaringan organ terutama empedu atau fungsi hati. Terlihat pada organ hati, usus, ginjal, limpa, dan empedu bahwa variabel lapangan selalu mendapatkan skor tingkat kerusakan nekrosis yang tinggi dengan kisaran nilai skoring 1,11-2,48 yang sebagian tergolong kerusakan sedang dengan persentase nekrosis 40% ≤ P<60% pada organ hati, ginjal, dan empedu. Kata kunci: Clarias sp., histopatologi, nekrosis, penyakit kuning

Page 2 of 2 | Total Record : 14


Filter by Year

2024 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 24 No. 2 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 24 No. 1 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 1 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 2 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 1 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 2 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 1 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 2 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 1 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 2 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 1 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 2 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 1 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 2 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 1 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 2 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 2 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 1 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 1 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 2 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 1 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 2 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 1 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 2 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 1 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 2 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 1 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 2 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 1 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 2 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 1 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 2 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 1 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 2 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 1 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 1 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 3 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 2 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 1 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 2 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 1 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia More Issue