cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI)
ISSN : 20874855     EISSN : 26142872     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) merupakan media untuk publikasi tulisan ilmiah dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam bidang hortikultura. Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) terbit tiga kali setahun (April, Agustus, dan Desember).
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia" : 8 Documents clear
Flower Development and Its Implication for Seed Production on Amorphophallus muelleri Blume (Araceae) Edi Santosa; Adolf Pieter Lontoh; Ani Kurniawati; Maryarti Sari; Nobuo Sugiyama
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.06 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.65-74

Abstract

ABSTRACTThere are many studies on agronomic and economic advantages of iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume), leading to high demand on seed to support the rapid production expansion in many Asian countries. By contrast, there are few studies on flowering phenology and flower morphology although they affect the seed production. Therefore, we evaluated flowering phenology and flower morphology of 80 plants of A. muelleri grown in a field under 65% artificial shading net at Leuwikopo Experimental Farm IPB Darmaga, Bogor, Indonesia from May 2015 to July 2016 in order to improve seed production. A. muelleri produced solitary spadix, with female flowers at the lower part and male flowers at the upper part. Spadix grew slowly for 56-71 days after bud break, and then grew rapidly thereafter for 30-35 days until anthesis. Seed was harvested 9.6 to 10.2 months after anthesis. We devided the development of spadix into seven phases, bud break as stage I and berry maturity as stage VII. Stage VI to VII determined seed production. Seed production was also affected by roots formation and spadix size. There were strong positive correlations between lengths of the female zones with berry production. Some morphological characteristics of spadix were dependent on corm size, thus, it was likely that agronomic improvement to enhance female flower and corm sizes wasimportant in seed production.Keywords: developmental stage, female flower, iles-iles, male flower, seed production ABSTRAKTelah banyak kajian keunggulan agronomi dan ekonomi iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume), sehingga mendorong peningkatan permintaan benih untuk mendukung perluasan areal produksi di banyak negara Asia. Namun demikian, kajian fenologi dan morfologi bunga khususnya terkait produksi benih masih terbatas. Oleh karena itu, kami mengkaji perkembangan dan morfologi 80 bunga iles-iles yang ditanam di bawah paranet 65% di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Bogor, Indonesia dari Mei 2015 sampai Juli 2016 dalam rangka perbaikan produksi benih. Iles-iles menghasilkan sebuah tongkol bunga dengan bunga betina pada bagian bawah dan bunga jantan pada bagian atas. Tongkol bunga tumbuh lambat 58-71 hari setelah pecah tunas, diikuti tumbuh cepat 30-35 hari hingga antesis, dan biji dipanen 9.6 sampai 10.2 bulan setelahnya. Perkembangan bunga dari pecah tunas hingga buah matang dapat dibagi menjadi tujuh tahap. Tahap VI ke tahap VII menentukan keberhasilan produksi biji iles-iles. Selain itu, keberhasilan produksi biji juga dipengaruhi oleh keberadaan akar dan ukuran tongkol khususnya panjang bagian bunga betina. Beberapa karakter morfologi bunga iles-iles dipengaruhi oleh ukuran umbi saat tanam. Oleh karena itu, perlu perbaikan agronomis untuk meningkatkan ukuran umbi dan ukuran bunga betina guna mendukung produksi benih.Kata kunci: bunga betina, bunga jantan, iles-iles, produksi benih, tahap pertumbuhan
Induksi Kalus dan Regenerasi Tiga Genotipe Tomat (Solanum lycopersicon L.) melalui Kultur Antera Ratna Ningsih; Bambang S. Purwoko; Muhamad Syukur; Iswari S. Dewi
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.486 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.75-82

Abstract

ABSTRACTThe aims of this research were to evaluate culture ability of 3 tomato genotypes through their androgenic response in callus induction and regeneration media. Completely randomized design with factorial arrangement and 5 replications were used. Treatments consisted of three genotypes (Tora, Ratna and hybrid variety Permata), six callus induction media in the first phase and three genotypes and two regeneration media. The result showed that hybrid variety Permata had the highest anther culture ability then others genotypes. Permata had the highest percentage of callus induction (27%) followed by Tora (14%) and Ratna (12%). The highest percentage of callus induction was shown in DBMI + 5 mg L-1 Kinetin + 2 mg L-1 NAA media (39.7%) followed by DBMII + 1 mg L-1 Kinetin + 2 mg L-1 NAA media (33.0%). Both genotypes and media gave low percentage of shoot induction. The percentage of shoot induction in hybrid variety Permata was 4.2% while in Tora was 2.1% and Ratna was 0%. The percentage of shoot induction in MS + 25 mg L-1 Zeatin was 2.8% while in MS + 1 mg L-1 Zeatin + 0.125 mg L-1 IAA was 1.4%.Keywords: androgenesis, auxin, cytokinine, in vitro, medium, tomato ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya kultur antera tiga genotipe tomat melalui percobaan induksi pembentukan kalus dan regenerasi tunas. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan lima ulangan. Bahan tanam yang digunakan ialah tomat varietas Tora, Ratna dan varietas hibrida Permata. Media yang digunakan adalah 6 media induksi kalus dan 2 media regenerasi tunas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tomat varietas hibrida Permata memiliki daya kultur antera yang lebih baik dibandingkan genotipe lainnya. Permata memiliki persentase jumlah kalus 27% lebih tinggi dibandingkan Tora (14%) dan Ratna (12%). Media yang paling baik menginduksi kalus adalah media DBMI + 5 mg L-1 Kinetin + 2 mg L-1 NAA (39%) dan DBMII + 1 mg L-1 Kinetin + 2 mg L-1 NAA (33%). Baik genotipe maupun media yang digunakan menghasilkan jumlah tunas yang rendah. Persentase induksi tunas varietas hibrida Permata 4.2% lebih tinggi dibandingkan Tora (2.1%) dan Ratna (0%). Persentase induksi tunas media MS + 0.25 mg L-1 Zeatin (2.8%) lebih tinggi dibandingkan media MS + 1 mg L-1 Zeatin + 0.125 mg L-1 IAA (1.4%).Kata kunci: androgenesis, auksin, in vitro, media, sitokinin, tomat
Laju Tumbuh Umbi Tanaman Kentang Varietas Granola dan Supejohn di Dataran Medium dengan Pemulsaan Johannes E. X. Rogi; Hanny S. G. Kembuan; Johan A. Rombang
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.07 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.83-90

Abstract

ABSTRACTResearch on growth rate of two cultivars of potato c.v. Granola and Supejohn at medium altitude using mulching methods was conducted at Paslaten village, Subdistrict of West Langowan, District of Minahasa, North Sulawesi. Research location was at medium altitude of 750 m above sea level. The objectives of this research were to determine growth rate of potato tuber grown at medium altitude and the most suitable mulch. The research was arranged in a randomized complete block design with two treatments and three replications. The first factor was potato cultivars (Granola and Supejohn) and second factor was mulching methods (no mulch, straw mulch and black silver plastic). Research result showed that straw mulch treatment increased growth rate of Granola and Supejohn cultivars 0.87 g plant-1 day-1 and 0.73 g plant-1 day-1, respectively while black silver plastic treatment only increased the growth rate of Granola and Supejohn cultivars 0.70 g plant-1 day-1and 0.59 g plant-1 day-1, respectively. The highest tuber dry weight was achieved by straw mulch. The best treatment was Granola grown in straw mulch. The lowest growth rate occurred at the mulch treatment which were 0.49 g plant-1 day-1 for Granola cultivar and 0.47 g plant-1 day-1 for Supejohn cultivar.Keywords: black silver plastic mulch, dry weight, growth rate, potato, straw mulch    ABSTRAKPenelitian tentang laju tumbuh tanaman kentang dengan 2 (dua) varietas yaitu Granola dan Supejohn di dataran medium dengan menggunakan mulsa dilakukan di Desa Paslaten, Kecamatan Langowan Barat, Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Lokasi penelitian berada di dataran medium dengan elevasi 750 m di atas permukaan laut. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan besarnya laju tumbuh umbi tanaman kentang yang dikembangkan di dataran medium dan jenis mulsa yang paling sesuai. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 (dua) faktor dan 3 (tiga) ulangan yaitu faktor I tanaman kentang (varietas Granola dan Supejohn) dan faktor II yaitu perlakuan mulsa (tanpa mulsa, mulsa jerami dan mulsa plastik hitam perak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mulsa jerami meningkatkan laju tumbuh umbi pada varietas Granola sebesar 0.87 g tanaman-1 hari-1 dan varietas Supejohn sebesar 0.73 g tanaman-1 hari-1. Perlakuan mulsa plastik hitam perak meningkatkan laju tumbuh umbi pada varietas Granola sebesar 0.70 g tanaman-1 hari-1 dan varietas Supejohn 0.59 g tanaman-1 hari-1. Bobot kering umbi tertinggi dicapai oleh mulsa jerami. Perlakuan terbaik ialah varietas Granola yang diberi mulsa jerami. Laju pertumbuhan terendah terdapat pada perlakuan tanpa mulsa sebesar 0.49 g-1 hari-1 untuk kultivar Granola dan 0.47 g-1 hari-1 untuk Supejohn.Kata kunci: bobot kering, kentang, laju tumbuh, mulsa jerami, mulsa plastik hitam perak
Potensi Khamir sebagai Agens Pengendalian Hayati Colletotrichum capsici, Cendawan Penyebab Antraknosa pada Buah Cabai Okky Setyawati Dharmaputra; Lisdar I. Sudirman; Maria M. Misnawati
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.642 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.91-101

Abstract

ABSTRACTAntrachnose on chilli fruit caused by Colletotrichum capsici can reduce yield and quality of chilli fruit. Biological control agent can be used as an alternative to control C. capsici. Yeast is one of biological control agent which is potential to control the pathogen. This study was aimed at testing antagonistic potential of yeast on fruits and vegetables against C. capsici. Twenty two yeast isolates were isolated from banana, rambutan, red chilli, tomato, and eggplant fruits. Screening for antagonistic yeast using well test showed that 5 isolates of yeast (CMM-1, CMM-3, CMM-4, TMM-1, and EMM-11) completely inhibited the growth of C. capsici. Based on the result of biocontrol assay of the pathogen in vivo, four yeast isolates (CMM-3, CMM-4, TMM-1, and EMM-11) completely inhibited C. capsici in vivo. Identification using morphological and molecular characteristics showed that these four yeast isolates were Issatchenkia orientalis.Keywords: antagonistic yeast, antrachnose, biocontrol, Issatchenkia orientalis ABSTRAK Antraknosa pada buah cabai yang disebabkan oleh Colletotrichum capsici dapat menyebabkan penurunan produksi dan kualitas buah cabai. Penggunaan agens pengendalian hayati dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengendalikan C. capsici. Khamir merupakan salah satu agens pengendalian hayati yang berpotensi mengendalikan C. capsici. Penelitian ini bertujuan menguji potensi antagonistik khamir pada buah-buahan dan sayuran terhadap C. capsici. Sebanyak 22 isolat khamir diisolasi dari buah rambutan, pisang, cabai merah besar, tomat, dan terung ungu. Seleksi khamir antagonis menggunakan uji sumur diperoleh sebanyak 5 isolat khamir, yaitu isolat CMM-1, CMM-3, CMM-4, TMM-1, dan EMM-11 menghambat total pertumbuhan C. capsici. Isolat CMM-3, CMM-4, TMM-1, dan EMM-11 menghambat total pertumbuhan C. capsici in vivo. Berdasarkan hasil identifikasi secara morfologi dan molekuler, isolat CMM-3, CMM-4, TMM-1, dan EMM-11 adalah Issatchenkia orientalis.Kata kunci: antraknosa, Issatchenkia orientalis, khamir antagonis, pengendalian hayati
Evaluasi Keragaman Genetik Mutan Harapan Generasi MV1 Jeruk Keprok SoE (Citrus reticulata Blanco) Berdasarkan Penanda Morfologi dan ISSR Indriati Husain; Agus Purwito; Ali Husni; Kikin H. Mutaqin; Slamet Susanto
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.675 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.102-110

Abstract

ABSTRACTMandarin’s SoE is national variety originated from Mount of Mutis, Sub District of SoE, of Timur Tengah Selatan (TTS) District, East Nusa Tenggara (NTT). The genetic diversity of citrus can be induced by gamma ray irradiation on embryogenic callus cells thus producing new mutants. Genetic diversity detection can be based on morphological and ISSR markers. The aim of this research was to obtain information on the genetic diversity on putative mutants mandarin SoE induced by gamma ray irradiation based on morphology and markers ISSR. ISSR markers used are ISSR 1, 4, 6 and 8. Analysis of morphological diversity produced a dendrogram with the level of similarity between individuals each irradiation dose 83-95% with 5-17% genetic distance. Dendrogram analysis based on the genetic diversity ISSR markers showed high levels of 51-100% similarity and genetic distance 0-49%. Individuals samples obtained from gamma irradiation, based both morphological and ISSR markers, was different from individual's genetic make up before irradiation.Keywords: cluster, gamma ray, genetic distance, genetic diversitys, similarity ABSTRAKJeruk keprok SoE adalah jeruk varietas unggul nasional yang berasal dari Pegunungan Mutis, Kecamatan SoE, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Keragaman genetik jeruk ini dapat diinduksi dengan iradiasi sinar gamma pada sel-sel kalus embriogenik untuk menghasilkan mutan yang solid. Deteksi keragaman genetik yang terbentuk dapat dilakukan secara morfologi maupun molekuler dengan marka ISSR. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai keragaman genetik yang terjadi pada mutan harapan jeruk keprok SoE hasil iradiasi sinar gamma berdasarkan morfologi dan marka ISSR. Marka ISSR yang digunakan adalah ISSR 1, 4, 6 dan 8 pada beberapa mutan harapan jeruk keprok SoE. Analisis keragaman secara morfologi menghasilkan dendrogram dengan tingkat kemiripan antar individu masing-masing dosis iradiasi 83-95% dengan jarak genetik 5-17%. Dendrogram analisis keragaman genetik berdasar marka ISSR memperlihatkan tingkat kemiripan 51-100% dan jarak genetik 0-49%. Individu-individu sampel yang diuji hasil iradiasi gamma, baik secara morfologi dan marka ISSR, telah memiliki susunan genetik yang berbeda dari susunan genetik individu sebelum diiradiasi.Kata kunci: grup, jarak genetik, kemiripan, keragaman, sinar gamma
Degreening Buah Jeruk Siam (Citrus nobilis) pada Beberapa Konsentrasi dan Durasi Pemaparan Etilen Nian Rimayanti H.; Roedhy Poerwanto; Ketty Suketi
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.836 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.111-120

Abstract

ABSTRACTSiam tangerine peel is green when harvested. Degreening technology by ethylene can improve the citrus peel color becomes uniformly orange. Degreening is a process to break down green pigment (chlorophyll) on citrus peel chemically and form the orange color (carotene) without affecting internal quality of fruit. The purpose of this research was to determine the effect of ethylene concentration and ethylene exposure duration to bring out the color on Siam tangerine from Banyuwangi. Ethylene 0, 100, 200 ppm was injected into the box containing 2.8 kg citrus and was exposed to the cooling chamber with a temperature 18 0C for 24 hours ethylene + 48 hours without ethylene, 48 hours ethylene + 24 hour without ethylene and 72 hours ethylene. Ethylene exposure was conducted using multiple shots method. After exposure, tangerines were put at room temperature condition. Observations were conducted every two days: (a) non-destructive observation conducted using color reader to determine the color changes; (b) destructive observations for measuring chlorophyll and carotenoids content and physico-chemical changes i.e. the hardness, soluble solid content, titratable acidity and vitamin C. The results showed that the best combination was 200 ppm ethylene concentration for 48 hours ethylene exposure. This degreening technique altered the Citrus Colour Index (CCI) value from -1.60 to be 6.50, changed the tangerines into a bright orange. Degreening did not give negative impact on internal quality.Key words: carotenoid, chlorophyll, citrus color index, cooling chamber, tropical citrus         ABSTRAKWarna kulit buah jeruk siam saat dipanen umumnya hijau. Teknologi degreening menggunakan gas etilen dapat memperbaiki warna kulit jeruk tropika menjadi jingga. Degreening merupakan proses perombakan pigmen hijau (klorofil) pada kulit jeruk secara kimiawi dan membentuk warna jingga (karotenoid) tanpa mempengaruhi kualitas internal buah. Penelitian bertujuan mengkaji pengaruh konsentrasi dan durasi pemaparan etilen untuk menstimulasi pigmen jingga dan pengaruhnya terhadap sifat fisikokimia jeruk siam Banyuwangi. Degreening jeruk menggunakan etilen 0, 100, dan 200 ppm diinjeksikan ke dalam box degreening yang berisi jeruk 2.8 kg dan dipaparkan pada cooling chamber dengan suhu 18 0C selama 24, 48, dan 72 jam. Pengamatan dilakukan setiap dua hari: (a) pengamatan non-destruktif dengan menggunakan color reader untuk mengetahui perubahan warna; (b) pengamatan destruktif dengan mengukur kekerasan, kandungan klorofil dan karotenoid, Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT) dan vitamin C untuk mengetahui perubahan fisikokimia jeruk. Hasil penelitian menunjukkan perubahan warna kulit buah mulai terjadi pada hari ke 4 setelah perlakuan degreening. Konsentrasi etilen terbaik adalah 200 ppm dengan durasi pemaparan 48 jam yaitu dapat meningkatkan kualitas warna buah jeruk siam dari hijau menjadi jingga kekuningan dan mampu mengubah nilai Citrus Colour Index (CCI) dari -1.60 (hijau) menjadi 6.50 (jingga kekuningan), tanpa pengaruh negatif terhadap kualitas fisikokimia buah.Kata kunci: cooling chamber, citrus color index, jeruk tropika, karotenoid, klorofil
Karakterisasi Tingkat Produksi Duku Berbasis Pewilayahan Hujan di Provinsi Jambi Fendy Arifianto; Yonny Koesmaryono; Impron .
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.503 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.121-128

Abstract

ABSTRACTDuku (Lansium domesticum Corr) is one of tropical fruits and of high economic value. The Jambi provincial government works to maintain and develop duku production through improvement of cultivation and expansion. The supporting factor for success of duku production was the weather especially precipitation. This study was conducted to obtain precipitation characteristics on land suitability of duku productivity in Jambi Province. The results showed that the rainfall pattern in Jambi province had five characters in which the annual precipitation 2583 kg tree-1yr-1. The average of duku productivity in rainfall pattern I dan II was 269 kg tree-1yr-1, and the other result outside rinfall pattern I and II had the average productivity 370 kg tree-1 yr-1. Key words: duku, Jambi Province,land suitability, precipitation, productivity ABSTRAK Duku (Lansium domesticum Corr) merupakan salah satu buah tropis yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi berupaya untuk mempertahankan dan mengembangkan produksi duku melalui perbaikan budidaya tanaman dan perluasan lahan. Faktor yang menjadi pendukung terhadap keberhasilan produksi suatu tanaman adalah faktor iklim terutama curah hujan dan suhu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik curah hujan wilayah untuk kesesuaian lahan tanaman duku di Provinsi Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola curah hujan wilayah di Provinsi Jambi memiliki lima pola dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2583 mm tahun-1. Rata-rata produksi duku di wilayah yang berpola hujan I dan II 269 kg pohon-1 tahun-1, sedangkan daerah yang diluar pola tersebut memiliki rata-rata produktivitas sebesar 370 kg pohon-1tahun-1.Kata kunci: duku, kesesuaian lahan, presipitasi, produktivitas, Provinsi Jambi
Peningkatan Produksi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Pada Berbagai Macam Pola Tanam dengan Jagung (Zea mays) Wisnu Eko Murdiono; Ellis Nihayati; Sitawati .; Nur Azizah
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.801 KB) | DOI: 10.29244/jhi.7.2.129-137

Abstract

ABSTRACT Temulawak is one of Indonesia’s indigenous plant which is rarely cultivated by farmers because it has a long harvest time and wide plant spacing. Intercropping temulawak with maize is expected to attract farmers to cultivate temulawak intensively. This research was aimed at obtaining the most advantageous growth and yield of temulawak (Curcuma xanthorrhiza) in different planting patterns with maize (Zea mays). This research was conducted at the Faculty of Agriculture Brawijaya University experimental farm in Jatikerto, Malang, from December 2014 to June 2015. Experimental design was completely randomized block design with four replication and 6 treatments : T1 (strip cropping, cropping simultaneously), T2 (row cropping, cropping simultaneously), T3 (strip relay cropping, planting 1 month before the maize), T4 (row relay cropping, planting 1 month before the maize), T5 (strip relay cropping, planting 1 month after the maize), T6 (row relay cropping, planting 1 month after the maize). The growth and yield of temulawak were significantly affected by planting pattern and planting time of maize. Generally, earlier and simultaneously planted temulawak had higher growth and yield. Row cropping is the best planting pattern of turmeric combined with maize which produce 4.05 ton ha-1 fresh rhizome weight.Keywords : intercropping, maize, planting pattern, planting time, turmeric  ABSTRAK Waktu panen yang lama serta jarak tanam yang lebar menyebabkan kurangnya minat petani untuk menanam temulawak sebagai tanaman utama. Salah satu solusi yang diharapkan untuk menarik minat petani dalam membudidayakan temulawak adalah dengan pola tanam tumpang sari dengan tanaman pangan. Jagung umumnya memiliki waktu panen relatif lebih singkat dan jarak tanam relatif sempit sehingga potensial untuk ditumpangsarikan dengan temulawak. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan pola tanam yang memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik bagi temulawak pada beberapa pola tanam tumpangsari dengan jagung. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya yang berlokasi di Desa Jatikerto, Malang pada bulan Desember 2014 sampai Juni 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang diulang sebanyak 4 kali, dengan 6 perlakuan pola tanam sebagai berikut: T1 (strip cropping, ditanam bersamaan), T2 (pola row cropping, ditanam bersamaan), T3 (strip relay temulawak - jagung), T4 (row relay temulawak - jagung), T5 (strip relay jagung - temulawak), T6 (row relay jagung - temulawak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pola tanam pada sistem tumpangsari temulawak dan jagung memberikan pengaruh yang berbeda bagi pertumbuhan dan hasil temulawak. Temulawak yang ditanam lebih awal memiliki nilai rata-rata pertumbuhan dan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan temulawak yang ditanam setelah jagung. Pola tanam row cropping memberikan hasil rimpang temulawak tertinggi pada berbagai macam pola tanam dengan jagung yang mencapai 4.05 ton ha-1.Kata kunci: jagung, pola tanam, produksi, temulawak, tumpangsari

Page 1 of 1 | Total Record : 8


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol. 16 No. 2 (2025): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 16 No. 1 (2025): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 15 No. 3 (2024): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 15 No. 2 (2024): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 15 No. 1 (2024): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 14 No. 3 (2023): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 14 No. 2 (2023): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 14 No. 1 (2023): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 13 No. 3 (2022): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 13 No. 2 (2022): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 13 No. 1 (2022): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 12 No. 3 (2021): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 12 No. 2 (2021): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 12 No. 1 (2021): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 11 No. 3 (2020): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 11 No. 2 (2020): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 11 No. 1 (2020): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 10 No. 3 (2019): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 10 No. 2 (2019): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 10 No. 1 (2019): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 9 No. 3 (2018): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 9 No. 2 (2018): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 9 No. 1 (2018): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 8 No. 3 (2017): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 8 No. 2 (2017): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 8 No. 1 (2017): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 3 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 2 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 7 No. 1 (2016): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 6 No. 3 (2015): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 6 No. 2 (2015): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 6 No. 1 (2015): Jurnal Hortikultura Indonesia Pedoman Penulisan Artikel Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 5 No. 3 (2014): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 5 No. 2 (2014): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 5 No. 1 (2014): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 4 No. 3 (2013): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 4 No. 2 (2013): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 4 No. 1 (2013): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 3 No. 1 (2012): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 2 No. 1 (2011): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 1 No. 2 (2010): Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 1 No. 1 (2010): Jurnal Hortikultura Indonesia More Issue