cover
Contact Name
Nur Sahid
Contact Email
pengabdianseni@isi.ac.id
Phone
+6289649387947
Journal Mail Official
pengabdianseni@isi.ac.id
Editorial Address
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Seni Indonesia Yogyakarta Gedung Concert Hall ISI Yogyakarta Jalan Parangtritis KM. 6,5 Yogyakarta 55188 email: pengabdianseni@isi.ac.id HP/WA +62 818-270-415 atau +62 896-4938-7947
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Pengabdian Seni
ISSN : -     EISSN : 27744787     DOI : https://doi.org/10.24821/jps.v2i1
Jurnal Pengabdian Seni merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Dipublikasikan kali pertama pada tahun 2020, Jurnal Pengabdian Seni adalah jurnal hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan artikel yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya baik secara online maupun cetak. Jurnal Pengabdian Seni memiliki versi online dan cetak dengan jadwal publikasi dua kali setiap tahunnya yakni Mei dan November. Aim dan Scope jurnal ini adalah bidang Seni dan budaya.
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025" : 8 Documents clear
Pendampingan Kreatif Karnaval Budaya 20 Desa di Borobudur pada Perhelatan G20 Cultural Ministers Meeting Murniati, Awis Citra
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.14105

Abstract

Masyarakat di sekitar situs Candi Borobudur merupakan masyarakat yang berbasis pada sejarah dan seni budaya, namun mereka lebih memilih meningkatkan perekonomian karena Borobudur adalah kawasan yang ramai didatangi wisatawan. Pada tahun 2022, perhelatan G20 Cultural Ministers Meeting diselenggarakan di kawasan Candi Borobudur yang melibatkan warga di 20 desa sekitar dalam satu program kegiatan, yaitu Karnaval Budaya. Diperlukan pendampingan proses kreatif oleh seniman profesional kepada masyarakat yang berpartisipasi dengan tujuan untuk memberikan dampak positif kepada pola pikir warga agar mendapatkan keseimbangan antara mengembangkan potensi kebudayaan lokal dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Pendampingan dilakukan dengan pendekatan Community-Based Development (CBD) oleh seniman profesional, yaitu melatih koreografi karnaval oleh para koreografer, membantu memilih potensi lokal untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar kostum karnaval oleh para desainer, dan memberikan pengetahuan teknis dalam membangun seni instalasi oleh para seniman patung. Keterlibatan masyarakat desa dalam kegiatan ini mencakup pengelolaan sumber daya lokal desa untuk diolah secara kreatif menjadi sajian pertunjukan yang dapat dinikmati oleh audiens dan para pelakunya sendiri. Hasil pendampingan ini disajikan dalam bentuk karnaval budaya dari keterlibatan 2.000 masyarakat desa yang sudah mendapatkan manfaat dari proses kreatif. Karnaval Budaya G20 Indonesia 2022 ini menjadi salah satu strategi efektif dalam melestarikan warisan budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. The community around the Borobudur Temple site has deep roots in history and cultural arts. However, due to the area's popularity as a tourist destination, residents tend to prioritize economic advancement. In 2022, the G20 Cultural Ministers Meeting was held in the Borobudur area, involving residents from 20 nearby villages in a collaborative event: the Cultural Carnival. To support the participating communities, professional artists provided creative facilitation aimed at positively shaping local mindsets and encouraging a balance between cultural development and daily livelihood needs. This facilitation was conducted using a Community-Based Development (CBD) approach, including carnival choreography training by choreographers, assistance in identifying local materials for costume design by designers, and technical instruction in constructing installation art by sculptors. Village community involvement included managing local resources and transforming them into creative performance elements that could be appreciated by both the audience and the participants themselves. The result of this collaboration was a large-scale cultural carnival involving 2,000 villagers who benefited from the creative process. The 2022 G20 Indonesia Cultural Carnival serves as an effective strategy for preserving cultural heritage while enhancing the welfare of rural communities.
Pelatihan Sendratari “Talang Paten” dan Perancangan Motif Batik “Rahayuning Satmaka” sebagai Ikon Budaya di Caturharjo, Sleman, Yogyakarta Wulandari, Tri; Zulaeliah, Ella
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.15073

Abstract

Perspektif budaya masyarakat dan kelompok seni di Desa Caturharjo masih sangat kental dengan budaya Jawa. Masih banyak beberapa kelompok seni yang mempertahankan pakem tradisional dan belum mengembangkan dengan penyajian seni yang kreatif dan unik. Permasalahan utama  yang dihadapi oleh kelompok seni di Desa Caturharjo adalah belum memiliki tari kreasi baru dan motif batik yang menjadi ikon budaya Desa Caturharjo. Oleh karena itu, perlu pengembangan desain motif batik yang mengusung potensi budaya khas Desa Caturharjo melalui Program Pembinaan dan Pengembangan Wilayah Seni (P3Wilsen) dari ISI Yogyakarta. Tujuan pengabdian seni melalui P3Wilse ini adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan kreasi dalam penggarapan seni tari kreasi baru dan pengembangan desain motif batik yang memuat keunggulan nilai estetis dan filosofis khas Desa Caturharjo. Metode pelaksanaan yang diterapkan dalam kegiatan P3Wilse ini ialah menggunakan metode diskusi, metode ceramah, metode tanya jawab, metode eksperimen, dan metode praktik.  Hasil garapan kedua karya seni sendratari “Talang Paten” dan motif batik  “Rahayuning Satmaka” diharapkan tidak hanya sebatas ikon budaya, namun juga dikembangkan agenda rutin pementasan karya seni dan gelar produk budaya yang berkelanjutan. Ikon budaya khas dapat menjadi komoditas seni yang dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan pelaku seni  budaya. The cultural perspective of the community and art groups in Caturharjo Village is still very thick with Javanese culture. There are still many art groups that maintain traditional principles and have not developed creative and unique art presentations. The main problem faced by art groups in Caturharjo Village is that they do not yet have new dance creations and batik motifs that have become cultural icons of Caturharjo Village. Therefore, it is necessary to develop batik motif designs that carry the distinctive cultural potential of Caturharjo Village through the Arts Area Development and Development Programme/ Program Pembinaan dan Pengembangan Wilayah Seni (P3WILSEN) from ISI Yogyakarta. The purpose of this art service through P3WILSEN is to increase knowledge, skills, innovation, and creation in the preparation of new creation dance art and the development of batik motif designs that contain the advantages of aesthetic and philosophical values typical of Caturharjo Village. The implementation method applied in this P3WILSEN activity is to use the discussion method, lecture method, question and answer method, experimental method, and practical method. The results of the two works of art of the dance ballet ‘Talang Paten’ and the batik motif ‘Rahayuning Satmaka’ are expected not only to be limited to cultural icons but also to develop a routine agenda for staging artworks and sustainable cultural product titles. Typical cultural icons can become art commodities that can increase the economic income of the community and cultural artists.
Pengarsipan Jejak Film Eksperimental Indonesia melalui Website berbasis Edutech : Studi Kasus Komunitas Ruang Film & Experimental Wiwid Sintowoko, Dyah Ayu; Ersyad, Firdaus Azwar; Azhar, Hanif
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.14466

Abstract

Pengarsipan film khususnya eksperimental sangat perlu dilakukan untuk jejak sejarah sinema Indonesia. Website ini dirancang untuk mendukung literasi akademisi khususnya pengajar film eksperimental yang saat ini sudah mulai dilakukan sejak tahun 2023 di Bandung. Ruang Film & Experimental melakukan benchamark pengarsipan di Arkipel dan Sinematek untuk melihat jejak arsip sinema Indonesia. Metode yang digunakan adalah observasi partisipatif dengan melihat 2.750 film seluloid dan ribuan film lain dalam format pita analog, pita magnetik, dan format digital dengan genre film baik cerita maupun film noncerita (dokumenter). Kegiatan pemberdayaan ekosistem perfilman juga dilakukan di Arkipel, Forum Lenteng, dan Cinelogue dari Jerman untuk melihat lanskap produksi film alternatif. Hasil kegiatan ini menghasilkan empat pokok untuk pemberdayaan Ruang Film & Experimental khususnya di bidang edukasi, yaitu  (1) international benchmark bersama Cinelogue. Cinelogue merupakan bagian dari jaringan global praktisi dan akademisi film dan seni visual yang menggunakan sinema sebagai promosi budaya dan film eksperimental; (2) benchmark pengarsipan secara digital yang sudah dilakukan dengan Arkipel; (3) benchmark edukasi sejarah sinema Indonesia melalui arsip analog Sinematek; dan (4) diseminasi secara internasional. Kegiatan selanjutnya adalah pengadaan kompetisi festival film eksperimental skala nasional untuk mencapai tujuan sinema inklusif. Archiving films—especially experimental works—is essential to preserving the historical trajectory of Indonesian cinema. This website was developed to support academic literacy, particularly for educators of experimental film, a field emerging in Bandung since 2023. Ruang Film & Experimental conducted benchmarking activities with Arkipel and Sinematek to trace the archival footprint of Indonesian cinema by employing participatory observation to analyze 2,750 celluloid films and thousands more in analog tape, magnetic tape, and digital formats, covering both fiction and non-fiction genres. Film ecosystem development efforts were also carried out at Arkipel, Forum Lenteng, and Germany’s Cinelogue to examine the landscape of alternative film production. These activities resulted in four key strategies to empower Ruang Film & Experimental in education: international benchmarking with Cinelogue, collaboration with Arkipel on digital archiving, educational benchmarking through Sinematek’s analog archives, and international dissemination of experimental film practices. The next phase involves organizing a national experimental film festival competition to advance the goal of fostering inclusive cinema.
Branding Kampung Samin, Margomulyo, Bojonegoro sebagai Desa Wisata Berbasis Budaya Wardoyo, Sugeng; Warsono, Warsono; Salamah, Masning
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.15148

Abstract

Kampung Samin, sebagai salah satu warisan budaya tak benda, keberadaannya perlu dilestarikan sebagai bentuk identitas dan warisan dari suatu adat kebudayaan di masyarakat. Salah satu bentuk pelestarian adat budaya masyarakat Samin adalah dengan melakukan pendampingan berupa pengabdian kepada masyarakat Samin melalui branding kampung Samin di Desa Margomulyo, Bojonegoro sebagai desa wisata berbasis budaya. Pelaksanaan kegiatan ini penting karena komunitas masyarakat Samin memiliki semangat dan keinginan kuat serta didukung dengan potensi wisata baik seni maupun alam, namun belum mempunyai penataan yang baik dan minimnya pengetahuan bidang seni. Peningkatan desa wisata berbasis budaya di Desa Margomulyo terdiri dari tiga kegiatan: (1) pelatihan tari di SDN Margomulyo II dengan materi pengenalan gerak dasar dan komposisi, (2) pelatihan batik kontemporer dengan materi pemanfaatan limbah kertas untuk cap batik, dan (3) pelatihan pembuatan film pendek di SMKN Margomulyo dengan materi naskah, editing, dan produksi. Metode yang dipakai menyinergikan peran aktif warga Desa Margomulyo, dengan ceramah, eksperimen, dan praktik. Pelatihan ini dilakukan selama satu bulan dari 29 Juli s.d. 30 Agustus 2024. Hasil dari kegiatan pengabdian ini terwujud karya seni meliputi karya tari ”Batok Abirama”, motif batik Madu Sari, tiga film pendek fiksi dengan judul ”Bias Asa”, ”Cahaya di Balik Luka”, dan ”Curi”. Peningkatan keterampilan seni tari, teater, batik, dan produksi film ini tersaji dalam acara gelar karya Gumregah Obor Sewu di Balai Budaya Samin Margomulyo. Samin Village as one of the intangible cultural heritages, its existence needs to be preserved as a form of identity and heritage of a cultural tradition in the community. One form of preserving the cultural tradition of the Samin community is by providing assistance in the form of community service to the Samin community through branding the Samin village in Margomulyo Village, Bojonegoro as a cultural-based tourism village. The implementation of this activity is important because the Samin community has enthusiasm, a strong desire and is supported by tourism potential, both art and nature, but does not yet have good management and minimal knowledge in the field of art. The development of a cultural-based tourism village in Margomulyo Village consists of three activities: (1) dance training at SDN Margomulyo II with material on introducing basic movements and composition, (2) contemporary batik training with material on utilizing waste paper for batik stamps, (3) short film making training at SMKN Margomulyo with material on scripts, editing and production. The method used synergizes the active role of Margomulyo villagers, with lectures, experiments and practices. This training was conducted for one month from July 29 to August 30, 2024. The results of this community service activity were realized in the form of works of art including: the dance work "Batok Abirama", Madu Sari batik motifs, three short fictional films entitled "Bias Asa", "Cahaya dibalik Luka", "Curi". The improvement of dance, theater, batik, and film production skills was presented in the Gumregah Obor Sewu work exhibition event at the Samin Margomulyo cultural hall.
Pewarisan Musik Tradisi Sampelong Bentuk Ensambel kepada Siswa SMA Negeri 1 Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota Hakim, Uswatul; Hadi, Harisnal; Armez Hidayat, Hengki
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.14228

Abstract

Sampelong adalah alat musik tiup tradisional Minangkabau yang berasal dari Nagari Talang Maua, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Sampelong terbuat dari bambu berjenis talang dimainkan bersama lirik sastra lisan yang sarat akan pesan. Sebagai alat musik tua di Minangkabau dengan ditandai pengaruh Hindu-Budha pada intervalnya, harusnya sampelong lebih dihargai oleh generasi penerus sebagai bukti kemajuan kebudayaan masyarakat Lima Puluh Kota. Tukang sampelong dan pendendangnya tidak lagi menggunakan sampelong sebagai suatu kegiatan ritual magis, melainkan sebagai kesenian yang berorientasi artistik, musikal, dan pertunjukan. Program Kemitraan Masyarakat (PKM) ini merupakan program pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk pelatihan pengembangan kesenian tradisional sampelong dengan objek generasi muda. Generasi muda yang diberi sistem pewarisan dan pelatihan adalah siswa-siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Payakumbuh, Kabupaten 50 Kota. Metode yang digunakan adalah pelatihan kepada 30 orang yang terdiri dari guru dan siswa dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan luaran kekaryaan. Metode pelatihan meliputi ceramah, demonstrasi, tanya jawab, dan evaluasi yang komprehensif. Hasil kegiatan pengabdian ini meningkatkan pemahaman pengetahuan dan siswa diberikan bentuk inovasi berupa komposisi ensambel sampelong sebagai sebuah seni pertunjukan. Hasil pengabdian menunjukkan antusias peserta kerja sama berbagai pihak. Sampelong is a traditional Minangkabau wind instrument originating from Nagari Talang Maua in Lima Puluh Kota Regency, West Sumatra. Made from bamboo, the sampelong is typically performed alongside oral literature rich in cultural messages. As one of Minangkabau’s oldest musical instruments—its tonal intervals bearing influences from Hindu-Buddhist traditions—it deserves greater appreciation from younger generations as a symbol of the region’s cultural advancement. Today, sampelong makers and performers no longer treat the instrument as part of mystical rituals, but rather as an art form focused on aesthetics, music, and performance. This Community Partnership Program (PKM) was designed as a community engagement initiative to revitalize sampelong through targeted training for youth. The beneficiaries were students and teachers from SMA Negeri 1 Payakumbuh in Lima Puluh Kota Regency. The training involved 30 participants and followed a structured process of planning, implementation, evaluation, and artistic output. Methods used included lectures, demonstrations, discussions, and comprehensive evaluations. The program successfully enhanced participants’ knowledge and introduced a new innovation: the creation of a sampelong ensemble composition as a form of performing art. The initiative also received enthusiastic collaboration and support from various stakeholders.
The Application of Media Convergence for the Promotion and Socialization of Potentials and MSMEs in Hargowilis Village, Kulon Progo Astuti, Ch. Aprilina Dwi; Wahyudin, Ade; Kristiadi, David; Utari, Tituk; Widirahayu, Margareth Dyah Anggraini
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.14543

Abstract

This community service project, titled "The Application of Media Convergence for the Promotion and Socialization of Potential and MSMEs in Hargowilis Village, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta," aims to address challenges in digital marketing and the promotion of local tourism and micro, small, and medium enterprises (MSMEs), particularly the Gendhis Jawi coconut sugar business. Conducted over five days, the training involved twenty participants—including MSME managers and village officials—who received guidance in website development, e-commerce marketing, and audiovisual content creation. Facilitated by lecturers and students from Sekolah Tinggi Multi Media “MMTC” Yogyakarta, the program successfully produced a functional website for Gendhis Jawi and a promotional documentary video. Participants were also awarded certificates of competency. These outcomes are expected to enhance the digital visibility of Hargowilis Village, facilitating more effective promotion of its tourism assets and local products. The initiative underscores the vital role of media convergence in advancing rural economic development through digital empowerment and community-driven promotional strategies. Proyek pengabdian kepada masyarakat berjudul “Penerapan Konvergensi Media untuk Promosi dan Sosialisasi Potensi serta UMKM di Desa Hargowilis, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta” bertujuan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi desa dalam pemasaran digital dan promosi potensi pariwisata serta UMKM-nya, khususnya usaha gula kelapa Gendhis Jawi. Selama lima hari pelatihan, sebanyak 20 peserta, termasuk pengelola UMKM lokal dan perangkat desa, mendapatkan bimbingan dalam pengembangan situs web, pemasaran e-commerce, dan pembuatan konten audiovisual. Pelatihan ini dipandu oleh dosen dan mahasiswa dari Sekolah Tinggi Multi Media "MMTC" Yogyakarta dan menghasilkan sebuah situs web fungsional untuk Gendhis Jawi serta sebuah video dokumenter promosi. Selain itu, program ini juga memberikan sertifikat kompetensi kepada para peserta sebagai pengakuan atas keterampilan yang diperoleh. Hasil dari program ini diharapkan dapat meningkatkan kehadiran digital Desa Hargowilis, sehingga promosi potensi pariwisata dan produk UMKM desa dapat dilakukan secara lebih efektif. Proyek ini menegaskan peran penting konvergensi media dalam mendukung pengembangan ekonomi pedesaan melalui penerapan teknologi digital modern dan pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengelola strategi promosi mereka secara mandiri.
Pelatihan Karawitan di Paguyuban Laras Budoyo Makmur Desa Sukomakmur, Kajoran, Magelang Supeno, M. Yoga; Wijaya, Adi
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.14602

Abstract

Artikel ini mengkaji implementasi program penyuluhan seni karawitan di Paguyuban "Laras Budoyo Makmur", Desa Sukomakmur, Kajoran, Magelang. Tujuan pengabdian adalah memaparkan metode program penyuluhan dalam meningkatkan kualitas permainan gamelan dan pemahaman gending gaya Yogyakarta dan Surakarta. Metode pelaksanaan dilakukan melalui pendekatan secara personal baik itu secara ceramah, tanya jawab, diskusi, maupun eksplorasi. Program penyuluhan diikuti oleh lebih dari 25 anggota paguyuban dengan total pertemuan sebanyak 12 kali dalam jangka waktu satu bulan. Hasil pengabdian menunjukkan bahwa program penyuluhan berhasil meningkatkan kemampuan teknis dan pemahaman teoretis anggota paguyuban terhadap seni karawitan. Melalui evaluasi pada akhir pelatihan, anggota telah berhasil menabuh sesuai dengan tata cara permainan masing–masing gaya gending. Pengabdian ini memberikan kontribusi terhadap model pengembangan seni tradisional berbasis masyarakat. This article examines the implementation of a karawitan (traditional Javanese music) outreach program at the “Laras Budoyo Makmur” Association in Sukomakmur Village, Kajoran District, Magelang Regency. The program aimed to improve the quality of gamelan performance and deepen participants’ understanding of Yogyakarta and Surakarta-style gending (musical compositions). The program was conducted using a personalized approach through lectures, Q&A sessions, discussions, and exploratory practices. It was attended by over 25 members of the association, with 12 sessions held over the course of one month. The results indicate that the program significantly enhanced both the technical skills and theoretical knowledge of participants. Evaluation at the end of the training showed that members were able to perform according to the stylistic conventions of each gending tradition. This initiative contributes to the development of a community-based model for the preservation and growth of traditional arts.
Penyuluhan Hak Cipta dalam Mengoptimalkan Eksklusivitas Desain Kemasan Produk Pertanian di Sanggar Rojolele, Delanggu, Klaten Atiyatunnajah, Megawati; Nilnarohmah, Nilnarohmah; Marselia, Viona
Jurnal Pengabdian Seni Vol 6, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jps.v6i1.15076

Abstract

Sanggar Rojolele terletak di Desa Delanggu, Kabupaten Klaten dan dikelola oleh kelompok petani muda.  Produk yang dihasilkannya berupa sumber pertanian menjadikan Delanggu terkenal sebagai penghasil beras rojolele. Beras sebagai bahan baku pokok dapat diolah menjadi karak beras yang merupakan makanan tradisional. Dalam pengemasan hasil pertanian dibutuhkan desain kemasan yang menarik. Pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai hak cipta dalam konteks desain kemasan produk pertanian. Metode pengabdian yang digunakan adalah penyuluhan langsung kepada para pelaku usaha dan desainer lokal dengan pendekatan partisipatif, yang melibatkan diskusi interaktif dan studi kasus. Hasil kegiatan ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam wawasan peserta tentang pentingnya hak cipta sebagai alat perlindungan hukum untuk desain kemasan mereka, serta bagaimana hal tersebut dapat mengoptimalkan eksklusivitas produk di pasar. Peserta juga mendapatkan alur tentang prosedur pendaftaran hak cipta dan manfaat ekonomis dari perlindungan hukum tersebut. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlunya pengembangan program penyuluhan berkelanjutan yang melibatkan kerja sama antara pemerintah daerah, lembaga pendidikan tinggi, dan komunitas lokal untuk memastikan bahwa informasi mengenai hak cipta terus diperbarui dan disebarluaskan secara efektif kepada masyarakat luas. Harapannya dapat tercipta ekonomi kreatif yang tinggi di sektor pertanian Desa Delanggu. Sanggar Rojolele is located in Delanggu Village, Klaten Regency, and is managed by a group of young farmers. The village is well-known as a producer of Rojolele rice, a staple commodity that can also be processed into karak—a traditional rice-based snack. In marketing these agricultural products, appealing packaging design plays a vital role. This community engagement project aimed to enhance public understanding and awareness of copyright in the context of agricultural product packaging design. The method employed was direct outreach and counseling for local entrepreneurs and designers, using a participatory approach that included interactive discussions and case studies. The outcomes indicated a significant improvement in participants’ knowledge regarding the importance of copyright as a legal tool for protecting packaging designs and its role in optimizing product exclusivity in the marketplace. Participants also gained practical insights into copyright registration procedures and the economic advantages of such legal protection. The study recommends developing a sustainable copyright outreach program through collaboration between local government, higher education institutions, and community organizations, to ensure continuous dissemination and updating of copyright knowledge. The ultimate goal is to foster a strong creative economy within the agricultural sector of Delanggu Village.

Page 1 of 1 | Total Record : 8