cover
Contact Name
Syahrul Ibad
Contact Email
sinbad.sit@gmail.com
Phone
+6285235585360
Journal Mail Official
hukmy@ibrahimy.ac.id
Editorial Address
Jl. KHR. Syamsul Arifin No. 01-02 Sukorejo Situbondo PO.BOX. 2 Telp. 0338-451307 Fax. 0338-45306
Location
Kab. situbondo,
Jawa timur
INDONESIA
HUKMY : Jurnal Hukum
Published by Universitas Ibrahimy
ISSN : 28076656     EISSN : 28076508     DOI : https://doi.org/10.35316/hukmy
HUKMY: Jurnal Hukum adalah media publikasi ilmiah yang terbit setiap bulan April dan Oktober. Artikel yang diterbitkan merupakan hasil seleksi dengan sistem double-blind review. HUKMY: Jurnal Hukum menerima naskah dalam bentuk hasil penelitian normatif, empiris, studi doktrinal, gagasan konseptual, resensi buku, yang relevan dengan bidang Ilmu Hukum. Editorial HUKMY: Jurnal Hukum memproses naskah yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum" : 7 Documents clear
SANKSI PIDANA MATI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI SUDUT PANDANG NORMA-SUBTANTIF DI INDONESIA Fina Rosalina
HUKMY : Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (980.845 KB) | DOI: 10.35316/hukmy.2021.v1i2.149-166

Abstract

Semangat untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, terlihat melalui dijadikannya sanksi pidana mati menjadi salah satu jenis pidana dalam ketentuan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Sanksi pidana mati tersebut merupakan gradasi tertinggi yang diberikan atas pemberatan terhadap unsur “keadaan tertentu”. Namun demikian, sampai dengan saat ini, kendati unsur “keadaan tertentu” telah terpenuhi, masih belum terdapat realisasi penerapan sanksi pidana mati. Terdapat kelemahan yurudis (subtantive-norm) dalam keberlakuan UU PTPK. UU PTPK sebagai sub-sistem tidak berjalan linear terhadap undang undang lain yang pada dasarnya masih memiliki keterkaitan. Hal lain, terdapat norma kabur (vague norm) atas karakteristik unsur “keadaan tertentu” sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum yang menjadi dasar sulitnya diterapkan sanksi pidana mati pada pelaku korupsi. Hal tersebut cukup menjadi dasar pembuktian bahwa Negara Indonesia belum siap menerapkan sanksi pidana mati sebagai gradasi tertinggi atas sanksi pemidaan terhadap pelaku korupsi.
SANKSI TEGAS SERTA UPAYA HUKUM GUNA MENCEGAH TERJADINYA MONEY POLITIC PEMILU LEGISLATIF Dairani Dairani
HUKMY : Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (976.769 KB) | DOI: 10.35316/hukmy.2021.v1i2.167-182

Abstract

Pemilu merupakan bagian dari negara yang menganut sistem demokrasi dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Pemilu juga merupakan cara memilih dan menentukan kepala negara yang juga kepala pemerintahan. Pasal 22E (2) UUD 1945 sebagai dasar hukum utama penyelenggaraan pemilu. Diselenggarakannya pemilu untuk menghasilkan anggota (DPR), (DPD) dan (DPRD). Pelaksanaan pemilu yang bersih, terbuka dan adil merupakan amanah tegas konstitusi untuk menciptakan pemilu yang demokratis dan berkualitas. Namun, pelanggaran, kecurangan, dan penyalahgunaan kekuasaan masih saja terjadi dalam praktik pemilihan umum. Politik uang merupakan salah satu isu hukum yang kuat hingga saat ini dan jumlahnya terus bertambah dari tahun sebelumnya dalam pemilihan umum, pemilihan kepala daerah dan pilkades. Politik uang merupakan usaha untuk membuat orang lain (masyarakat) empati dengan menggunakan materi sebagai imbalan dalam transaksi perdagangan suara sebelum dan selama pemilu. Dalam artikel ini, membahas tentang pengenaan sanksi hukum sebagai upaya hukum untuk mencegah praktik politik uang yang terjadi ketika sebuah pesta demokrasi diselenggarakan.
PENGATURAN DAN IMPLIKASI PENGUJIAN FORMIL UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI Fathorrahman Fathorrahman
HUKMY : Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (956.755 KB) | DOI: 10.35316/hukmy.2021.v1i2.133-148

Abstract

Sebagai lembaga yang memiliki fungsi khusus, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan kehakiman yang berbeda dengan lembaga kehakiman lainnya. Ia memiliki atribusi khusus dan terbatas dalam menjalakan kewenangan dan fungsinya dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Salah satu kewenagan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah menguji validitas produk lembaga legislatif berupa Undang-Undang yang potensial bertengtangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Secara umum, semua produk legislasi harus memenuhi tertib norma dan tertib prosedur. Tertib norma yang dimaksud adalah isi dari Undang-Undang tidak bertentangan dengan UUD NRI. Sedangkan untuk tertib prosedural adalah alpanya pelanggaran dalam membentuk Undang-Undang dari hulu hingga akhir. Tertib keduanya disebut sebagai tertib materil dalam aspek norma, dan tertib formil dalam aspek prosedur. Dalam kajian ini, ada beberapa hal yang hendak dilacak : Apakah terdapat pengaturan secara eksplisit tentang pengujian formil di Mahkamah Konstitusi dan apa implikasi hukum terkait putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian formil sebuah Undang-Undang. Kedua rumusan masalah di atas akan dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan konseptual-teoritik dan yuridis-normatif, serta pendakatan kasus terkait putusan yang pernah ada.
PRINSIP KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Karuniawan Nurahmansyah
HUKMY : Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (977.813 KB) | DOI: 10.35316/hukmy.2021.v1i2.183-200

Abstract

Pembatalan akta PPAT oleh Pengadilan, jika tidak ada cacat hukum atas akta PPAT tersebut maka tidak akan terjadi pembatalan akta tersebut, akan tetapi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai PPAT tidak menutup kemungkinan produk hukum yang dibuatnya dapat dibatalkan. Sebagai fakta hukum yang terjadi pada Pengadilan Negeri Surakarta Putusan Nomor : 20/Pdt.G/2013/PN.Ska dan yang kedua Putusan Nomor 06 / PDT / 2014 / PTY, yang terjadi pembatalan oleh pengadilan dikarena produk hukum yang dibuat oleh PPAT terjadi perbuatan melanggar hukum, titik fokus terhadap penelitian ini adalah adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PPAT serta akta yang dibuat oleh PPAT dinyatakan batal demi hukum oleh Mahkamah Agung, pada hal tersebut dikarenakan cacat hukum didalam pembuatan akta otentik tersebut, maka terhadap pembatalan pada PPAT tersebut penulis akan melakukan penelahaan dan akan mencoba untuk memahami dan menguraikan lebih lanjut mengenai akta PPAT yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
PERAN PPNS DAERAH DALAM UPAYA PENEGAKAN PERATURAN DAERAH Heriyanto Heriyanto; Mustofa Mustofa
HUKMY : Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1052.648 KB) | DOI: 10.35316/hukmy.2021.v1i2.201-220

Abstract

Dalam menjalankan urusan pemerintahan yang efektif dan berwibawa diperlukan sebuah instrumen hukum bagi PPNS Daerah dalam menjalankan peran dan fungsinya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan, bagaimana instrumen hukum yang menjadi landasan yuridis bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam melakukan penegakan Peraturan Daerah? Penelitian ini menggunakan metode yang berbasiskan metode penelitian hukum Yuridis Normatif. Guna menghindari upaya/ perilaku “main hakim” ditengah-tengah masyarakat, sebagai peran Pemerintah adalah menjaga ketertiban dalam masyarakat melalui Peraturan Daerah juga berkewajiban menegakkan peraturan daerah yang telah dibuat dan diberlakukan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem hukum yang ada dan berlaku didaerah harus berjalan beriringan, khususnya agenda penegakan hukum atas peraturan daerah. Penting untuk dipahami bersama bahwa, wibawa pemerintah daerah ditentukan oleh sistem penegakan hukum yang berlaku.
JUDICIAL REVIEW SATU ATAP DI MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI REFLEKSI TERHADAP PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA Moh. Ali Hofi
HUKMY : Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (949.233 KB) | DOI: 10.35316/hukmy.2021.v1i2.221-234

Abstract

Judicial review merupakan suatu upaya hukum agar dapat keluar dari peroalan regulasi yang dihasilkan pembentuk uu dengan kualitas rendah. namun demikian, penyelenggaraan judicial review pada praktiknya selama ini dapat memunculkan suatu persoalan hukum. Penyebabnya di antaranya adalah pembagian kewenangan dalam praktik judicial review oleh MK dan MA untuk melakukan judicial review. Disamping hal di atas, beberapa alasan pengujian satu atap di Mahkamah Konstitusi didasari beberapa alasan, di antaranya mengurungi beban menumpuk di Mahkamah Agung mengingat MA tidak hanya sekedar menguji regulasi dibawah uu, kasasi, peninjauan kembali kasus pidana dan perdata serta TUN juga menjadi bagian dari kewenangan MA yang tidak terpisahkan, kepastian hukum serta keadilan bagi masyarakat, efisiensi dan efektifitas dapat diwujudkan bila dilakukan dalam satu atap di MK. Praktik judicial review di Mahkamah Konstitusi sangat terbuka bila di bandingkan MA. Karenanya judicial review satu di MK Urgent untuk dilaksanakan. Tulisan ini mengkaji dengan konkrit persoalan dualisme judicial review dalam perspektif negara hukum serta ugensi judicial review satu pintu di MK sebagai solusi atas problematika di atas.
BENTUK TANGGUNGJAWAB NEGARA TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL ANAK TERLANTAR : ANALISIS TEORI KONTRAK SOSIAL Teguh Wicaksono
HUKMY : Jurnal Hukum Vol. 1 No. 2 (2021): HUKMY : Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (953.838 KB) | DOI: 10.35316/hukmy.2021.v1i2.235-248

Abstract

Keberadaan anak terlantar masih menjadi persoalan serius dan harus segera di atasi. Berdasarkan data Kemensos pada bulan Desember 2020, keberadaan anak terlantar sejumlah 67.368 orang tentu data tersebut belum menggambarkan secara baik jumlah keseluruhan dari anak-anak yang terlantar secara keseluruhan sehingga jumlahnya sangat mungkin lebih banyak dari data Kemensos tersebut. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah selama ini belum maksimal dalam upaya mengatasi persoalan di atas. Sehingga diperlukan penanganan yang serius dari pemerintah guna mengambalikan hak-hak konstitusional anak terlantar sebagaimana hak tersebut telah ditegaskan Pasal 34 (1) UUD 1945. Hal ini menegaskan bahwa, terdapat ketentuan kewajiban negara agar melindungi serta menjamin terpenuhinya hak konstitusional daripada anak terlantar di atas. Untuk itu artikel ini akan mengkaji terkait bentuk pertanggungjawaban pemerintah/negara terhadap pemenuhan hak dasar anak tersebut di atas. Selain itu, artikel ini mengakaji mekanisme negara untuk mengatasi persoalan di atas. Artikel ini menggunakan tipe penelitian teoritis di mana teori kontrak sosial digunakan untuk menganalisis bentuk pertanggungjawaban pemerinatah/negara terhadap hak konstitusional warga negara secara luas.

Page 1 of 1 | Total Record : 7