cover
Contact Name
M.Ya’kub Aiyub Kadir
Contact Email
kanun.jih@usk.ac.id
Phone
+62651-7552295
Journal Mail Official
kanun.jih@usk.ac.id
Editorial Address
Redaksi Kanun: Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh 23111
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 08545499     EISSN : 25278428     DOI : 10.24815/kanun.v20i3.11380
Core Subject : Social,
anun: Jurnal Ilmu Hukum (KJIH), the Indonesian Journal of Autonomy Law, is an international journal dedicated to the study of autonomy law within the framework of national and international legal systems. Published thrice annually (April, August, December), KJIH provides valuable insights for scholars, policy analysts, policymakers, and practitioners. Managed by the Faculty of Law at Syiah Kuala University in Banda Aceh, Indonesia, KJIH has been fostering legal scholarship since its establishment in June 1991, with the ISSN: 0854 – 5499 and e-ISSN (Online): 2527 – 8428. In 2020, it received national accreditation (SINTA 2) from the Ministry of Research and Technology of the Republic of Indonesia and the National Research and Innovation Agency. KJIH is actively pursuing indexing in prestigious databases like Scopus, Web of Science and other global indexes. We publish in English for accessibility, not as a political statement. The Editorial Board shall not be responsible for views expressed in every article.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)" : 10 Documents clear
Perlindungan terhadap Pengungsi/Pencari Suaka di Indonesia (sebagai Negara Transit) menurut Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Rosmawati Rosmawati
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Ada sekitar 13.000 pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. Indonesia belum menjadi peserta Konvensi 1951 yang terkait dengan Keadaan Pengungsi (Konvensi Pengungsi) atau Protokol 1967. Para pencari suaka dan pengungsi (dan orang yang tidak bernegara) di Indonesia mengalami kesulitan untuk tinggal di negara ini. Mereka tidak mempunyai izin bekerja, dan tidak menerima bantuan sosial dari pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia memperbolehkan para pengungsi dan pencari suaka tersebut untuk tinggal di Indonesia selama mereka memiliki dokumen-dokumen pendaftaran dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Komisaris Tinggi untuk Pengungsi (UNHCR). Protection of Refugees/Asylum Seekers in Indonesia (as A Transit State) in the 1951 Convention of and the 1967 Protocol ABSTRACT: There are around 13,000 refugees and asylum seekers in Indonesia. Indonesia is not a party to the 1951 Convention relating to the Status of Refugees (Refugees Convention) or the 1967 Protocol. Asylum seekers and refugees (and stateless people) here face difficulties staying in the country.Asylum seekers and refugees in Indonesia are not permitted to work and receive no social benefits from the Government of Indonesia. The Government of Indonesia allows them to stay here while they have current registration documents from the Office of the United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
Penyelesaian Sengketa/Perselisihan Secara Adat Gampong di Aceh Taqwaddin Husin
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Eksistensi gampong sebagai MHA, sudah sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Masalahnya, apa saja dan bagaimana hak-hak tradisonal masyarakat hukum adat wujud dalam tataran empirik ? Aceh sebagai daerah istimewa dan berotonomi khusus, mulai mengisi implementasi MHA dengan diberinya kewenangan kepada gampong untuk melakukan peradilan adat guna menyelesaikan sengketa/perselisihan secara adat. Hak dan kewenangan ini tegas diatur dalam UUPA, Qanun Aceh 9/2008, Qanun Aceh 10/2008, Pergub 60/2013, dan menjadi lebih operasional dengan adanya Surat Keputusan Bersama Gubernur, Kapolda Aceh, dan Majelis Adat Aceh tahun 2012. Sehingga, secara juridis formal, gampong sebagai MHA telah menjadi dasar kewenangan yang cukup legal dan kuat.  Customary Dispute Settlement in Aceh ABSTRACT: The existence of the village as MHA (customary villagers) is pursuant to Article 18B paragraph (2) 1945. The problem raised are what and how the rigths of indigenous people’s traditional form of the empirical level. Aceh’s special and special autonomy, began to fill with the implementation MHA gave the authority to the village to perform customary judicial system to resolve customary disputes. Right and authority are firmly set in the rule, Qanun Aceh Number 9, 2008, 20, 2008, 60 and the Governor Regulation Number 2013, and becomes more operational by the Joint Decree of the governor, police chief of Aceh, and the Aceh Adat Council in 2012. Thus, in formal judicial, gampong as MHA has become the basis of legal authority and strong enough.
Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Perikanan di Aceh Sophia Listriani; Nellyana Roesa
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Hasil kajian ilmuan ditemukan bahwa perubahan iklim memberi dampak negatif pada berbagai sektor, salah satunya kelautan dan perikanan. Dampak negatif pada bidang kelautan adalah terjadinya kenaikan permukaan air laut yang diakibatkan oleh pemanasan global yang menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan. Selain itu cuaca ekstrem juga merupakan dampak dari pemanasan global yang langsung dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat dunia, terutama nelayan. Nelayan sangat bergantug kelangsunga hidupnya pada iklim. Aceh sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan laut, sebagian masyarakat Aceh berprofesi sebagai nelayan, sektor perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi masyarakat yang terkena dampaknya. Hasil Penelitian mendapati bahwa dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan di Aceh telah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan, terutama pada masyarakat nelayan tradisional dan kapal boat penangkap ikan kecil. Lebih lanjut pengaturan dan keterlibatan pemerintah daerah Aceh dalam membantu masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim sampai saat ini masih sangat minim. Hal ini dapat dilihat di beberapa kawasan yang mayoritas masyarakatnya nelayan, sangat minim sarana dan prasarana, serta informasi terkait dampak perubahan iklim. Saat ini Qanun No.7 Tahun 2010 tentang Perikanan, belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap sector perikanan di Aceh Besar pada umumnya, hal ini dikarenakan sampai dengan saat ini belum adanya Pergub terkait qanun tersebut. Oleh sebab itu diperlukan penanganan segera untuk dapat mengatasi hal ini, sehingga dapat melahirkan program-program dari turunan qanun tersebut untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.  Local Government Policy on Facing the Impact of Climate Change on Fishery Sector ABSTRACT: Fishermen depends on the weather, and Aceh as a province that faces the sea directly, the fisherman in Aceh feel difficult life than before. Almost all the fisherman have no other source for their income, they only depend on fisheries as their livehood. Research finds that effect on climate change to the fisheries sector in Aceh has  been in critical level, especially for fisherman that uses traditional method and using small boat. Furthermore, regulation and the involvement of Aceh Government is lack in handling the problems. This situation can be seen in majority of fisherman, lacks of facility and information related to the impacts of climate change. Now, generally, Qanun (Local Regulation) No. 7/2010 on Fisheries is still unable to give significant impacts for fisheries sector in Aceh Besar. It is because until now there is Governor Regulation related to those Qanun. Therefore, it needs to handle and overcome the problems. Thereby, the programs that related to Qanun can be implemented and can increase the fisherman welfare.
Kontribusi Filsafat Ilmu terhadap Etika Keilmuan Masyarakat Modern Sri Walny Rahayu
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih mengatasi masalah dalam hidup, tapi di sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu menumbuhkan moralitas luhur masyarakatnya. Negara Indonesia memiliki filosofi "gotong royong, empati terhadap sesama, sekarang mengalami krisis moral. Nilai Kejujuran, kebenaran, keadilan, simpati dan empati kepada sesama berubah menjadi perilaku yang suka menipu, menindas, memeras, dan saling menyakiti bahkan membunuh. Mereka bekerjasama untuk kepentingan kelompoknya dan secara berkelompok melakukan penipuan, pencurian,  penindasan. Filsafat ilmu berusaha menempatkan dan mengembalikan tujuan mulia dari ilmu sehingga ilmu yang diciptakan pada masyarakat  modern, tidak menjadi bomerang membawa kehancuran umat manusia. ikatan keagamaan yang terlalu kaku dan terstruktur dapat menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, namun  kecerdasan ilmu yang menjunjung kebebasan harus memperhatikan sistem nilai agama, sehingga keduanya tidak bertentangan. Tujuan tulisan  ini menjelaskan peran filsafat ilmu berdasarkan Islam, serta menjelaskan kontribusi dan fungsi filsafat ilmu bagi masyarakat modern.  Contribution of Philosophy of Science of Ethics Scientific Modern Society ABSTRACT: Modern society has succeeded in developing science and advanced technology to overcome problems in life, but on the other side of science and technology are not able to cultivate noble morality society. Countries Indonesia has a philosophy of "mutual cooperation, empathy for others, is now experiencing a moral crisis. Values Honesty, truth, justice, sympathy and empathy for others turns into behavior deceitful, oppressive, squeeze and hurt each other even murder. They work together for the benefit group and in groups commit fraud, theft, oppression. the philosophy of science seeks to locate and restore the noble goals of science so that science invented in modern society, not be bomerang lead to the destruction of mankind, religious ties that are too rigid and structured to inhibit the development of science, but science intelligence that upholds freedom must pay attention to the value system of religion, so that the two are not contradictory. the purpose of this paper describes the role of the philosophy of science based on Islam, and describes the contribution and the function of the philosophy of science for modern society.
Kebijakan Pidana Qanun Aceh dalam Preskriptif Kebijakan Hukum Pidana Mohd. Din
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: KUHP yang berlaku di Indonesia adalah Wetboekvanstrafrecht. Tuntutan akan adanya KUHP Nasional yang mencerminkan nilai-nilai ke-Indonesiaan sudah lama dirasakan dan sudah diupayakan, kini rancangan KUHP tersebut sudah dilimpahkan kepada DPR untuk dibahas. Di sini lain, perubahan paradigma dalam ketetanegaraan telah memberikan kekuasaan lebih besar kepada daerah untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Provinsi Aceh yang memperoleh kekhususan berdasarkan beberapa Undang-undang dan terakhir dengan Undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah mengeluarkan beberapa Qanun syariat dan di dalamnya terdapat ancaman pidana yang tidak terdapat di dalam KUHP sebagai induk dari Hukum Pidana materil. Dalam perspektif pembangunan Hukum Pidana, maka kebijakan pidana Qanun NAD dapat dijadikan dasar bagi pembangunan hukum pidana nasional yang berwawasan Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu wawasan pembangunan hukum yang berwawasan nasional. Disarankan hendaknya pidana cambuk dijadikan sebagai pidana alternatif, bukan satu-satunya pidana, dan  segera membuat hukum pidana formil serta segera melakukan  revisi qanun syari’at dengan mencantumkan sanksi berupa tindakan. KUHP Nasional  sebagai induk dari Hukum Pidana materil hendaknya memuat aturan yang dapat dijadikan payung hukum sehubungan dengan tuntutan beberapa daerah dalam menerapkan ketentuan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Criminal Law Policy on Qanun Aceh in the Criminal Law Prescriptive ABSTRACT: Aceh Province has been granted specificity bu several laws and the latest by the Act Number 11, 2006 on Aceh Government which has issued several Qanuns (local laws) and included criminal sanctions that does not exist in the Criminal Code as the main materiel of the Criminal Law. In the development perspective of the Penal Code, the criminal policy Qanun NAD can be the foundation for the development of national criminal law-minded unity in diversity as one of the legal development insights national vision. It is suggested that criminal whip should be used as an alternative punishment, is not the only criminal, and immediately mode a formal criminal law and immediately revise by stating qanuns shari’ah sanctioned action. The National Criminal Code as the main materiel of the Penal Code should contain rules that can be used as an umbrella law with respect to the demands of some areas in applying the laws of life in society.
Rekruitmen Hakim Agung Nonkarir sebagai Implementasi Independensi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia A. Muhammad Asrun
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Hakim Agung Non-karir telah mengisi khazanah intelektual dalam putusan-putusan Mahkamah Agung. Kapabilitas pengetahuan hukum telah memperkuat sisi teoritik putusan-putusan Mahkamah Agung. Itu satu sisi kehadiran Hakim Agung Non-karir. Pada sisi lain muncul juga gugatan terhadap Hakim Agung terutama dari jalur perguruan tinggi. Akademisi ini dipertanyakan kemampuan dan pemahaman terhada hukum acara. Ada juga pengakuan Hakim Agung asal perguruan tinggi ini bahwa mereka memerlukan waktu untuk belajar membaca berkas secara cepat (speed reading) dan berlatih membuat putusan. Latihan itu membutuhkan waktu sekitar 6 bulan. Masalah itu sesungguhnya tidak perlu terjadi manakala calon Hakim Agung jalur akademisi memiliki pengalaman beracara sebagai advokat ataupun pengalaman non-litigasi sebagai konsultan hukum atau sebagai “off-councel” pada Kantor Advokat atau Firma Hukum. Non-Carreer Supreme Court Judges Recruitment as Independence Implementation of Judiciary Power in Indonesia ABSTRACT: It is undeniable that the presence of the non-career justices has been filled with intellectual treasures in the decisions of the Supreme Court. Their capabilities of legal knowledge have strengthened Supreme Court verdicts in the past. That's one side of the presence of the non-career justices. However, the situation today have changed over the presence of the non-career justices. Candidate of non-career justice from universities have been questioned theirworking capability and understanding on procedural law. Justices from university admitted that they need time to learn to read files quickly and practice making a decision. The exercise takes about three to six months. The problem really should not be happening when the non-career justices have had legal practice experience such as a lawyer or as a legal consultant or as “off-councel” at alaw firm.
Pengembanan Hukum Teoretis dalam Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia Sulaiman Sulaiman
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Pada dasarnya, istilah pengembanan menggambarkan sebuah aktivitas yang sangat luas maksudnya. Dalam konteks hukum, pengembanan meliputi kegiatan membentuk, melaksanakan, menerapkan, menemukan, menafsirkan, meneliti, mempelajari, hingga mengajarkan hukum. Pengembanan hukum teoritikal adalah kegiatan akal budi untuk memperoleh penguasaan intelektual atas hukum atau pemaknaan tentang hukum secara ilmiah, yakni secara sistematik, logik dan rasional. Dalam konteks ilmu hukum Indonesia, pengembangan hukum terkait dengan kajian yang menempatkan cita hukum Pancasila sebagai bagian pentingnya. Dengan demikian, pembangunan ilmu hukum Indonesia pada dasarnya adalah pembangunan ilmu hukum berdasarkan cara berpikir bangsa Indonesia dengan Pancasila sebagai cita hukumnya. Jalan masuk ini untuk melihat pengembanan hukum teoritikal yang lebih terbuka seiring dengan tujuan pembangunan ilmu hukum nasional Indonesia. Theoretical Law Application in Indonesia’s Law Legal Development ABSTRACT: Basically, the term of application describes an activity very broad meaning. In the context of the law, it include forming, implement, deplay, discover, interpret, investigate, learn, to teach the law. Its theoretical law is an activity of reason to acquire intellectual mastery of the law or the meaning of the law scientifically, i.e in a systematic, logical and rational. In the context of Indonesia law science, development studies related to the law that puts ideals of Pancasila law as an important part. Thus, the development of Indonesian law is basically the development of jurisprudence based on the thinking of Indonesia with Pancasila as its legal ideals. The driveway to see it is more open theoritical law in line with the development goals of national jurisprudence Indonesia.
The Urgency of Establishing the Truth and Reconciliation Commission in Aceh: Against National Amnesia M. Ya'kub Aiyub Kadir
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Sejak sepuluh tahun perjanjian damai (MoU Helsinki) antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada Agustus 2005, telah mendapat tantangan dalam pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), sebagai lembaga penting untuk dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama konflik bersenjata di Aceh. beberapa isu politik dan hukum telah menarik perhatian serius untuk kepentingan kedua belah pihak. Kebijakan melalui program uang tunai untuk korban tidak akan mencegah urgensi pembentukan KKR. Oleh karena itu tulisan ini membahas bahwa KKR ini penting tidak hanya bagi para korban yang mencari kebenaran dan keadilan, tetapi juga untuk mengembangkan kembali landasan untuk Indonesia sebagai negara berdaulat yang beradab. Urgensi Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh: Melawan Lupa Nasional ABSTRACT: Since ten years of the peace agreement(the MoU Helsinki) between the Goverment of Indonesia and the Free Aceh Movement on August 2005, has posed a challenge over the establishment of the Truth and Reconcilition Body (TRC), as an esential institution for the suspicious of violation of human rights during armed conflict in Aceh. Several  political and legal issues  have attracted serious attention to both parties’ interests. The imposing policy of cash programt for the victims would not prevent to the urgency of the TRC establishment. This paper therefore highlights that the TRC is esential, not merely for the victims who  seeking the truth and justice, but also for  re-developing a foundation for Indonesia as a sovereign  civilised state.
Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah Budiyono Budiyono; Muhtadi Muhtadi; Ade Arif Firmansyah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi baru terkait pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren antar tingkat pemerintahan di daerah. Kajian ini bertujuan untuk mendekonstruksi urusan pemerintahan konkuren pemerintah daerah sehingga akan terlihat titik berat otonominya. Penelitian yang dilakukan dengan koridor doctrinal research dan menggunakan statute dan conceptual approach ini menghasilkan temuan sebagai berikut: Perubahan kewenangan konkuren pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 membawa konsekuensi terjadinya polemik antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota serta infleksibilitas, inefektifitas dan inefisiensi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu, seperti pelaksanaan kewenangan di bidang perizinan pertambangan yang akan lebih baik jika dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota karena sesuai dengan aspek perpajakan daerahnya. Hal ini menjadikan pembagian urusan pemerintahan konkuren daerah dalam UU No. 23 Tahun 2014 bernuansa the thinnest version rule of law.   Deconstruction of Concurrent Government Affairs Based on Law Number 23 of 2014 on Local Governance ABSTRACT: The enactment of Law No. 23 of 2014 on Local Governance brings new consequences related to the implementation of concurrent government affairs between levels of local government. This study aims to deconstructing the administration of local government concurrent affairs so that it looks the emphasis autonomy. Research conducted by doctrinal research corridors and using the statute and conceptual approach, resulted in the following findings: The changes of local government concurrent authority as stipulated in Law No. 23 of 2014 brought consequences of a polemic between the provincial government and district/city governments as well as inflexibility, ineffectiveness and inefficiency in the implementation of government affairs, such as the exercise of authority in the field of licensing mining would be better if implemented by the district/city governments because in accordance with aspects of taxation area. This makes the distribution of concurrent local government affairs in Law No. 23 of 2014 shades of the thinnest version rule of law.
Korupsi dalam Kajian Hukum Islam Syamsul Bahri
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Korupsi merupakan suatu bentuk perbuatan yang dikategorikan berupa penyuapan, manipulasi dan lainnya. Dalam kajian hukum di Indonesia, korupsi tergolong dalam perbuatan tindak pidana seperti tertuang dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Dilihat dari dampaknya, perbuatan ini tidak hanya mempengaruhi moralitas manusia secara personal, tetapi juga menyangkut kepentingan umum. Dimana rusaknya sendi-sendi kehidupan dalam segala aspek mampu menciptakan kemerosotan nilai-nilai moralitas dan kesenjangan sosial yang paling parah, seperti kemiskinan, tidak kejahatan yang parah dan lainnya. Hal ini menyebabkan pengrusakan terhadap kemaslahatan umum dan bertentangan dengan tujuan pensyari’atan. Akibat dari dampak tersebut, Islam melarang dan mengharamkan perbuatan tersebut dan dapat diganjar dengan sanksi yang berat. Metode yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, yang mencari dan menemukan sumber hukum dari literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan dengan topik bahasan yang dikaji. Corruption in Islamic Law ABSTRACT: Corruption is an action that is categorized in the form of bribery, manipulation etc. Indonesia’s legal study, corruption belongs to the deeds of the offenses set forth in the Act Number 31, 1999 in relation to the Act Number 20, 2001. Form the impact, this action not only affects human morality personality, but also public interest. The damages to all aspects of life are able to create slump values of morality and the most severe social inequality, such as poverty, crime is not severe and more. This causes destruction of the public good and contrary to the purpose Islamic law obedience. As a result, Islam forbids and prohibits such action, and can be rewarded with severe sanctions. This is normative legal research, seeking and finding the source of the laws of literature related to the topic being studied.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 2: August 2025: Islam and Justice development in Indonesia Vol 27, No 1: April 2025: Customary Law and development in Indonesia Vol 26, No 3: December 2024: Law and Justice in Digital Age Vol 26, No 2: August 2024: The Global and National Challenges for Justice Vol 26, No 1: April 2024: Islam and Human Rights: National and Global Perspective Vol. 25, No. 3, December 2023: Law and Justice in Various Context in Indonesia Vol. 25, No. 2, August 2023: Contemporary Issues on Indonesian Legal Reform Vol. 25, No. 1, April 2023: Legal Developments in National and Global Context Vol 24, No 3 (2022): Vol. 24, No. 3, December 2022 Vol 24, No 2 (2022): Vol. 24, No. 2, August 2022 Vol 24, No 1 (2022): Vol. 24, No. 1, April 2022 Vol 23, No 3 (2021): Vol. 23, No. 3, December 2021 Vol 23, No 2 (2021): Vol. 23, No. 2, August 2021 Vol 23, No 1 (2021): Vol. 23, No. 1, April 2021 Vol 22, No 3 (2020): Vol. 22, No. 3, Desember 2020 Vol 22, No 2 (2020): Vol. 22, No. 2, Agustus 2020 Vol 22, No 1 (2020): Vol. 22 No. 1, April 2020 Vol 21, No 3 (2019): Vol. 21, No. 3 (Desember 2019) Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019) Vol 21, No 1 (2019): Vol. 21, No. 1 (April 2019) Vol 20, No 3 (2018): Vol. 20, No. 3 (Desember 2018) Vol 20, No 2 (2018): Vol. 20, No. 2, (Agustus 2018) Vol 20, No 1 (2018): Vol. 20, No. 1, (April 2018) Vol 19, No 3 (2017): Vol. 19, No. 3, (Desember, 2017) Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017) Vol 19, No 1 (2017): Vol. 19, No. 1, (April, 2017) Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016) Vol 18, No 2 (2016): Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016) Vol 18, No 1 (2016): Vol. 18, No. 1, (April, 2016) Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015) Vol 17, No 2 (2015): Vol. 17, No. 2, (Agustus, 2015) Vol 17, No 1 (2015): Vol. 17, No. 1, (April, 2015) Vol 16, No 3 (2014): Vol. 16, No. 3, (Desember, 2014) Vol 16, No 2 (2014): Vol. 16, No. 2, (Agustus, 2014) Vol 16, No 1 (2014): Vol. 16, No. 1, (April, 2014) Vol 15, No 3 (2013): Vol. 15, No. 3, (Desember, 2013) Vol 15, No 2 (2013): Vol. 15, No. 2, (Agustus, 2013) Vol 15, No 1 (2013): Vol. 15, No. 1, (April, 2013) Vol 14, No 3 (2012): Vol. 14, No. 3, (Desember, 2012) Vol 14, No 2 (2012): Vol. 14, No. 2, (Agustus, 2012) Vol 14, No 1 (2012): Vol. 14, No. 1, (April, 2012) Vol 13, No 3 (2011): Vol. 13, No. 3, (Desember, 2011) Vol 13, No 2 (2011): Vol. 13, No. 2, (Agustus, 2011) Vol 13, No 1 (2011): Vol. 13, No. 1, (April, 2011) Vol 12, No 3 (2010): Vol. 12, No. 3, (Desember, 2010) Vol 12, No 2 (2010): Vol. 12, No. 2, (Agustus, 2010) Vol 12, No 1 (2010): Vol. 12, No. 1, (April, 2010) More Issue