Kanun: Jurnal Ilmu Hukum
anun: Jurnal Ilmu Hukum (KJIH), the Indonesian Journal of Autonomy Law, is an international journal dedicated to the study of autonomy law within the framework of national and international legal systems. Published thrice annually (April, August, December), KJIH provides valuable insights for scholars, policy analysts, policymakers, and practitioners. Managed by the Faculty of Law at Syiah Kuala University in Banda Aceh, Indonesia, KJIH has been fostering legal scholarship since its establishment in June 1991, with the ISSN: 0854 – 5499 and e-ISSN (Online): 2527 – 8428. In 2020, it received national accreditation (SINTA 2) from the Ministry of Research and Technology of the Republic of Indonesia and the National Research and Innovation Agency. KJIH is actively pursuing indexing in prestigious databases like Scopus, Web of Science and other global indexes. We publish in English for accessibility, not as a political statement. The Editorial Board shall not be responsible for views expressed in every article.
Articles
10 Documents
Search results for
, issue
"Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)"
:
10 Documents
clear
Pembayaran Pidana Uang Pengganti dalam Perkara Korupsi
Intan Munirah;
Mohd. Din;
Efendi Efendi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Pidana tambahan uang pengganti merupakan salah satu konsekuensi hukum yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana korupsi. Perbuatan pelaku telah mengakibat-kan kerugian negara. Pembebanan tersebut merupakan pidana tambahan dari pidana pokoknya. Uang pengganti dibayar dalam waktu paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum yang tetap. Penelitian ini ingin mengetahui efektivitas ketentuan ambang waktu satu bulan dalam pelaksanaan pembayaran uang pengganti dan penghitungan besaran jumlahnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-empiris. Penelitian menemukan bahwa mekanisme pembayaran pidana uang pengganti tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara dalam kaitannya dengan pemidanaan dan pembayaran kerugian negara. Temuan ini menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketidakefektifan proses pengembalian kerugian negara. Criminal Sanction Compensation Payment As Liability For States Financial Lost In The Case Of Corruption ABSTRACT: Additional penalty of compensation money is one of the legal consequences imposed on the perpetrators of corruption. The perpetration has caused a state’s losses. The money replacing the loss is an additional penalty of the principal penalty. It is paid within a month after a court decision enforceable. This paper is going to discuss the effective-ness of the provisions of the threshold of one month in the application of the payment and the calculation of the amount paid. This is juridical-empirical research. It shows that the mechanism of paying the state’s loss in against the mandate of the Corruption Act and the State Treasury Law in relation to the prosecution and payment of state losses. It causes law uncertainty and ineffectiveness of the compensation process.
Reformasi Penegakan Hukum Kekerasan Seksual Terhadap Anak Sebagai Bentuk Perlindungan Anak Berkelanjutan
Laurensius Arliman S
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Perlindungan anak merupakan hal yang mutlak dilaksanakan oleh republik ini, karena republik ini di dalam konstitusi sudah menyatakan sebuah negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Perlindungan anak sebagai salah satu jaminan dari hak asasi manusia merupakan wujudnya nyata dari perkembangan regenerasi perkembangan sebuah negara. Sungguh sangat disayangkan ketika anak sudah mendapatkan kekerasan seksual di masa kanak-kanak mereka. Masa depan mereka hancur, karena ada trauma psikis dan mental. Dalam menata perlindungan anak dari bahaya kekersan seksual maka diperlukan reformasi penegakan hukum terhadap ancaman kekerasan seksual terhadap perlindungan anak. Pola penataan pengakan hukum atas perlindungan anak yang berkelanjutan memang benar-benar harus dilaksanakan sehingga menciptakan perlindungan anak berkelanjutan. Reform of Law Enforcement of Sexual Violence to Children as the Form of Sustainable Children Protection ABSTRACT: Child protection as one of the guarantees of human rights is evident from its form regeneration development of a country. It is very unfortunate when children are sexually assaulted during their childhood. Their future is ruined because there are psychological and mental traumas. In restructuring the protection of children from the dangers of sexual violence will require reform of law enforcement to the threat of sexual violence. The pattern of structuring reform of law enforcement on an ongoing child protection must be implemented.
Hull Formula and Standard of Compensation for Expropriation in Postcolonial States
M. Ya’kub Aiyub Kadir
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRACT: The contentious issue dealt with economic sovereignty for host states after decolonisa-tion process is foreign investment protection from expropriation by newly independent states. Hull formula has been widely used as an international law standard for compen-sation of expropriation. However, this standard has perceived as an unfair treatment from the former coloniser to its former colony. Even there has been an assumption that the existence of this standard is merely to protect and to maintain the economic dominance of developed states and their multinational companies in the Third World. This issue will be viewed through critical legal studies methodology, to assess the extent to which the ‘hull formula’ standard compatible to current need of postcolonial states. It would contribute to conceptual understanding and to attempt to reformulate the international standard of expropriation based on justice and fairness in postcolonial context. Hull Formula dan Standar Kompensasi dari Expropiasi di Negara-Negara Poskolonial ABSTRAK: Setelah progam dekolonisasi negara-negara jajahan, salah satu isu yang mencuat dalam hukum internasional adalah perlindungan investasi asing dari nasionalisasi negera negara baru merdeka. Dalam hal ini hull formula yang mulanya didesain oleh negara Amerika terhadap Mexico, digunakan sebagai standar kompensasi dari nasionalisasi. Dari perspektif negara negara poskolonial standar ini dianggap tidak adil, bahkan standar ini digunakan hanya untuk memperkuat dominasi negara negara penjajah di bekas jajahannya. Dengan menggunakan metodologi kajian hukum kritis, tulisan ini ingin mengkaji sejauhmana relevansi hull formula untuk diterapkan dalam konteks negara-negara poskolonial. Tulisan ini diharapkan dapat berkontribusi untuk pemahaman konsep tentang standar kompensasi terhadap nasionalisasi di negara negara poskolonial, dan dapat membuka wacana merumuskan kembali standar secara lebih fair dan adil dari perspektif negara postkolonial.
Pembaruan Hukum dalam Bidang Hukum Ekonomi Syariah
Dewi Nurul Musjtari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya pembaruan hukum perbankan syariah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di Indonesia. Penulisan dilakukan dengan penelusuran sumber hukum dan bahan hukum. Hasil kajian menemukan bahwa pembaruan hukum dalam bidang perbankan syariah sebagai bagian dari hukum ekonomi syariah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Perwujudan ini dalam rangka mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 dan mensinergikan lembaga penegak hukum untuk memahami dan menjalankan kompetensi masing-masing. Di samping itu harus menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat akan hak dan kewajiban serta kompetensi lembaga peradilan yang ada di Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 telah memberikan kewenangan penyelesaian sengketa perbankan syariah ke Peradilan Agama. Oleh karena itu semua pihak seyogyanya mematuhi dan menaati serta saling menghargai dan menghormati terhadap putusan tersebut dan menjalankan putusan itu sesuai dengan prosedur yang ada. Law Reform in The Field of Sharia Economics Law ABSTRACT: This article aims to discuss the importance of reform of sharia banking law to realize the welfare of the people in Indonesia. It is conducted by exploring legal sources and materials. The findings are that legal reform in the field of Islamic banking as part of sharia economic law is to realize people's welfare. This fact is in order to comply with the Constitutional Court Decision Number 93/PUU-X/2012 and take part of law enforcement agencies to understand and implement their respective competencies. In addition, it should raise awareness to the community about the rights and obligations and competence of judiciary institutions in Indonesia. The decision of the Constitutional Court No. 93/PUU-X/2012 has authorized the settlement of Islamic banking dispute to the Religious Courts. Thus, all parties should obey and obey and respect each other and respect the verdict and execute the decision in accordance with existing procedures.
Recognition of Adat Forest and Plantation Concessions in Indonesia
Esmi Warassih;
Sulaiman Sulaiman
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRACT: Legal recognition of adat forests has long been established through Decision of the Constitutional Court No. 35/PUU-X/2012 correcting terminology of adat forests in the Forestry Law. However, the recognition has been still not running as expected to date. This article will explore about what are legal implications of recognition of adat forests associated with plantation concessionaires. The study found a number of unfair articles in the Plantation Act, even though they had been corrected by two Decisions of the Constitutional Court. The injustice appeared in regulation to plantation concessionaires who can be entitled to land for plantation business. On the one hand, such regulation showed injustice, especially with orientation of partiality. On the other hand, it would potentially generate a conflict between plantation business and community. A number of cases occurred between communities and plantation enterprises are potentially taking small community away from justice. Pengakuan Hutan Adat dan Konsesi Perkebunan di Indonesia ABSTRAK: Pengakuan hukum atas hutan adat sudah lama diteguhkan, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, yang mengoreksi terminologi hutan adat dalam Undang-Undang Kehutanan. Akan tetapi hingga sekarang pengakuan tersebut masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Artikel ini ingin menelusuri bagaimana implikasi hukum atas pengakuan hutan adat terhadap pemegang konsesi perkebunan. Penelitian ini menemukan bahwa dalam Undang-Undang Perkebunan, terdapat sejum-lah pasal yang tidak berkeadilan, walau sudah diperbaiki dengan dua Putusan Mahka-mah Konsitusi. Ketidakadilan tampak pada pengaturan pelaku usaha perkebunan yang dapat diberi hak atas tanah untuk usaha perkebunan. Pengaturan demikian memperlihatkan ketidakadilan di satu pihak, terutama dengan orientasi keberpihakan. Di pihak lain, berpotensi memunculkan konflik usaha perkebunan dengan masyarakat. sejumlah kasus terjadi antara masyarakat dan usaha perkebunan, yang berpotensi menjauhkan masyarakat kecil dari keadilan.
Kewenangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan dalam Mengisi Jabatan Struktural
Iswandi Iswandi;
Suhaimi Suhaimi;
M. Gaussyah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Artikel ini ingin menjawab hal yang menjadi pertimbangan yang diberikan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan kepada Bupati bagi Aparatur Sipil Negara yang akan diangkat dalam jabatan struktural. Selain itu, hal lain adalah keterlibatan badan ini dalam melakukan seleksi Aparatur Sipil Negara yang akan diangkat dalam jabatan struktural. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dari Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan dalam mengangkat atau memilih pegawai negeri yang akan diangkat dalam jabatan struktural adalah hanya sebatas wewenang urusan menyeleksi administrasi. Badan ini tidak terlibat dalam pengambil keputusan akhir, akan tetapi hanya melakukan tugas administrasi untuk diajukan kepada kepala daerah terkait pegawai negeri yang akan menduduki jabatan struktural. Artikel ini menyarankan agar kepala daerah mengikutsertakan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan dalam urusan pengambilan keputusan. Official Consideration Body Authority and Official Ranking in Fulfilling Structural Position ABSTRACT: This article is going to answer the consideration given by the Office of Official Rank Consideration and Duty to the Head of District for civil servants who will be appointed in the official ranks. In addition, it also explores the involvement of this body in the selection of the State Civil Apparatus to be appointed in structural positions. This is juridical-normative research. The findings show that the role of the Office of Official Position Consideration and Duty in appointing or choosing a civil servant who will be appointed in a structural position is only limited to the authority of administrative process. This body doe not involve as the final decision-maker, it only performs the administrative duty to be submitted to the head of the region related to the civil servant who will occupy the structural positions. It is recommended that the head of the region should include the Office the decision making process.
Problematika Alokasi dan Distribusi Anggaran Kesehatan pada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
Ansar Ansar
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Pembiayaan kesehatan sejatinya digunakan untuk sebesar-besarnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Anggaran kesehatan dapat dikatakan sebagai instrumen pemerintah dalam pemenuhan hak-hak kesehatan bagi warga negara. Undang-Undang Kesehatan mensyaratkan pembiayaan kesehatan minimal 10 % dari APBD, dan 2/3 dari dana tersebut diperuntukan untuk belanja publik, khususnya untuk rakyat miskin perempuan, dan anak terlantar. Penelitian ini menggunakan metode penulisan hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak konsistennya antara tujuan pembiayaan yang diatur Undang-Undang Kesehatan dan implementasi anggaran. Anggaran sebagian besar digunakan untuk belanja aparatur, bukan belanja publik. Belanja perjalanan dinas Dinas Kesehatan dengan jumlah yang tidak wajar. Di pihak lain, belanja modal untuk pertambahan aset mendapatkan porsi yang lebih. The Problems of Allocation and Distribution of Health Budget at The Health Office of Central Sulawesi Province ABSTRACT: Ideally, health funding is actually used to maximally fulfill the needs of the community. Health budgets can be deemed as government instruments in the fulfillment of health rights for citizens. The Health Act requires health financing of at least 10% of APBD (revenue and spending budgets), and 2/3 of the funds are allocated for public expenditures, especially for poor women, and abandoned children. This research uses normative legal writing method, with approach of legislation and conceptual approach. The research shows that the inconsistency between the financing objectives governed by the Health Act and the implementation of the budget. The budget is mostly used for personnel expenditure, not public spending. Expenditures for the institution are strange amount. On the other hand, capital expenditures for additional assets get more portions.
Kewenangan Baitul Mal Aceh dalam Pendistribusian Zakat
Surya Darma;
Hamid Sarong;
Iman Jauhari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Aceh adalah provinsi di Indonesia yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Salah satu kewenangan khusus yang diberikan adalah memasukkan zakat sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Lembaga Baitul Mal dibentuk dengan qanun untuk melakukan pengelolaan dana zakat tersebut. Mengenai tata cara pengelolaan zakat sebagai pendapatan asli daerah yang dikelola Baitul Mal diatur dalam qanun dan peraturan gubernur. Pembelanjaan atau penyaluran zakat disesuaikan dengan tuntunan syariat Islam, yaitu hanya boleh bagian yang ditentukan dalam al-Quran, tidak boleh untuk yang lainnya. Salah satu bentuk pendistribusian zakat yang dilakukan adalah pemberian modal usaha kepada penerima zakat produktif melalui Unit Pengelola Zakat Produktif. Wujud pendistribusian dilakukan dalam bentuk pinjaman tanpa bunga. Hal ini sedikit berbeda karena zakat harus dibagi secara habis tanpa perlu dikembalikan lagi. Meskipun pinjaman tanpa bunga ini bersifat legal namun membutuhkan penjelasan lebih lanjut untuk menghindari pandangan negatif dari pihak lain. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Baitul Mal Aceh untuk tahun 2013, 2014 dan 2015, terdapat kelebihan dana zakat. Hal tersebut membutuhkan penanganan yang cermat sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Authority of Baitul Mal Aceh in the Distribution of Zakat ABSTRACT: Aceh is a province in Indonesia that is granted a special authority to govern and manage its own government affairs. One of them is zakat as one of the original source of income. Baitul Mal institution is established by qanun (local law) to manage the zakat fund. In regard with its management procedure as the original revenue of the area, which is managed by Baitul Mal, is regulated in qanun and governor regulation. Its expenditure or distribution is in accordance with the guidance of the Islamic Sharia, that is, it may only be the part specified in the Qur'an, not for others. One of the forms of its distributions’ forms is the provision of vocational capital to productive zakat recipients through Productive Zakat Management Units. It is done in the form of interest-free loans. It is slightly different, as the zakat must be divided in full without needing to be returned. Although its interest-free loan is legal, it requires further explanation to avoid negative views. The finding shows that in 2013, 2014 and 2015, Baitul Mal Aceh, gains its funds more than expected. It requires careful handling in order to avoid any problems in the future.
Penerapan Ajaran Turut Serta Kasus Korupsi Dikaitkan Teori Pertanggungjawaban Pidana
Linda Ulfa;
Mohd. Din;
Dahlan Dahlan
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Implementasi penerapan ajaran turut serta dalam kasus tindak pidana korupsi tidak sesuai dengan teori pertanggungjawaban pidana. Hal ini disebabkan penerapan ajaran ini yang tidak sesuai dan tidak memenuhi unsur keadilan. Implikasinya adalah para pelaku tindak pidana korupsi tidak bisa dihukum setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya. Selama ini para pelaku tindak pidana korupsi itu dijerat dengan Pasal 55 KUHP yang mengakibatkan pelaku utama tindak pidana korupsi tersebut tidak tersentuh hukum. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap adanya pelaku lain yang tersangkut dalam tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa adalah dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan secara mendalam terhadap adanya pelaku baru yang melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Pemerintah harus menyempurnakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, agar semua pelaku tindak pidana korupsi dapat tersentuh hukum. Joint Criminal Enterprise Principle Implementation in Corruption Cases Related to Criminal Liability Theories ABSTRACT: The research shows that the implementation of the principle of joint criminal enterprise is not in accordance with theories of criminal responsibility as the implementation is not based on the justice elements, it results from the perpetrators of corruption cases cannot be punished fairly and balanced as what they have committed towards the case of corruption, recently, the corruption perpetrators is imposed by Article 55 of KUHP causing the principals of the corruption case is not being punished. The legal efforts that can be done towards the perpetrators are that are committing the corruption crime that is being investigated are by conducting investigation and the accusation process deeply towards the new perpetrators committing the crime. It proves that the corruption case is committed jointly; hence by finding new suspects would bring justice, usefulness and certainty of laws. It is recommended that the Government of Republic of Indonesia should immediately revise or complement the Act Number 31, 1999 in relation to the Act Number 20, 2001 on the Corruption Crime, hence all the perpetrators of the corruption cases can be punished and touched by the law and there are no one of the perpetrators are free from the imposition of law.
Algoritma Peraturan Daerah Penataan Desa untuk Mewujudkan Desa yang Maju dan Berdaya Saing
Ade Arif Firmansyah;
HS. Tisnanta;
FX. Sumarja
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK: Desa atau yang dikenal dengan istilah lain merupakan satuan pemerintahan terkecil yang memiliki kewenangan otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Sebagai satuan pemerintahan terkecil yang berada di daerah, banyak persoalan pemerintahan terkait penataan desa yang dihadapi seperti: efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, yang tentu saja membutuhkan peranan aktif pemerintah daerah melalui regulasi yang mendukung pembangunan desa. Tulisan ini bertujuan memberikan algoritma/formula Peraturan Daerah Penataan Desa yang mampu mewujudkan desa yang maju dan berdaya saing. Dengan menggunakan pendekatan socio legal dan teori perundang-undangan serta konsep hukum pengayoman dan hukum progresif, dihasilkan algoritma peraturan daerah sebagai berikut: Peraturan Daerah Penataan Desa harus beranjak dari persoalan riil yang secara umum terjadi di suatu daerah dengan melandaskan pembentukannya pada aspek filosofi, sosiologis dan yuridis; peranan pemerintah daerah harus ditegaskan sampai pada aspek pendanaan hingga pengawasan dan evaluasi; memberikan ruang akses yang seluas-luasnya bagi desa untuk mengembangkan potensinya terkait pemekaran maupun perubahan status. Dengan demikian, diharapkan desa yang maju dan berdaya saing dapat terwujud melalui Peraturan Daerah Penataan Desa. Local Regulation Algorithm of Village Arrangement Toward A Visible and Competitive Village ABSTRACT: The village or other known term is the smallest unit of government with autonomous authority to regulate and administer its own government. As the smallest government unit in the region, many governance issues related to village arrangement are faced such as the effectiveness of government administration, improvement of public service quality and community welfare, which of course require active role of local government through local regulation that supporting village development. This paper aims to provide an algorithm/formulation of Local Regulation Village Arrangement that is able to realize a visible and competitive village. By using socio legal approach and the theory of legislation as well as the concept of hukum pengayoman and hukum progresif, the result of local regulation algorithm as follows: Local Regulation of Village Arrangement must be moved from real problem which generally occur in a region by based its formation on philosophy, sociology and juridical aspect; The role of local government should be emphasized to funding aspects up to monitoring and evaluation; Provide the widest possible access space for villages to develop their potential for division and status change. Thus, it is expected that visible and competitive villages can be realized through the Local Regulation of Village Arrangement.