cover
Contact Name
AHMAD SULTHON
Contact Email
sulthon@lecturer.uluwiyah.ac.id
Phone
+6288989422425
Journal Mail Official
elqisthhki@gmail.com
Editorial Address
Jl.Raya Mojosari No. KM 4 Mojokerto
Location
Kota mojokerto,
Jawa timur
INDONESIA
El-Qisth Jurnal hukum keluarga Islam
ISSN : -     EISSN : 26211319     DOI : https://doi.org/10.47759/mxkyga19
Core Subject : Religion, Social,
El - Qisth Jurnal Hukum Keluarga Islam adalah wadah kajian ilmiah yang berfokus pada Hukum Keluarga Islam dan aspek terkait, meliputi: Hukum Perkawinan Islam Hukum Kewarisan Islam Hukum Perdata Islam Filsafat Hukum Islam Hukum Adat Islam Jurnal ini bertujuan menjadi ruang diskusi akademik yang ringkas, mendalam, dan relevan, serta berkontribusi pada pengembangan keilmuan hukum Islam di Indonesia dan dunia Muslim.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 4 No. 02 (2021): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth" : 5 Documents clear
Pembatalan Perkawinan Akibat Poligami (Studi Komparasi Antara Pasal 71 Huruf (a) dan Fikih Mazhab Syafi’i) Ahmad Sulthon; M. Abul Maali
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 4 No. 02 (2021): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47759/qisth.v4i2.274

Abstract

Pembatalan perkawinan merupakan satu cara pemutusan ikatan perkawinan yang cacat syarat dan rukunnya. Dalam ketentuan Pasal 71 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam disebutkan perkawinan poligami dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi persyaratan-persyaratannya. Adapun persyaratan utama yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah adanya izin Pengadilan Agama. Sementara itu dalam penyusunan materi KHI sendiri, mayoritas literatur yang dijadikan dasar pijakan adalah pemikiran-pemikiran fikih Syafi'iyyah. Oleh karenanya, penulis berusaha meneliti dasar-dasar penetapan ketentuan Pasal 71 Huruf (a) dengan fikih Mazhab Syafi'i, beserta relevansi keduanya dalam skripsi yang berjudul, "Pembatalan Perkawinan Akibat Poligami (Studi Komparasi Antara Pasal 71 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam dan Fikih Mazhab Syafi'i)". Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research). Untuk itu, data-data yang digunakan diambil dengan menelusuri, mengumpulkan dan meneliti berbagai referensi fikih-fikih Mazhab Syafi’i, dan perumusan Kompilasi Hukum Islam itu sendiri. Data yang terhimpun dianalisis dengan menggunakan content analysis (analisis isi), kemudian digunakan metode deskriptif komparatif. Penulis menggunakan pola berfikir deduktif, dengan menganalisa data sejarah dan latar belakang penetapan Pasal 71 Huruf (a) KHI serta data dasar penetapan pasal tersebut secara umum, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus dan dibandingkan dengan pemikiran fikih Mazhab Syafi’i. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan Pasal 71 Huruf (a) KHI merupakan hasil ijtihad para perumus KHI, bukan produk hukum ulama Syafi'iyyah. Latar belakang dan dasar penetapannya adalah tuntutan kondisi sosial kemasyarakatan Indonesia yang bertitik tekan pada peningkatan dan perlindungan martabat kaum wanita. Adapun relevansinya dengan fikih Mazhab Syafi’i terletak pada metodologi penggalian hukumnya yang menitikberatkan pada aspek pencapaian maslahah dan upaya preventif terhadap timbulnya mafsadah.
Analisis Jenis-Jenis Alat Bukti dan Kekuatan Bukti Digital Dalam Pembuktian Acara Perdata Rinda; Siti Nurul Romadiyah
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 4 No. 02 (2021): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembuktian merupakan hal yang sangat penting dalam suatu peradilan. Hal tersebut dikarenakan pengadilan menerapkan hukum dan keadilan yang berdasarkan pada pembuktian. Dalam hukum acara perdata, pembuktian diatur dalam Herzien Indlandsch Reglement (HIR), Rechteglement voor de Buitengewesten (RBg), dan Burgerlijk Wetboek (BW). Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membuktikan disebut sebagai alat bukti. Jenis-jenis alat bukti telah ditentukan dalam perundang-undangan yakni dalam Pasal 1886 KUHPerdata, Pasal 284 RBg, dan Pasal 164 HIR. Kekuatan alat bukti merupakan hal yang sangat krusial dalam suatu perkara perdata agar perkara tersebut dapat diselesaikan dengan cepat. Antara alat bukti yang satu dengan yang lain memiliki kekuatan masing-masing. Terlebih jika menyesuaikan dengan era perkembangan teknologi ini, maka akan banyak ditemui hal-hal baru yang mungkin dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan. Seperti halnya, dengan alat bukti digital yang berkembang bersamaan dengan perkembangan teknologi ini. Meskipun menjadi alat bukti baru yang ditemukan setelah perkembangan teknologi, namun alat bukti ini tetap harus menjadi pertimbangan untuk menjadi pembuktian. Hal inipun sebenarnya sejalan dengan hukum yang memang harus bergerak secara dinamis. Terlebih untuk hal bersifat digital atau elektronik di Indonsia telah memiliki regulasi hukum yang jelas yang termaktub dalam UU ITE. Maka hal inilah yang menarik untuk dikaji mengenai penempatan oleh Indonesia terhadap alat bukti digital sebagai alat bukti baru di persidangan, khususnya persidangan perdata.
PERAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM PENCATATAN PERKAWINAN Wajih Kifai; Eka Marita Putri Fauzi
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 4 No. 02 (2021): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

KUA adalah sebuah lembaga atau institusi pemerintah yang lahir pada tanggal 21 Nopember 1946 memiliki tugas, fungsi, dan peran strategis dalam mensosialisakan dan melaksanakan program-program pemerintah dalam pembangunan di bidang urusan agama Islam. Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan lembaga yang berada dibawah naungan Departemen Agama yang  mempunyai peran yang sangat penting dalam menjalankan tugas-tugas dari departemen Agama yang berada  di daerah. KUA menempati posisi yang sangat strategis dalam upaya pengembangan dan pembinaan kehidupan keagamaan dalam masyarakat. Hal ini disebabkan Letak tugas KUA yang berada di tingkat daerah kecamatan yang notabene berhadapan langsung dengan kehidupan beragama Masyarakat dan juga dikarenakan fungsi dan peran yang melekat pada lembaga KUA itu sendiri Hasil Penelitian KUA  merupakan  lembaga  di  Kementerian  Agama  tingkat  kecamatan  yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat Muslim. Bebreapa fungsi KUA  adalah  Menyelenggarakan  statsistik  dan  dokumentasi, Menyelenggarakan  surat  menyurat,  kearsipan,  pengetikan,  dan  rumah tangga KUA  Kecamatan,  Melaksanakan  pencatatan  nikah,  rujuk,  mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah social.
EFEKTIFITAS BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL Hadi Ismail; Siti Nisfi Wilujeng
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 4 No. 02 (2021): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lahirnya UU No 38/1999 membawa paradigma baru terutama dari sisi manajemen dan kelembagaan yang bermuara pada peran penting dari eksistensi amil. Sebelumnya zakat hanya diposisikan sebagai kegiatan ibadah yang dianggap rutin yang jauh dari sentuhan menejemen (person to person), kalaupun ada sangat sederhana bila tidak mau dibilang seadanya. Bila sudah sampai ke tangan amil maka dengan bebas amil bisa mendistrisusikannnya tanpa strategi, target, dan visi yang jelas. Terlebih ada sebagian masyarakat yang memiliki keyakinan bila ibadah zakat akan lebih afdhal bila disampaikan langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik) khususnya terkait dengan zakat fitrah yang masih banyak kalangan yang menganggap sebagai ‘budaya’ dari pada urusan pemberdayaan. Zakat (fitrah) hanya dianggap sebagai urusan individu. Gaung kinerja amil sayup-sayup baru akan terdengar menjelang bulan Ramadhan tiba sehingga terkesan sporadis dan ad hoc. Hasil penelitian BAZNAS selaku institusi yang diberikan wewenang oleh Negara sebagai pengelola zakat, untuk sampai pada tingkat tersebut bukanlah perkara mudah. Butuh 66 tahun (69 tahun jika ditambah menunggu putusan MK) berlalu, barulah institusi ini menjadi institusi tertinggi dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Meskipun dalam tatanan praktis, masih dibutuhkan perbaikan, khususnya dalam bidang sumber daya manusia, pendataan muzakki dan mustahiq, serta law inforcement terhadap LAZ yang tak sesuai.
FENOMENA POLIGAMI ANTARA SOLUSI SOSIAL DAN WISATA SEKSUAL DALAM ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 M. Khoirul Muzakki; Hendri Choirun N
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 4 No. 02 (2021): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang pria dalam waktu yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Bentuk perkawinan pertama kali adalah monogami, sedangkan poligami datang belakangan sesuai dengan perkembangan akal pikiran manusia dari zaman ke zaman. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat normatif, karena penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang serta serta bahasa hukum yang digunakan tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Bagaimanapun, poligami tetap akan diperdebatkan. Sebenarnya masalahnya tidak terlalu berat dan tidak perlu menempatkannya sebagai sesuatu yang membahayakan bagi kehidupan perempuan sehingga harus ditolak secara a priori. Poligami merupakan shariah agama yang keberadaannya jelas di dalam al-Qur‟an, terlepas bagaimana ayat tersebut diterapkan. Permasalahannya adalah dalam kondisi yang bagaimana dan oleh siapa shari’ah poligami ini bisa dilaksanakan. Manakala seseorang memiliki kesanggupan, kemudian ia beristri lebih dari satu orang, dan hal ini merupakan kebutuhan dirinya sehingga ia tetap dapat memelihara muru’ah, serta ia bisa berbuat adil, maka ia boleh melakukan poligami.

Page 1 of 1 | Total Record : 5