cover
Contact Name
Dian Aries Mujiburohman
Contact Email
esamujiburohman@stpn.ac.id
Phone
+62817160272
Journal Mail Official
jurnalpertanahan@stpn.ac.id
Editorial Address
Jl. Tata Bumi No.5, Area Sawah, Banyuraden, Kec. Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55293
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Pertanahan
ISSN : 08531676     EISSN : 27971252     DOI : https://doi.org/10.53686
Jurnal Pertanahan was first published online in 2021 by the Center for Development and Standardization of Agrarian, Spatial Planning, and Land Policy (Pusbang SKATP), Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency (ATR/BPN). Since its inception, the journal has served as an academic medium for disseminating research results, policy studies, and critical thinking in the fields of agrarian affairs, land, and spatial planning. The journal is published twice a year (July and November) with registration numbers P-ISSN 0853-1676 and E-ISSN 2797-1252. Pusbang SKATP ATR/BPN will manage it until 2024. However, based on Service Note Number 60.1/ND-100.7.LB.02/V/2025 and Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 6 of 2025 concerning the Organization and Work Procedures of the Ministry of ATR/BPN, the Pusbang SKATP unit is no longer listed in the organizational structure. Therefore, the Sekolah Tinggi Pertanhan Nasional (STPN) has been continuing the publication of the Jurnal Pertanahan since 2025. .Focus and scope of Jurnal Pertanahan includes, but are not limited to the following fields of: Tata ruang (Spatial Planning) Survei dan Pemetaan (Survey and Mapping) Hubungan Hukum Keagrariaan (Agrarian Law Relationships) Penataan Agraria dan Tata Guna Tanah (Agrarian Structuring and Land Use) Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Land Acquisition and Land Development) Sengketa dan Konflik Pertanahan dan Tata Ruang (Land and Spatial Disputes and Conflicts) Administrasi dan Manajemen Pertanahan (Land Administration and Management) Inovasi Pertanahan dan Tata Ruang (Land and Spatial Innovation)
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan" : 7 Documents clear
Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Melakukan Sertipikasi Tanah Sawah “Gilir Ganti” Pada Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dasa Prima, M Trianda; Moeis, Jossy Prananta
Jurnal Pertanahan Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v14i1.197

Abstract

Sistem sawah “gilir ganti” menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian realisasi sertipikasi tanah dalam program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Kabupaten Kerinci. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP No.24/Tahun 1997) dalam Pasal 31;, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 (PMNA 3/1997) dalam Pasal 90; dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2021 (Permen ATR/KaBPN 16/2021) dalam Pasal 90 dan Pasal 90 A UU No. 5 tahun 1960 dan PP No 24 tahun 1997 telah memfasilitasi masyarakat pemilik sawah “gilir ganti” untuk memiliki sertipikat dengan keseluruhan nama pemilik tercantum dalam sertipikat ataupun hanya nama waris matrilineal (garis keturunan ibu) sesuai adat istiadat di Kabupaten Kerinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis penyebab masyarakat pemilik sawah “gilir ganti” tidak mensertipikatkan tanah sawahnya, untuk selanjutnya menawarkan solusi mengenai sertipikasi tanah sawah “gilir ganti” milik bersama komunal milik bersama milik bersama di Kabupaten Kerinci. Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif melalui kuesioner; telaah dokumen; dan in depth interview dengan informan yang dipilih dan ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab masyarakat pemilik sawah “gilir ganti” tidak mau mensertipikatkan sawahnya karena mereka tidak paham tentang pentingnya sertipikat tanah; tanah “gilir ganti” dipunyai oleh banyak pemilik (memiliki ahli waris yang banyak); dan masyarakat masih banyak yang belum mengetahui tentang sertipikat tanah dengan kepemilikan bersama. Disamping Penyebab lainnya adalah bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan oleh ninik mamak dan tengganai, adanya kebingungan tentang siapa yang akan memegang sertipikat, dan nama siapa yang tercantum di dalamnya. Selain di samping itu, masyarakat merasa terbebani dengan pajak-pajak dan administrasi lain yang akan muncul jika tanah mereka disertipikatkan.   The shifting system of rice field land is one of the causes of the low achievement of land certification realization in the Complete Systematic Land Registration Program (PTSL) in the Kerinci Regency. The government through regulation number 24 of 1997 (PP 24/1997) chapter 31;, regulation of agrarian minister number 3 of 1997 (PMNA 3/1997) chapter 90; and regulation of agrarian and spatial planning minister/head of BPN number 16 of 2021 (Permen ATR/KaBPN 16/2021) chapter 90 and 90A, UU No 5 of 1960 andPP No 24 of 1997has facilitated the community of shifting rice field owners to have a certificate with the entire owner’s name listed on the certificate. This study aims to identify and analyze the causes of the behavior of shifting rice fields owners who do not want to certify their fields. This study uses a descriptive-analytical research design with a qualitative approach through questionnaires, document review, and in-depth interviews with selected and determined informants. This research shows that the community who owns shifting rice fields who are not interested to certify their fields because they do not understand the importance of land certificates; the rotational land has many owners or heirs; there are still many people who do not know about joint ownership land certificates. People are also do not want to certify their land because ninik mamak and tengganai are not allowed them to do it; there is confusions about who will hold the certificate and whose name is on it. The other reason is because the community feels burdened with taxes and other administration if their land is certified.
Model Penilaian Tanah Massal Berbasis Bidang Tanah Menggunakan Algoritma Random Forest di Kota Surakarta Yulianto, Catur
Jurnal Pertanahan Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v14i1.204

Abstract

Penilaian tanah massal berbasis bidang tanah dapat dilakukan dengan menggunakan model berdasarkan variabel-variabel bebas pembentuk nilai tanah. Salah satu model yang disarankan untuk model nilai tanah yaitu algoritma random forest. Agar random forest memiliki kemampuan prediksi yang baik maka perlu dilakukan pengaturan hyperparameter antara lain mtry, jumlah pohon yang dibangun (num.trees), dan jumlah minimal node (min.node.size). Penelitian ini bertujuan untuk melihat kinerja model penilaian tanah menggunakan random forest dengan analisis pengaturan hyperparameter agar mendapatkan hasil akurasi terbaik. Hasil penelitian menunjukkan model nilai tanah memiliki nilai R2 sebesar 82,96% dan nilai mean absolute percent error (MAPE) sebesar 26,83 sehingga model memiliki kemampuan prediksi yang layak. Berdasarkan standar rasio yang dikeluarkan oleh IAAO, uji kualitas model penilaian tanah menghasilkan nilai coefficient of variation (COV) sebesar 22,62 dan nilai coefficient of dispersion (COD) sebesar 25,29 serta nilai price related differential (PRD) sebesar 1,12. Nilai COV, COD, dan PRD masih di luar batas toleransi yang ditetapkan.   Parcel-based mass valuation can be carried out using a model based on the land value independent variables. One model that is recommended for modeling land value is the random forest algorithm. In order for random forest to have good predictive capabilities, it is necessary to tune hyperparameters including mtry, number of trees built (num.trees) and minimum number of nodes (min.node.size). This research aims to show the performance of a land valuation model using random forest with hyperparameter tuning analysis to get the best accuracy. The research results show that the land valuation model has an R2 of 82.96% and a mean absolute percent error (MAPE) of 26.83, so the model has reasonable predictive ability. Based on the standard ratio issued by the IAAO, the land valuation model quality test gives a coefficient of variation (COV) value of 22.62, a coefficient of dispersion (COD) value of 25.29, and a price-related differential (PRD) value of 1.12. COV, COD, and PRD are still outside the specified tolerance limits
Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang Kabupaten Mamuju pada Indikasi Program Pembangunan Jangka Menengah Pertama Periode 2019 - 2024 Jayadi, Radinal
Jurnal Pertanahan Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v14i1.206

Abstract

Penilaian perwujudan rencana tata ruang Kabupaten Mamuju merupakan bentuk evaluasi atas pelaksanaan rencana tata ruang dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak diimplementasikan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap pelaksanaan rencana tata ruang Kabupaten Mamuju dalam rangka upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Mamuju. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penilaian, perwujudan program struktur ruang terwujud sebesar 42,81% sedangkan penilaian perwujudan program pola ruang terwujud sebesar 16,25%. Selain itu, untuk penilaian perwujudan struktur ruang pada pusat kegiatan lokal (PKL), pusat pelayanan kawasan (PPK) dan pusat pelayanan lingkungan (PPL) memiliki nilai keterwujudan 17%, 64,29%, dan 61,91%. Di sisi lain, didapatkan penilaian perwujudan pola ruang pada kawasan fungsi lindung sebesar 90,46% dan pola ruang fungsi budidaya sebesar 99,49%. Berdasarkan hasil analisis perwujudan rencana tata ruang, diperoleh beberapa temuan terkait muatan rencana tata ruang yang harus disesuaikan di dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mamuju (RTRW Kabupaten Mamuju), yakni: 1) menjadikan dokumen Sinkronisasi Program Penataan Ruang (SPPR) sebagai pedoman dalam penyusunan rencana kerja perangkat daerah (RKPD) tiap tahun; 2) menjadikan dokumen KKPR nonberusaha menjadi alat kontrol kegiatan pemanfaatan ruang; 3) menyesuaikan delineasi kawasan sempadan pantai berdasarkan karakteristik kondisi eksisting; 4) menyesuaikan ketentuan sempadan sungai dengan ketentuan yang sudah ada/terlebih dahulu dan dengan karakteristik kondisi existing; 5) menetapkan zona kendali di Kawasan Agropolitan Kecamatan Kalukku; 6) menetapkan zona didorong pada kawasan pusat pemerintahan baru Kabupaten Mamuju di Kecamatan Papalang; dan 7) menetapkan zona didorong pada kawasan pariwisata pesisir barat di Kecamatan Simboro dan Kecamatan Tapalang Barat.   The assessment of the realization of the Mamuju Regency spatial plan is an evaluation of the implementation of the spatial plan within the last five years since its implementation. This research aims to assess the implementation of the Mamuju Regency spatial plan in the context of efforts to control space utilization in Mamuju Regency. The research method in assessing the realization of spatial plans is carried out with qualitative and quantitative approaches. Based on the results the assessment of the realization of the spatial structure program was realized by 42.81 % while the assessment of the realization of the spatial pattern program was realized by 16.25 %. In addition, for the assessment of the realization of spatial structure in local activity center (PKL), regional service center (PPK) and neighborhood service center (PPL) has a realization of 17 %, 64.29 %, and 61.91 %. An assessment of the realization of the pattern of regional space with a protective function is realized by 90.46% and the pattern of cultivation function space is realized by 99.49%. Based of the results of the realization of the spatial plan, several findings were obtain related to the content of the spatial plan that must be adjusted in the revision of theMamuju Regency Spatial Plan (RTRW Kabupaten Mamuju), namely; 1) making the synchronization of spatial planning program (SPPR) document as a guideline in the preparation of the regional work plan (RKPD) every year; 2) Making the KKPR Non Business document a control tool for space utilization activities; 3) Adjusting the delineation of coastal border areas based on the characteristics of the existing conditions; 4) Adjusting the provisions of the river boundary based on pre existing provisions and the characteristics of the existing conditions; 5) Establishing control zones in the Kalukku Sub-district Agropolitan Area; 6) Establishing driven zones in the new government center area of Mamuju Regency in Papalang Sub-district; 7) Establishing driven zones in the west coast tourism area in Simboro Sub-district and West Tapalang Sub-district.
Pemanfaatan Sipetik dalam Identifikasi Tipologi Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik Hak Atas Tanah dengan Kawasan Hutan (Uji Coba: Provinsi Bali) Wahyudi, Agus; Pradnya Paramita, Bintang Aulia; Swantika, Septein Paramia; Thriatmoko, Edy; Ginanjar, Theo
Jurnal Pertanahan Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v14i1.227

Abstract

ABSTRAK Mitigasi risiko terhadap adanya indikasi tumpang tindih merupakan langkah penting untuk mencegah sengketa, konflik, perkara dalam tingkat individual ataupun sektoral. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan indikasi tumpang tindih bidang tanah dengan kawasan hutan di Provinsi Bali memanfaatkan Sipetik. Metode analisis berbasis dokumen dengan menggunakan citra satelit resolusi tinggi, peta penetapan kawasan hutan, dan peta bidang tanah. Selanjutnya, hasil analisis tersebut diverifikasi melalui penelitian lapangan. Sipetik adalah suatu platform inovatif yang menyediakan beragam fitur untuk mengelola informasi geospasial. Arsitektur Sipetik melibatkan perangkat keras GPS geodetik untuk meningkatkan akurasi data yang dihasilkan. Hasil temuan ini memberikan gambaran tentang 8 tipologi tumpang tindih yang khas antara hak atas tanah dan kawasan hutan di Provinsi Bali, yaitu T1A (tidak bertumpang tindih, posisi bidang tanah sesuai dan pal batas kehutanan sesuai), T2A (tidak bertumpang tindih, posisi bidang tanah sesuai dan perlu update pal batas kehutanan), T3A (tidak bertumpang tindih, posisi bidang tanah tidak sesuai dan pal batas kehutanan sesuai), T4A (tidak bertumpang tindih, posisi bidang tanah tidak sesuai dan perlu update pal batas kehutanan), T1B (bertumpang tindih, posisi bidang tanah sesuai dan pal batas kehutanan sesuai), T2B (bertumpang tindih, posisi bidang tanah sesuai dan perlu update pal batas kehutanan), T3B (bertumpang tindih, posisi bidang tanah tidak sesuai dan pal batas kehutanan sesuai), dan T4B (bertumpang tindih, posisi bidang tanah tidak sesuai dan perlu update pal batas kehutanan). Penemuan ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan strategi mitigasi risiko yang lebih efektif dalam pengelolaan hak atas tanah dan kawasan hutan di Provinsi Bali.   ABSTRACT Mitigating risks associated with overlapping indicative maps is a crucial measure to preempt conflicts, both at the individual and sectoral levels. This study seeks to identify instances of land parcels overlapping with forested areas within Bali Province. The research employs a document-based analytical approach, utilizing high-resolution satellite imagery, forest area delineation maps, and land rights status maps. Subsequently, the outcomes of this analysis are corroborated through field (survey). Sipetik is an innovative platform that provides various features for managing geospatial information. The Sipetik architecture involves geodetic GPS hardware to improve the accuracy of the data generated. These findings yield insights into eight distinct typologies of overlap between land rights and forested areas in bali province, denoted as T1A (non-overlapping, with the land parcel position matching forestry boundaries), T2A (Non-overlapping, with the land parcel position matching but requiring forestry boundary updates), T3A (Non-overlapping, with land parcel position mismatching but forestry boundaries matching), T4A (Non-overlapping, with land parcel position mismatching and necessitating forestry boundary updates), T1B (overlapping, with the land parcel position matching forestry boundaries), T2B (overlapping, with the land parcel position matching but necessitating forestry boundary updates), T3B (overlapping, with the land parcel position mismatching but forestry boundaries matching), and T4B (overlapping, with the land parcel position mismatching and requiring forestry boundary updates). These f indings lay the groundwork for the development of more effective risk mitigation strategies in the management of land rights and forested areas in the Bali Province.
The Sustainability of Agrarian Reform In A Macro Perspective (Comparative Study Between Target Areas of Complete Systematic Land Registration Program) Fitri Wahyuni, Fitri Wahyuni; Mursa, Vito Haga; Zevaya , Faradina
Jurnal Pertanahan Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v14i1.238

Abstract

Agrarian reform emerges as a continuous process of restructuring the tenure, ownership, and utilization of agrarian resources to ensure legal certainty and protection and achieve justice and people’s welfare. One of the activities in agrarian reform is the complete systematic land registration (PTSL), a simultaneous land registration of all land in Indonesian territory at a village level. This study aims to identify and analyze macroeconomic variables associated with geographical or regional aspects, where each region has characteristics including layout, differences in natural and human resources, customs and culture, and local wisdom. Based on the results of the study, it was obtained that the macroeconomic variables population, gini index, natural resource potential, and Human development index did not have a significant effect on the realization of PTSL in Kerinci Regency and Sarolangun Regency in Jambi Province. There are economic factors that are thought to have a significant influence on the realization of PTSL including customs or culture, regional administration, community participation, migrant communities, and vulnerability to disasters.   Reforma agraria hadir sebagai suatu proses berkesinambungan dalam penataan kembali penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan sumberdaya agraria untuk tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Salah satu kegiatan dalam reforma agraria adalah program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) yang merupakan kegiatan pendaftaran tanah dilakukan secara bersama dan serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia dalam satu wilayah desa atau kelurahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis variabel makro ekonomi yang dikaitkan dengan aspek nonekonomi seperti geografis atau wilayah, dimana tiap-tiap wilayah memiliki karakteristik meliputi tata letak, perbedaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, adat istiadat dan budaya, serta kearifan lokal. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh variabel makro ekonomi jumlah penduduk (JP), indeks gini (GI), potensi sumberdaya alam (PSD), dan indeks pembangunan manusia (IPM) tidak berpengaruh signifikan terhadap realisasi PTSL di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Sarolangun di Provinsi Jambi. Terdapat faktor nonekonomi yang diduga berpengaruh signifikan terhadap realisasi PTSL diantaranya adat istiadat atau budaya, administrasi wilayah, partisipatif masyarakat, masyarakat pendatang serta kerentanan terhadap bencana.
Pengelolaan Tanah Adat Keraton Kasepuhan Cirebon dalam Bingkai Kebijakan Agraria Nasional terhadap UUPA Prasetyo, Geta Ilham Adi; Farizy, Budi Salman; Billah, Mumtaz Mustaqim; Yustirandi, Ahmad Fahmi
Jurnal Pertanahan Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v14i1.239

Abstract

Dalam konteks kepastian hukum di bidang pertahanan, struktur hukum jelas sangat diperlukan. Kejelasan mengenai status tanah, kepemilikan, bukti kepemilikan, batas-batas, dan luasnya sangat penting dalam menyelesaikan konflik dan sengketa tanah. Tujuannya adalah untuk menghindari ketidakjelasan dan konflik yang mungkin timbul terkait pengakuan dan penguasaan tanah oleh pihak tertentu. Sebagai contoh, kasus konflik yang muncul di sekitar tanah adat Keraton Kasepuhan Cirebon menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana-perlindungan-hukum-terhadap-hak-hak-masyarakat-adat- setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahunc1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Pendekatan deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif digunakan dalam penulisan ini, dengan menganalisis sumber data primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian-ini menunjukkan beberapa hal. Pertama,-secara-formal,-status-tanah adat (ulayat) diakui dan dilindungi selama masih ada dalam kenyataan. Konstitusionalnya, hak-hak tradisional dari masyarakat hukum adat juga mendapat perlindungan. Kedua, status hukum tanah Keraton Kasepuhan Cirebong dapat ditelusuri kembali dari Inggris, Belanda, awal kemerdekaan, hingga era reformasi sebagai hak milik atau hak turun temurun dari Kasultanan Kasepuhan Cirebon. Ketiga,dalam konteks hukum tanah nasional, hak ulayat diakui sebagaimana-diatur-dalam peraturan-peraturan yang berlaku, dan masih ada sekelompok orang yang mengikuti tatanan hukum adat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mekanisme penyelesaian-masalah hak ulayat-dalam konteks Kesultanan-Cirebon diatur-dalam peraturan-yang berlaku. Sengketa tanah antara Keraton Kasepuhan Cirebon dan Pemerintah Kota Cirebon merupakan kasus yang kompleks dan belum terselesaikan, yang memerlukan pendekatan yang komprehensif dan konsultatif lintas-sektor untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.   In the context of legal certainty in the land sector, a clear legal structure is needed. This is important because in resolving land conflicts and disputes, clarity regarding land status, ownership, proof of ownership, boundaries and extent is needed. This aims to avoid ambiguities and conflicts that may arise regarding the recognition and control of land by certain parties. For example, the conflict that arose around the customary land of Keraton Kasepuhan Cirebon raises the question of how the legal protection of the rights of indigenous peoples after the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles. This writing uses an analytical descriptive approach using a normative juridical approach method, namely by analysing primary, secondary, and tertiary data sources. The results of this research show several things. First, formally, the status of customary land (ulayat) is recognised and protected as long as it still exists in reality. Constitutionally, the traditional rights of customary law communities also receive protection. Second, the legal status of Cirebon Kasepuhan Palace land can be traced back from the British, Dutch, early independence, to the reform era as property rights or hereditary rights of the Kasultanan Kasepuhan Cirebon. Third, in the context of national land law, customary rights are recognised as stipulated in applicable regulations, and there is still a group of people who follow customary law in their daily lives. The mechanism for resolving customary rights issues in the context of the Sultanate of Cirebon is regulated in the applicable regulations.
Kedudukan Produk Klaster 3 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap sebagai Produk Pendaftaran Tanah (Studi Kasus PTSL 2023 Kantor Pertanahan Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah) Nugroho, Susetyo; Imran; Siswoyo; Sabir; Mulyani, Rini; Ratode, Hartato Kurniawan; Surahman, Yogi
Jurnal Pertanahan Vol 14 No 1 (2024): Jurnal Pertanahan
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53686/jp.v14i1.249

Abstract

Terdapat 536 bidang tanah produk klaster 3 pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) pada Kantor Pertanahan (Kantah) Tojo Una-Una yang harus dilakukan pengulangan proses pendaftaran tanah dari awal agar dapat ditingkatkan menjadi sertipikat hak atas tanah. Harapan produk klaster 3 PTSL dengan mudah dapat ditingkatkan menjadi sertipikat hak atas tanah dikemudian hari sulit terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan produk klaster 3 PTSL sebagai produk pedaftaran tanah. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang memanfaatkan bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer yang dimaksud yaitu peraturan perundang-undangan, petunjuk teknis mengenai PTSL sedangkan bahan hukum sekunder yaitu wawancara dan sejumlah literatur yang membahas mengenai PTSL dan pendaftaran tanah. Pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan, dan konseptual. Bahan yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif. Produk klaster 3 PTSL bukan merupkan produk pendaftaran tanah yang bertujuan utama agar dapat diterbitkan sertipikat hak atas tanah. Produk klaster 3 PTSL sebagai produk pendaftaran tanah hadir untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis pada satu desa lokasi PTSL yang bidang tanahnya secara subjek maupun objek tidak dapat dilakukan pembukuan hak. Produk klaster 3 PTSL sebagai hasil kegiatan proses pendaftaran tanah yang belum selesai dan belum melahirkan hak atas tanah menyebabkan produk K3 akan selalu dibayangi dengan potensi melahirkan fakta- fakta hukum baru, oleh hal tersebut pengulangan kegiatan pada produk klaster 3 PTSL pada saat ingin dibukukan haknya haruslah dianggap sebuah kewajaran.   There are 536 plots of complete systematic land registration(PTSL) cluster 3 product land in land office(kantah) Tojo Una Una, the land registration process must be repeated from the beginning so that it can be upgraded to a land title certificate. The hope that PTSL cluster 3 products can easily be upgraded to become land title certificates in the future will be difficult to achieve. The aim of this research is to determine the position of PTSL cluster 3 products as land registration products. This research is normative legal research which utilizes primary and secondary legal materials. The primary legal materials in question are statutory regulations, technical instructions regarding PTSL, while the secondary legal materials are interviews and a number of literature discussing PTSL and land registration. The approach used is statutory and conceptual. The collected material was analyzed descriptively qualitatively. The PTSL cluster 3 product is not a land registration product whose main aim is to issue land title certificates. The PTSL cluster 3 product as a land registration product is here to collect and present complete information regarding physical data and juridical data in a village where PTSL is located where land plots as subjects and objects cannot be recorded as rights. Cluster 3 products PTSL are the result of land registration process activities that have not been completed and have not given birth to land rights, causing K3 products to always be overshadowed by the potential to give birth to new legal facts, therefore repetition of activities in PTSL cluster 3 products when the rights are to be recorded must be considered a reasonableness.

Page 1 of 1 | Total Record : 7