cover
Contact Name
Veli Novaliah
Contact Email
vnovaliah@student.untan.ac.id
Phone
+628119504121
Journal Mail Official
acta.borneo.jurnal@hukum.untan.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/tabj/about/editorialTeam
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Tanjungpura Acta Borneo Journal
ISSN : -     EISSN : 30309816     DOI : https://doi.org/10.26418/tabj.v1i1
Core Subject : Social,
We are interested in topics which cover issues in Notarial related law and regulations Indonesia and other countries. Articles submitted might included topical issues in contract law, security law, land law, Administrative Law, Etical codes of Profession, acts and legal documents, and Islamic law related to these topics, etc.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024" : 6 Documents clear
ANALISIS YURIDIS PENDIRIAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK YANG KEGIATAN USAHANYA BERSIFAT KOMERSIL/BISNIS Sentosa, Ucuk
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.87038

Abstract

Abstract  Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) Pontianak was established to carry out various activities in the health sector. However, YARSI as a non-profit social institution also has several commercial businesses, such as the educational institutions of the Academy of Pharmacy (AKFAR) and College of Health Sciences (STIKES), as well as the business of selling stationery and school uniforms. Tuition fees at these institutions vary, with regular and independent courses having different rates. This commercial activity raises legal issues because it conflicts with Law Number 16 of 2001 and Law Number 28 of 2004 concerning Foundations. This research aims to analyze the legal consequences related to YARSI Pontianak's commercial activities and their legal status. Based on normative juridical research, it is concluded that YARSI Pontianak can be dissolved or liquidated in accordance with the provisions of Article 62 of the Foundation Law, because its profit-oriented activities deviate from social, religious and humanitarian purposes. Nevertheless, formally, YARSI's legal status remains as a foundation legal entity, even though it has carried out commercial activities that deviate from its original purpose.Abstrak  Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) Pontianak didirikan untuk menjalankan berbagai kegiatan di sektor kesehatan. Namun, YARSI sebagai lembaga sosial non-profit juga memiliki beberapa usaha komersial, seperti lembaga pendidikan Akademi Farmasi (AKFAR) dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES), serta usaha penjualan alat tulis dan seragam sekolah. Biaya pendidikan di lembaga-lembaga tersebut bervariasi, dengan jalur reguler dan mandiri yang memiliki tarif berbeda. Kegiatan komersial ini menimbulkan persoalan hukum karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsekuensi hukum terkait kegiatan komersial YARSI Pontianak serta status hukumnya. Berdasarkan penelitian yuridis normatif, disimpulkan bahwa YARSI Pontianak dapat dibubarkan atau dilikuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 62 UU Yayasan, karena kegiatannya yang berorientasi pada keuntungan melenceng dari tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Meskipun demikian, secara formal, status hukum YARSI tetap sebagai badan hukum yayasan, meskipun telah melakukan kegiatan komersial yang menyimpang dari tujuan awalnya.
URGENSI PERUBAHAN PENGATURAN SYARAT PENGANGKATAN NOTARIS UNTUK MEWUJUDKAN PROFESIONALISME JABATAN NOTARIS DI INDONESIA Aldi, Aldi
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.86750

Abstract

Abstract  Notary is a public official who is authorized to make authentic deeds and has other authorities as referred to in the Notary Position Law or based on other laws. To create notaries who have extensive skills and knowledge, a strict selection is needed to become a notary, currently the Notary Position Law has not really regulated the latest requirements in accordance with current developments, when there is a Minister of Law and Human Rights Regulation related to the requirements for the appointment of notaries, it is always canceled because it conflicts with the Notary Position Law. The purpose of this study is to determine and analyze the Urgency of Changes in the Regulation of Notary Appointment Requirements to Realize the Professionalism of the Notary Position in Indonesia.The method used is Normative Legal Research, with the nature of the research, namely Descriptive analytical, research sources in the form of primary legal materials and secondary legal materials and non-law materials or so-called tertiary legal materials, using Primary and Secondary Legal Material Collection Techniques, and Direct Communication Techniques by interviewing related parties.  Based on the results of the research conducted by the author, the Notary Appointment in the Notary Position Law is currently irrelevant, due to the reality that occurs in the field today, including many public reports on Notary Problems, the large number of Kenotariatan master graduates who want to become Notaries, and the incompatibility of the rules in the Notary Position Law so as to provide a Negative view that the current requirements that are not regulated by law as a place to seek fees and business solely and are outlined in the association regulations are legalized and binding and force to all prospective notaries and extraordinary members. The purpose of the presence of the Minister of Law and Human Rights Regulation is to regulate the terms of appointment of Notaries to strive to improve the quality of Notaries in providing excellent, fast, effective and efficient services to the public, it is necessary to prepare Notaries with quality and integrity but are always canceled so that it is hoped that changes in the terms of appointment in the Notary Office Law and give the Minister of Law and Human Rights the authority to regulate the terms of appointment according to needs, so that the terms of appointment of Notaries can create justice, certainty, and legal benefits for prospective Notaries and to realize the Professionalism of the Notary OAbstrakNotaris merupakan Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya. Untuk menciptakan notaris yang mempunyai skill dan pengetahuan yang luas, dibutuhkan seleksi yang ketat untuk menjadi notaris, saat ini Undang-Undang Jabatan Notaris belum terlalu mengatur syarat terbaru sesuai dengan perkembangan saat ini, pada saat adanya Peraturan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait syarat untuk pengangkatan notaris, selalu dibatalkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis Urgensi Perubahan pengaturan Syarat Pengangkatan Notaris untuk Mewujudkan Profesionalisme Jabatan Notaris di IndonesiaMetode yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif, dengan Sifat penelitian yaitu Deskriptif analitis, sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder dan bahan non hukum atau yang disebut bahan hukum tersier, menggunakan Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Primer dan Sekunder, dan Teknik Komunikasi Langsung dengan mewawancarai pihak terkait.  Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, Pengangkatan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris saat ini sudah tidak relevan, dikarenakan Realita yang terjadi dilapangan saat ini diantaranva banyak laporan masyarakat terhadap Permasalahan Notaris, banyak nya lulusan magister Kenotariatan yang ingin menjadi Notaris, serta tidak sesuai nya aturan yang ada di Undang-Undang Jabatan Notaris sehingga   memberikan pandangan Negatif bahwa syarat yang ada saat ini yang tidak diatur oleh undang-undang sebagai tempat untuk mencari biaya dan bisnis semata-mata dan dituangkan dalam peraturan perkumpulan dilegalkan dan mengikat dan memaksa kepada seluruh calon notaris dan anggota luar biasa. Tujuan Kehadiran Peraturan Menteri Hukum dan HAM membuat regulasi syarat pengangkatan Notaris untuk mengupayakan meningkatkan kualitas Notaris dalam memberikan pelayanan prima, cepat, efektif dan efisien kepada masyarakat, perlu mempersiapkan Notaris yang berkualitas dan berintegritas   tetapi selalu dibatalkan sehingga diharapkan perubahan syarat pengangkatan di Undang-Undang Jabatan Notaris dan memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan Ham memubat regulasi syarat pengangakatan sesuai dengan kebutuhan, agar syarat pengangkatan Notaris bisa menciptakan keadilan, Kepastian, dan kemanfaatan Hukum bagi calon Notaris serta untuk Mewujudkan Profesionalisme Jabatan Notaris di Indonesiaffice in Indonesia.
PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TERHADAP PENANDATANGANAN AKTA JUAL BELI TANAH OLEH PARA PIHAK SEBELUM PEMBAYARAN PAJAK Ilmi, Nabila Putri; Azizurrahman, Hasyim; Bangun, Budi Hermawan
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.94120

Abstract

Abstract The transfer of land rights through sale and purchase can only be registered if proven by a deed made by a Land Deed Making Officer (PPAT). One of the requirements that must be met by the parties before signing the deed of sale and purchase before the PPAT is to pay the sale and purchase tax on land and/or building rights. The problems are: first, what are the legal consequences of the deed of sale and purchase of land rights that have been signed by the parties before the obligation to pay taxes is fulfilled? second, what is the responsibility for signing the deed of sale and purchase of land rights by the parties before the obligation to pay taxes is fulfilled? The research method used is normative legal research with a regulatory approach and a conceptual approach. The results of the study indicate that the legal consequences of the deed of sale and purchase of land rights that have been signed by the parties before the obligation to pay taxes is fulfilled is that the deed of sale and purchase becomes legally flawed, namely being degraded into a deed underhand, can be canceled or canceled by law because it was made without complying with applicable laws and regulations and does not meet the formal and material requirements of an authentic deed. Meanwhile, the PPAT's responsibility for the signing of the deed of sale and purchase of land rights by the parties before the fulfillment of the obligation to pay taxes is administrative responsibility, civil responsibility and responsibility based on the PPAT code of ethics. Abstrak Peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum dilakukannya penandatanganan akta jual beli dihadapan PPAT adalah melakukan pembayaran pajak jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan. Adapun yang menjadi permasalahan: pertama, bagaimana akibat hukum terhadap akta jual beli hak atas tanah yang telah ditandatangani oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak? kedua, bagaimana pertanggungjawaban terhadap penandatanganan akta jual beli hak atas tanah oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap akta jual beli hak atas tanah yang telah ditandatangani oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak adalah akta jual beli tersebut menjadi cacat hukum, yaitu terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, dapat dibatalkan atau batal demi hukum karena dibuat tanpa mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tidak memenuhi syarat formil dan materiil akta otentik. Sedangkan pertanggungjawaban PPAT terhadap penandatanganan akta jual beli hak atas tanah oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak adalah pertanggungjawaban secara administratif, pertanggungjawaban secara perdata dan pertanggungjawaban berdasarkan kode etik PPAT.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM NOTARIS TERHADAP MINUTA AKTA DALAM PROTOKOL NOTARIS YANG MUSNAH AKIBAT KEBAKARAN SEBAGAI KEADAAN MEMAKSA Latifah, Nur
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.86822

Abstract

Abstract  Notary protocol is a collection of documents that constitute state archives that must be properly stored and maintained by the notary in accordance with the provisions of laws and regulations. The obligation to keep the Notary protocol is to safeguard the authenticity of a deed by keeping the deed in its original form. Force majeure can pose challenges to the notary's ability to fulfil their obligations which may lead to the destruction or damage of deed minutes. Force majeure can be in the form of fire. This research examines the legal framework governing the obligations and responsibilities of notaries with respect to deed minutes within the notary protocol and investigates the legal accountability of notaries for deed minutes destroyed by fire, a force majeure event. This study employed a normative legal approach which involved literature reviews on Notary Protocols and Archives, utilising a statutory approach. The approaches adopted in this research are statutory approach and conceptual approach. Data collection techniques involved interviews and literature studies. Primary data were gathered through interviews, while secondary data were derived from various sources such as literature, books, and relevant laws and regulations. The research findings indicate that if the Notarial Deed Minutes were destroyed due to force majeure circumstances such as a fire, the notary could not be held legally accountable in civil, criminal, and administrative aspects as it did not fulfil the elements of fault and negligence on the part of the notary, and the destruction fell outside the notary's control. This study also highlights the need for formal legal regulations governing Notary Protocols in force majeure situations and clear and systematic Standard Operating Procedures (SOPs) to address storing Notary protocols to guarantee legal certainty for notaries and all parties involved.AbstrakProtokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban dalam menyimpan protokol Notaris untuk menjaga keauntetikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya. Dalam keadaan memaksa dapat membuat Notaris tidak dapat menjalankan kewajiban tertentu yang mengakibatkan minuta akta Notaris itu musnah atau rusak. Keadaan memaksa dapat berupa kebakaran. Tujuan dari penelitian ini untuk Menganalisis pengaturan kewajiban dan tanggung jawab Notaris terhadap minuta akta sebagai bagian dari protokol Notaris dan menganalisis pertanggungjawaban hukum Notaris terhadap minuta akta dalam protokol Notaris yang musnah akibat kebakaran sebagai keadaan memaksa. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka tentang Protokol Notaris dan Kearsipan, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Teknik Pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Data primer bersumber dari wawancara, dan data sekunder bersumber dari literatur, buku-buku, maupun undang-undang. Hasil penelitian menyatakan bahwa apabila Minuta Akta musnah disebabkan keadaan memaksa (force majeure) seperti kebakaran, maka Notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum secara perdata, pidana dan administratif karena tidak memenuhi unsur kesalahan dan kelalaian Notaris didalamnya dan ini terjadi di luar kuasanya. Saran yang diberikan penulis adalah diperlukannya aturan hukum yang mengatur terkait protokol Notaris dalam keadaan memaksa dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas serta sistematis untuk tata cara penyimpanan protokol Notaris agar menjadi jaminan kepastian hukum bagi Notaris dan Para Pihak.
PEMBUATAN SURAT KETERANGAN WARIS OLEH NOTARIS ATAS AHLI WARIS DILUAR PERKAWINAN PADA MASYARAKAT TIONGHOA Anderson, Anderson
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.86813

Abstract

Abstract  Marriage and death are legal events. However, in the present day, the majority of Tionghoa communities in district Sambas did not make a marriage certificate in their marriages, so that causes obstacles in making a Certificate of Inheritance. A Certificate of Inheritance is a document used by the Tionghoa community to prove their standing as heirs. This research is based on a legal event, where a Notary made a Certificate of Inheritance without a marriage certificate and a Marriage Validation   from the Court. If in the future there is a lawsuit, it will affect the Certificate of Inheritance both from the position of the heirs to the legal force of the Certificate of Inheritance. The purpose of this study are to examine and analyze the legal force and position of the heirs of a Certificate of Inheritance made by Notary without a marriage certificate from the Heir. The method used in this research is normative legal research method which is applied by examining library materials on Certificate of Inheritance, using a statutory approach. The approaches used in this research are statutory approach, case approach, and conceptual approach. Data collection techniques used are through interviews and literature studies. Data collection techniques in this research used literature study and interviews.The results of the study state that the position of the heirs based on the Certificate of Legacy presents a legal uncertainty which is stated in the Certificate of Legacy and which is in accordance with the Civil Code. The advice given by the author are that it is hoped that there will be arrangements regarding the requirements and procedures for making an ideal Certificate of Inheritance and harmonization between the Marriage Law and the Civil Code. Then there must be socialization from the Government on the importance of marriage certificates as proof of legal marriage registration.  AbstrakPenulisan Perkawinan dan kematian merupakan peristiwa hukum. Pada kenyataannya, mayoritas masyarakat Tionghoa di Kabupaten Sambas dalam perkawinannya tidak membuat akta nikah, sehingga menyebabkan terjadinya kendala dalam pembuatan Surat Keterangan Waris. Surat Keterangan Waris merupakan dokumen yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa untuk membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris. Penelitian ini didasari adanya sebuah peristiwa hukum, dimana seorang Notaris membuat Surat Keterangan Waris tanpa dilengkapi akta nikah dan Penetapan Pengesahan Perkawinan dari Pengadilan. Apabila dikemudian hari ada yang mengugat maka akan berpengaruh pada Surat Keterangan Waris tersebut baik dari kedudukan ahli waris hingga kekuatan hukum dari Surat Keterangan Waris tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis kekuatan hukum dan kedudukan ahli waris dari Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Notaris tanpa dilengkapi akta nikah dari Pewaris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka tentang Surat Keterangan Waris, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Studi Pustaka serta Wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa Kedudukan ahli waris yang berdasarkan Surat Keterangan Waris tersebut menghadirkan sebuah ketidakpastian hukum dimana yang dinyatakan dalam Surat Keterangan Waris dan yang sesuai dengan KUHPerdata. Saran yang diberikan penulis adalah diharapkan adanya pengaturan tentang syarat-syarat dan tata cara pembuatan Surat Keterangan Waris yang ideal serta penyelarasan antara Undang-Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kemudian harus dilakukan sosialisasi dari Pemerintah atas pentingnya akta nikah sebagai suatu bukti adanya pencatatan perkawinan yang sah.
PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA OLEH PPAT DALAM RANGKA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Lawira, Felix
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.87034

Abstract

Abstract    The issuance of PPATK Head Regulation No. 11/2017 on the Principle of Recognizing Service Users by PPAT requires PPAT to report suspicious transactions to PPATK. However, this obligation conflicts with the PPAT's duty to maintain the confidentiality of the deed, including the identity of the parties involved, as stipulated in the PPAT's oath of office. On the other hand, PPATs also face difficulties in implementing the obligation to report suspicious transactions because good relationships with service users must be maintained, and reporting suspicious transactions may risk damaging the reputation of service users. This study aims to analyze the factors that make it difficult for PPATs to implement the Principle of Recognizing Service Users to prevent money laundering, as well as the legal implications for PPATs who do not comply with these provisions. The results show that the main difficulty lies in proving the testimony of the service user and the fear of defamation charges. In addition, higher regulations, such as Government Regulation No. 37 of 1998 jo. PP No. 24/2016, which stipulates that PPAT's obligation to keep information confidential dominates compared to PPATK Head Regulation No. 11/2017. The legal consequences for PPATs who do not apply the Principle of Recognizing Service Users can be in the form of administrative sanctions, in accordance with Articles 31-35 of the Head of PPATK Regulation No. 11 of 2017.  Abstrak  Terbitnya Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh PPAT mewajibkan PPAT untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada PPATK. Namun, kewajiban ini bertentangan dengan tugas PPAT untuk menjaga kerahasiaan akta, termasuk identitas pihak-pihak yang terlibat, sebagaimana diatur dalam sumpah jabatan PPAT. Di sisi lain, PPAT juga menghadapi kesulitan dalam menerapkan kewajiban melaporkan transaksi yang mencurigakan karena hubungan baik dengan pengguna jasa harus dijaga, dan pelaporan transaksi mencurigakan dapat berisiko merusak reputasi pengguna jasa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang membuat PPAT kesulitan dalam menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa guna pencegahan tindak pidana pencucian uang, serta implikasi hukum bagi PPAT yang tidak mematuhi ketentuan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan utama terletak pada pembuktian keterangan dari pengguna jasa dan ketakutan akan tuduhan pencemaran nama baik. Selain itu, peraturan yang lebih tinggi, seperti PP No. 37 Tahun 1998 jo. PP No. 24 Tahun 2016, mengatur bahwa kewajiban PPAT untuk merahasiakan informasi lebih mendominasi dibandingkan Peraturan Kepala PPATK No. 11 Tahun 2017. Akibat hukum bagi PPAT yang tidak menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dapat berupa sanksi administratif, sesuai dengan Pasal 31-35 Peraturan Kepala PPATK No. 11 Tahun 2017.

Page 1 of 1 | Total Record : 6