cover
Contact Name
Veli Novaliah
Contact Email
vnovaliah@student.untan.ac.id
Phone
+6289656615632
Journal Mail Official
tlrev@hukum.untan.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/tlr/about/editorialTeam
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Tanjungpura Legal Review
ISSN : -     EISSN : 30262070     DOI : https://doi.org/10.26418/tlr.v3i2.89255
Core Subject : Social,
(Tanjungpura Legal Review. - TLR) is a peer-reviewed journal published by Faculty of Law Universitas Tanjungpura twice a year in November and May. This journal provides immediate open access to its content on the principle that making research freely available to the public supports a greater global exchange of knowledge. The aims of this journal is to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing the original research articles or review articles. The scope of the articles published in this journal deal with a broad range of topics in the fields of Criminal Law, Civil Law, Constitutional Law, International Law, Administrative Law, Islamic Law, and another section related contemporary issues in law. All papers submitted to this journal should be written in English or Indonesian language.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review" : 6 Documents clear
URGENSI PENGUATAN PERAN KOMISI YUDISIAL DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN HAKIM DI INDONESIA Jasmi, Muhammad; Suasono, Edy
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.73071

Abstract

AbstractThe Judicial Commission was born in the reform era when the third amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in 2001 coincided with the Regional Representative Council and the Constitutional Court, although the Judicial Commission is a new institution, its existence has very strong legal justification because it is strictly regulated in the Law. The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and its authority are granted by the constitution, so that it has a very strong position. However, the authority of the Judicial Commission tends to be incomplete because it still requires further action from other institutions. For example, in the selection of candidates for Supreme Court justices, the Judicial Commission has the duty and authority to propose candidates for Supreme Court justices. However, in the end the Judicial Commission's proposal was still rejected by the People's Representative Council (DPR). In practice, the House of Representatives (DPR) once disapproved of names proposed from the selection results of the Judicial Commission, even though a number of prominent community figures were involved in the selection process.Based on the above, the research method in this study is normative legal research. Normative legal research is legal research conducted by examining literature or secondary data. In addition to using library materials, this research also uses a statutory approach. The statutory approach (statute approach) is usually used to examine statutory regulations which in their norms still lack or even foster deviant practices both at the technical level and in practice in the field.The conclusion obtained in this study is that the Judicial Commission is a state institution mandated by the 1945 Constitution which has the authority to maintain and uphold the dignity, honor, nobility and also the behavior of judges. The Judicial Commission as a State institution whose duties are related to judicial power which is "Authorized to propose the appointment of Supreme Court Justices and other authorities in the context of protecting and upholding the honor, dignity and behavior of judges". The Judicial Commission in Indonesian constitutional law needs to be strengthened immediately. This is because the existence of the Judicial Commission has a strong position as a judge supervisory institution. Therefore, strengthening the authority of the Judicial Commission must be stated in the 5th amendment to the 1945 Constitution.    Abstrak  Komisi Yudisial lahir pada era reformasi saat amandemen ke III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2001 bersamaan dengan Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi, walaupun Komsi Yudisisal adalah lembaga baru, namun keberadaannya mempunyai justifikasi hukum yang sangat kuat karena diatur secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan kewenanganya diberikan oleh konstitusi, sehingga mempunyai kedudukan yang sangat kuat. Namun kewenangan Komisi Yudisial cenderung tidak sekali selesai karena masih membutuhkan tindakan lanjutan dari lembaga lain. Misalnya, dalam seleksi calon hakim agung, Komisi Yudisial bertugas dan berwenang mengusulkan calon hakim agung. Namun pada akhirnya usulan Komisi Yudisial masih dapat ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Prakteknya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pernah tidak menyetujui nama-nama yang diusulkan dari hasil seleksi Komisi Yudisial meskipun dalam proses seleksi itu telah diikutsertakan sejumlah tokoh masyarakat terkemuka.  Berdasarkan hal diatas, metode penelitian pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Selain menggunakan bahan-bahan kepustakaan, penelitian ini juga menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) biasanya di gunakan untuk meneliti peraturan perundang-undangan yang dalam penormaannya masih terdapat kekurangan atau malah menyuburkan praktek penyimpangan baik dalam tataran teknis atau dalam pelaksanaannya dilapangan. Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini ialah Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki wewenang dalam menjaga dan menegakan suatu martabat, kehormatan, keluhuran dan juga perilaku hakim. Komisi Yudisial sebagai lembaga Negara yang tugasnya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang "Berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, martabat serta perilaku hakim". Komisi Yudisial dalam hukum ketatanegaraan Indonesia perlu diperkuat dengan segera. Hal ini dikarenakan keberadaan Komisi Yudisial memiliki kedudukan yang kuat sebagai lembaga pengawas hakim. Maka dari itu penguatan kewenangan Komisi Yudisial harus tercantum dalam amandemen ke-5 UUD Tahun 1945.
KEWAJIBAN PERUBAHAN BENTUK HUKUM BUMD DARI PERUSAHAAN DAERAH MENJADI PERUSAHAAN UMUM DAERAH (STUDI DI PDAM TIRTA GALAHERANG KABUPATEN MEMPAWAH) Atma, Dzaki Dwi; Patra, Rommy
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.71777

Abstract

Abstract  PDAM Tirta Galaherang is currently still a regional company that has not yet turned into a regional public company because there is no approval of the regional regulation draft that has been prepared by the local government and PDAM Tirta Galaherang. Since the promulgation of Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government, Regional Owned Enterprises (BUMD) only have a clear definition, namely based on Article 402 paragraph (2) of the 2014 Law concerning Regional Government which reads "BUMD which existed before the Law -This Law applies, must comply with the provisions of this Law within a maximum period of 3 (three) years since this Law was promulgated. Analysis towards implementation of legal obligation based on that rule which requires a change in form of regional owned enterprises legal entity from regional companies to regional public company become the main discussion and the objective of this paper. The research method used is of the type of research, namely empirical legal research, which is oriented towards primary data (research results in the field) and secondary data (studying and analyzing existing legal materials related to research problems).The results of this study are that the change in legal entity status from a regional company to a regional public company in PDAM Tirta Galaherang, Mempawah Regency has not been fully implemented because PDAM Tirta Galaherang, Mempawah Regency still has the status of a legal entity in the form of a regional company. The urgency of PDAM Tirta Galaherang Mempawah Regency to become a Regional Public Company is to carry out the mandate of the applicable law and to realize the need for better clean water services to residents in stages and as a basis for investing capital.  PDAM Tirta Galaherang saat ini masih Perusahaan Daerah belum berubah Menjadi Perusahaan Umum Daerah yang dikarenakan belumnya disetujui Rancangan Peraturan Daerah yang sudah di rancang oleh Pemerintah Daerah dan PDAM Tirta Galaherang. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) baru didefinisikan secara jelas, yaitu berdasarkan Pasal 402 ayat (2) Undang-Undang Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berbunyi "BUMD yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan". Analisis mengenai pelaksanaan kewajiban hukum sesuai amanat ketentuan tersebut yang mengharuskan perubahan bentuk badan hukum BUMD Perusahaan Daerah menjadi Perusahaan Umum Daerah merupakan permasalahan sekaligus tujuan dari tulisan ini. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum empiris, yang berorientasi pada data primer (hasil penelitian dilapangan) serta data sekunder (mempelajari dan menganalisis bahan-bahan hukum yang ada berkaitan dengan masalah penelitian). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perubahan status bentuk badan hukum dari Perusahaan Daerah menjadi Perusahaan Umum Daerah pada PDAM Tirta Galaherang Kabupaten Mempawah masih belum terlaksana sepenuhnya dikarenakan PDAM Tirta Galaherang Kabupaten Mempawah masih memiliki status badan hukum berbentuk Perusahaan Daerah. Urgensi PDAM Tirta Galaherang Kabupaten Mempawah menjadi Perusahaan Umum Daerah yaitu untuk melaksanakan amanat Undang-Undang yang berlaku dan untuk mewujudkan kebutuhan layanan air bersih yang lebih baik kepada warga secara bertahap serta sebagai dasar dalam melakukan penyertaan modal.
PELAKSANAAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMILIK TOKO EMAS YANG MENGAKUISISI PERHIASAN EMAS CURIAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PENERIMAAN BARANG CURIAN DI KOTA PONTIANAK Syahendra, Muhammad Bony; Azizurrahman, Syarif Hasyim
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.71780

Abstract

AbstractThe modus operandi of the gold jewelry theft perpetrator is to pretend to want to weigh the gold jewelry he carries to determine its weight, then the perpetrator conducts a transaction of buying and selling the stolen gold jewelry to the gold shop. Based on data from Pontianak City Police, the number of cases of purchasing stolen gold jewelry by the owner of gold shops in Pontianak City from 2020 to 2022 amounted to 13 cases. Surprisingly, none of the perpetrators (owners of the gold shops) in these cases were prosecuted under Article 480 of the Criminal Code, which constitutes the crime of receiving stolen goods. The research method used by the author is sociological juridical, which in other words is a type of sociological legal research and can also be called field research. Sociological juridical research is also the identification of law and the effectiveness of law in the social dynamics of society. The reasons why gold shop owners buy stolen gold jewelry in Pontianak City without facing legal action related to the crime of receiving stolen goods is due to the lack of incriminating evidence against these gold shop owners. Efforts that should be undertaken by the Police towards the gold shop owners who purchase stolen gold jewelry in Pontianak City include being more thorough and meticulous in handling cases of gold shop owners who buy stolen gold jewelry in connection with the crime of receiving stolen goods. This is to ensure that the gold shop owners can be held criminally accountable if they fulfill the elements of the crime of receiving stolen goods and to provide legal education to gold shop owners about not purchasing gold jewelry suspected to be the result of theft, as it can be classified as the crime of receiving stolen goods.  AbstrakModus yang dilakukan pelaku pencurian perhiasan emas dengan cara berpura-pura ingin menimbang perhiasan emas yang dibawanya untuk mengetahui jumlah beratnya, kemudian pelaku melakukan transaksi jual beli perhiasan emas hasil tindak pidana pencurian kepada pihak toko emas tersebut. Berdasarkan data dari Polresta Pontianak bahwa jumlah kasus pembelian perhiasan emas hasil tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh pemilik toko emas di Kota Pontianak dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022 sebanyak 13 (tiga belas) kasus. Seluruh kasus tersebut yang menjadi dasar permasalahan dalam penelitian ini, ternyata tidak ada satupun pelakunya (pemilik toko emas) yang dilakukan penegakan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 480 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan tindak pidana penadahan. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis sosiologis yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan. Penelitian yuridis sosiologis juga merupakan identifikasi hukum dan efektivitas hukum dalam dinamika sosial kemasyarakatan. Faktor penyebab pemilik toko emas membeli perhiasan emas curian di Kota Pontianak tidak dilakukan penegakan hukum dikaitkan dengan tindak pidana penadahan dikarenakan kurangnya bukti yang memberatkan pemilik toko emas tersebut. Upaya yang seharusnya dilakukan oleh aparat Kepolisian terhadap pemilik toko emas yang membeli perhiasan emas hasil tindak pidana pencurian di Kota Pontianak adalah harus lebih teliti dan jeli dalam penanganan kasus pemilik toko emas yang membeli perhiasan emas curian dikaitkan dengan tindak pidana penadahan, agar pemilik toko emas tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana apabila telah memenuhi unsur tindak pidana penadahan dan memberikan penyuluhan hukum kepada pemilik toko emas untuk tidak membeli perhiasan emas yang diduga hasil dari tindak pidana pencurian karena dapat dikualifisir sebagai tindak pidana penadahan.  op owners.Efforts that should be undertaken by the Police towards the gold shop owners who purchase stolen gold jewelry in Pontianak City include being more thorough and meticulous in handling cases of gold shop owners who buy stolen gold jewelry in connection with the crime of receiving stolen goods. This is to ensure that the gold shop owners can be held criminally accountable if they fulfill the elements of the crime of receiving stolen goods and to provide legal education to gold shop owners about not purchasing gold jewelry suspected to be the result of theft, as it can be classified as the crime of receiving stolen goods.
PELAKSANAAN KEWAJIBAN PELAPORAN ANNUAL DAN BIENNIAL (IMPLEMENTATION) REPORT CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE OF ENDANGERED SPECIES (CITES) 1973 DI INDONESIA Damayanti, Alfina; Sagio, Ibrahim; Arsensius, Arsensius
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.73137

Abstract

Abstract  Convention On International Trade of Endangered Species (CITES) 1973 as an international treaty aimed at protecting flora and fauna from extinction due to international trade makes a mechanism of control of international trade in species of flora and fauna.  To support the implementation of this trade control system, the state is required to collect reports known as the Annual Report and Biennial (Implementation) Report.  Indonesia, as a member state of CITES, has the obligation to carry out such reporting in accordance with existing regulations. This study aims to identify and analyse the implementation of CITES reporting obligations in Indonesia, especially related to the Annual Report and Biennial (Implementation) Report. These reports play an important role in monitoring Indonesia's compliance with CITE provisions. The research method used is data collection through literature study, document analysis, and policy analysis related to CITES Annual and Biennial (Implementation) Report reporting. The collected data will be analysed to see the extent of Indonesia's compliance in carrying out reporting obligations and what obstacles are faced by Indonesia in its implementation. The results of this study are expected to provide a better understanding of the implementation of CITES reporting obligations in Indonesia. In addition, this research is also expected to provide recommendations and inputs for the government and relevant stakeholders to improve the quality and compliance with reporting obligations as a commitment to protect endangered wildlife through the implementation of CITES.  Abstrak  Convention On International Trade Of Endangered Species (CITES) 1973 sebagai perjanjian internasional yang bertujuan untuk melindungi flora dan fauna dari kepunahan akibat perdagangan internasional membuat suatu mekanisme kontrol perdagangan internasional spesies flora dan fauna. Untuk mendukung terlaksananya sistem kontrol perdagangan ini maka negara diwajibkan untuk mengumpulkan laporan yang dikenal dengan Annual Report dan Biennial (Implementation) Report. Indonesia, sebagai negara pihak anggota CITES memiliki kewajiban melaksanakan pelaporan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pelaksanaan kewajiban pelaporan CITES di Indonesia, terutama terkait Annual Report dan Biennial (Implementation) Report.. Laporan-laporan ini memiliki peran penting dalam memantau kepatuhan Indonesia terhadap ketentuan CITE. Metode penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data melalui studi pustaka, analisis dokumen, dan analisis kebijakan terkait pelaporan Annual dan Biennial (Implementation) Report CITES. Data yang terkumpul akan dianalisis untuk melihat sejauh mana kepatuhan Indonesia dalam melaksanakan kewajiban pelaporan dan kendala apa saja yang dihadapi oleh Indonesia dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pelaksanaan kewajiban pelaporan CITES di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan masukan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan kualitas dan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan sebagai komitmen perlindungan terhadap satwa liar terancam punah melalui implementasi CITES.
PUTUSAN HAKIM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG TIDAK BERDASARKAN DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2020 PADA PENGADILAN NEGERI PONTIANAK Diocto, Pniel Destenesse; Ismawati, Sri; Hertini, Mega Fitri; Siagian, Parulian; Aswandi, Aswandi
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.58934

Abstract

Abstract  One form of law enforcement is the imposition of punishment on the defendant which is reflected in the judge's decision. Especially in the trial of corruption crimes since Law Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes was enacted, most corruption defendants are required to use Article 2 and Article 3 of the Corruption Law concerning acts of enriching/benefiting oneself or another person or a corporation that can detrimental to state finances. The decision of the Corruption Court against the Defendants who violated Articles 2 and 3 of the Corruption Eradication Law, there is a very striking disparity. To overcome this disparity, the Supreme Court of the Republic of Indonesia has issued Perma Number 1 of 2020 concerning Guidelines for the Criminalization of Article 2 and Article 3 of the Corruption Eradication Law which was promulgated in the State Gazette on July 24, 2020. The panel of judges who tried case Number 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Ptk only considered Perma Number 1 of  2020 as a guideline, not seeing the Perma as a procedural law whose existence is a product of legislation that fills legal voids and shortcomings and bind the judge's freedom in imposing a sentence even though the meaning of the judge's freedom is to be free to make decisions without any intervention from internal and external parties and judges in deciding cases are still guided by the applicable laws, so that the freedom of judges is not absolute freedom but must be responsible. Because Perma Number 1 of 2020 is a product of legislation that fills legal voids and deficiencies, the judge in imposing a criminal offense under Article 2 and Article 3 of the Law on the Eradication of Criminal Acts of Corruption is obliged to follow the Regulation of the Minister of Justice Number 1 of 2020 as a procedural law and needs to be There are strict sanctions from the institutional leadership of the Supreme Court of the Republic of Indonesia against judges who impose criminal penalties on Article 2 and Articles of the Law on the Eradication of Criminal Acts of Corruption, which do not comply with the Perma.  Abstrak  Salah satu bentuk penegakan hukum adalah penjatuhan hukuman kepada terdakwa yang tercermin dalam putusan hakim.   Khusus dalam persidangan tindak pidana korupsi sejak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diberlakukan, kebanyakan terdakwa korupsi dituntut menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor tentang perbuatan memperkaya/menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.   Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap Terdakwa yang melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat disparitas yang sangat mencolok. Untuk mengatasi adanya disparitas tersebut Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Perma Nomor 1 Tahun 2020 Tentang   Pedoman Pemidanaan Pasal 2 Dan   Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara pada tanggal   24 Juli 2020. Majelis hakim yang mengadili perkara Nomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Ptk hanya menganggap Perma Nomor 1 Tahun 2020 sebagai pedoman saja bukan melihat Perma tersebut sebagai hukum acara yang keberadaannya merupakan produk perundang-undangan yang mengisi kekosongan dan kekurangan hukum dan mengikat kebebasan hakim dalam menjatuhkan pemidanaan padahal arti kebebasan hakim tersebut adalah bebas menjatuhkan putusan tanpa ada intervensi dari pihak internal dan eksternal dan hakim dalam memutus perkara tetaplah berpedoman kepada perundang-undangan yang berlaku, sehingga kebebasan hakim bukanlah kebebasan yang mutlak melainkan harus bertanggungjawab.   Oleh karena Perma Nomor 1 Tahun 2020 yang keberadaannya merupakan produk perundang-undangan yang mengisi kekosongan dan kekurangan hukum, maka hakim dalam menjatuhkan pidana Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi wajib mempedomani Perma Nomor 1 Tahun 2020 sebagai hukum acara dan perlu ada sanksi tegas dari pimpinan institusi Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap hakim yang menjatuhkan pidana Pasal 2 dan Pasal Undang-Undang   Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tidak mempedomani Perma tersebut.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM UNJUK RASA RANCANGAN UNDANG-UNDANG OMNIBUS LAW CIPTA KERJA DI KOTA PONTIANAK Brayen, Theo; Hermansyah, Hermansyah; Siagian, Parulian
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.71809

Abstract

AbstractChildren are an integral part in the continuation of the life of the nation and state because children are a valuable asset owned by a nation as the next generation or the future face of the Indonesian nation in the future. Therefore, children are always the center of attention and must be supervised and receive special protection in the growth period. Indonesia has provided special protection guarantees, such as by establishing Law Number 35 of 2014 concerning Amendments to Law No. 23 of 2002 concerning Child Protection. But in this modern era, with technological sophistication and no age limit requirements for using an Android cellphone, it makes access to public information so easy that children can easily find out and get various kinds of information, especially regarding the ratification of the Omnibus Law. Work that is considered controversial by society. So demonstrations of rejection took place in various parts of Indonesia, one of which was in Pontianak City, West Kalimantan. The participation of children in political activities in Pontianak City is the center of attention and questions for government and community circles, because children in their growth and development period are prohibited and are not allowed to be involved in political activities so this is very unfortunate to happen. Based on the data and facts that the author obtained through the West Kalimantan Regional Child Monitoring and Protection Commission (KPPAD KALBAR) it was recorded that there were 20 (Twenty Children) through the Pontianak City POLRESTA RESKRIM SAT it was recorded that there were 169 (One Hundred Sixty Nine) children participating in political activities within a period of 3 (three) days of demonstrations against the Omnibus Law on Job Creation in Pontianak City. This research uses empirical research methods The results of the author's research in this thesis research are to find facts about the causal factors and how legal protection is given to children who take part in demonstrations of the Omnibus Law on Job Creation in Pontianak City. The factors causing children to take part in the demonstration are the bandwagon factor and the legal protection given to children involved in the demonstration is by informing the parents and/or guardians besides that the children are secured by West Kalimantan KPPAD and the Police to be protected and educated so they don't return to these demonstrations.AbstrakAnak merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara karena anak merupakan aset berharga yang dimiliki suatu bangsa sebagai generasi penerus atau wajah masa depan bangsa Indonesia di masa mendatang oleh karena itu, anak selalu menjadi pusat perhatian dan harus diawasi serta mendapatkan perlindungan khusus dalam masa tumbuh kembangnya. Indonesia telah memberikan jaminan perlindungan secara khusus, seperti dengan membentuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Tetapi Pada zaman modern ini, dengan kecanggihan teknologi dan tidak adanya syarat batasan usia dalam menggunakan handphone android menyebabkan begitu mudahnya akses-akses dalam memperoleh informasi publik sehingga anak pun dapat dengan mudah mengetahui dan mendapatkan berbagai macam informasi khususnya terkait pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap kontroversial oleh masyarakat. Sehingga aksi unjuk rasa penolakan terjadi di berbagai wilayah Indonesia salah satunya di Kota Pontianak Kalimantan Barat. Turut ikut sertanya anak dalam kegiatan politik di Kota Pontianak menjadi pusat perhatian dan pertanyaan bagi kalangan pemerintahan dan masyarakat, karena anak dalam masa tumbuh kembangnya dilarang dan tidak diperkenankan untuk terlibat dalam kegiatan politik sehingga hal ini sangatlah disayangkan terjadi. Berdasarkan data dan fakta yang penulis peroleh melalui Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah Kalimantan Barat (KPPAD KALBAR) tercatat ada 20 (Dua Puluh Anak) melalui SAT RESKRIM POLRESTA Kota Pontianak tercatat ada 169 (Seratus Enam Puluh Sembilan) anak yang ikut serta dalam kegiatan politik tersebut dalam jangka waktu 3 (Tiga) hari aksi demo Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di Kota Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris. Hasil penelitian penulis dalam penelitian   ini adalah untuk menemukan fakta mengenai faktor penyebab dan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada anak yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja Di Kota Pontianak. Adapun faktor penyebab anak ikut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut adalah faktor ikut-ikutan dan perlindungan hukum yang diberikan bagi anak-anak yang terlibat dalam aksi unjuk rasa tersebut adalah dengan memberitahukan kepada pihak orangtua dan/atau wali selain itu anak-anak tersebut diamankan oleh pihak KPPAD Kalbar beserta Pihak Kepolisian untuk dilindungi dan diedukasi agar tidak kembali melakukan aksi unjuk rasa tersebut.

Page 1 of 1 | Total Record : 6