cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi" : 5 Documents clear
Gejala Kesenjangan antara Ideologi dan Pragmatisme Pembangunan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Tri Pranadji
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v20n2.2002.47-59

Abstract

EnglishFor the last three decades, critics and discourse on concept or ideology regarding rural economic development is extremely weak. The aim of this paper is to give evidences of systematically failure of the said rural economic development. The basis of the failure is the unclear ideology used as the framework of rural economic development. The "Utopia" as an ideological basis to achieve the economic development goal can not be traced in the practical way in the yield. As a consequences, there is difficulties in assessing the said failure, in addition to substantial negative impact of development activities itself. With the monolithic political infrastructure, the nature of centralistic government as well as growth oriented development will deteriorate natural resources, widening income disparity and rural poverty, widespread of urban informal sector, and instability of feature economic development. To force economic globalization, it is necessary to conduct restructurization of rural economic development. Therefore, the formulating of systematical development activities have to consider the expert on economic sociology, people oriented economic, environment and rural economic development. In the future, the humanistic, fairness, and sustainable economic activity and development should be taken into account. Indonesiankoreksi kritis dan terbuka terhadap konsep ideologi dalam pembentukan ekonomi pedesaan masih jarang dikemukakan . Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menunjukan adanya gejala kegagalan pembangunan ekonomi pedesaan yang bersifat sistematik. Kegagalan tadi diawali oleh adanya ketidakjelasan ideologi yang dijadikan kerangka kerja pembangunan ekonomi pedesaan . "Utopia" apa yang dijadikan dasar ideologis untuk mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi tidak terlacak dengan jelas dalam pragmatisme pembangunan ekonomi di pedesaan. penekanan kegiatan pembangunan ekonomi pedesaan dengan pendekatan pragmatisme di lapangan bukan saja menyulitkan diadakannya pelacakkan terhadap kekeliruan pembangunan ekonomi pedesaan yang bersifat sistematik,melainkan juga membawa dampak negatif yang besar terhadap kegiatan pembangunan itu sendiri. Dengan tatanan politik yang monolitik,pemerintahan sentralistik dan menjebakkan diri dalam tatanan ekonomi yang menekankan pertumbuhan berlebihan bukan saja menimbulkan gejala pengurasan dan penghancuran sumberdaya alam ;melainkan  juga memunculkan kesenjangan ekonomi dan pemiskinan yang parah di pedesaan,berkembang pesatnya sektor ekonomi infotmal di perkotaan,serta tingginya kerentaan dan ketidakstabilan perkembangan perekonomian ke depan. Menghadapi tantangan globalisasi ke depan,penataan ulang pembangunan ekonomi pedesaan perlu dilakukan . Oleh sebab itu,perancangan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan sistematik harus melibatkan kalangan ilmuan sosiologi ekonomi,ekonomi kerakyatan ,ekonomi lingkungan dan pembangunan pedesaan. Di masa datang terwujudnya keadilan dalam kegiatan ekonomi yang lebih berkemanusiaan dan berkelanjutan harus mendapat penekanan lebih serius.
Masalah Pertanahan di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Tindak Lanjut Pembaruan Agraria nFN Sumaryanto; nFN Syahyuti; nFN Saptana; Bambang Irawan
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v20n2.2002.1-19

Abstract

EnglishFor many years, to spoor agricultural growth and development Indonesia has been being constrained by its problems of land tenure. Land ownership and holding by farmers are very small, unconsolidated, and deteriorated. The tenure has not been being improved because of inconsistent both policy and its implementation. Assuming that Tap MPR RI No. IX/MPR/2001 with regard to agrarian reform and natural resource management reflected political will of the nation, we need some inputs for its follow up. To meet the need, better understanding of land tenure and its relation to both agricultural and rural development is required. IndonesianSalah satu masalah mendasar yang dihadapi Indonesia dalam membangun sistem pertanian yang tangguh adalah struktur pengusaan yang tidak terkonsolidasi, serta penguasaan rata-rata per petani yang sangat kecil dan timpang. Sampai saat ini upaya memperbaiki struktur penguasaan tanah tidak tercapai. Hal itu merupakan akibat dari rumusan kebijaksanaan yang tidak mampu mengakomodasi faktor-faktor strategis dalam masalah pertanian dan implementasi kebijaksanaan yang kurang konsisten. Dengan anggapan bahwa Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Penguasaan Sumberdaya Alam mencerminkan aspirasi politik bangsa, maka arah perbaikan menjadi lebih terbuka. Dalam konteks demikian itu, pemahaman masalah pertanahan secara komprehensif sangat di perlukan agar tindak lanjut Tap tersebut mencapai sasaran. Tulisan ini mencoba menginventarisasi, mengidentifikasi dan membahas konstelasi permasalahan di bidang pertanahan yang secara empiris sangat kompleks. sasarannya adalah meningkatkan pemahaman dan kearifan dalam merumuskan kebijaksanaan di bidang pertanahan dan implementasinya.
Strategies For Improving Coordination Between The Public and Private Institutions For Agricultural and Rural Development Kaman Nainggolan
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v20n2.2002.20-30

Abstract

EnglishAgriculture/agribusiness plays a strategic role in labor absorption, capital formation, foreign exchange, providing food supply, and supply a market for domestically produced industrial goods. Globalization has suddenly changed the way leaders of nations in managing agriculture/agribusiness development. Many countries are more open, moving toward democracy. Through the impact of decentralization, the government is shifting from dominating development in the past to people participation. This implies that the private sector will play a more active role in agriculture/agribusiness and rural development. With the new vision, agriculture should not be seen as a separate sector (on-farm), but in a more broad way which is agribusiness consisting of all related activities from upstream to downstream agribusiness subsystem. Good governance is a prerequisite to encourage private institutions to participate in agriculture/agribusiness and rural development. Policy measures to improve coordination between public and private institutions includes: infrastructure development, development of seed industry, develop and strengthen agro-industry in rural areas, develop and strengthen market information, market restructuring and trade policy, development of the private sector, micro, small, and medium size enterprises, macroeconomic stability, land market deregulation, strengthening of governance, environment sustainability, and improving rural productivity. All of these measures must be transparent and communicated to all stakeholders in agriculture/agribusiness and rural development. IndonesianSektor pertanian memiliki peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan kapital, penyediaan pangan, dan menyadiakan bahan baku untuk industri dalam negeri. Globalisasi secara serta merta talah merubah kebijakan pemimpin-pemimpin nasional dalam menangani pembangunan pertanian dan agribisnis. Berbagai negara menjadi lebih terbuka menuju ke arah demokrasi. Melalui dampak desentralisasi, pemerintah telah beralih dari sikap mendominasi di masa lalu menuju pada partisipasi masyarakat. Hal ini berimplikasi kepada semakin besarnya peran sektor swasta dalam pembangunan pertanian di pedesaan. Dengan visi baru ini, maka pertanian tidak lagi di pandang sebagai sektor yang terpisah-pisah, namun menjadi lebih luas, dimana mencakup aktivitas-aktivitas yang terkaIt mulai dari subsistem hulu sampai hilir. Pemerintahan yang baik dituntut untuk mendorong koordinasi antara institusi swasta dan publik mencakup: pengembangan infrastruktur, pengembangan industri benih, pengembangan dan penguatan agroindustri di pedesaan, pengembangan informasi pasar, merestruktur pasar dan kebijakan perdagangan, pengembangan sektor swasta, usaha mikro, kecil, menengah, stabilitas ekonomi makro, deregulasi pasar lahan, penguatan pemerintahan, keberlanjutan lingkungan, dan peningkatan produktivitas pedesan. Semua kebijakan ini mestilah dilakukan secara transparan dan dikomunikasikan kepada stakeholders yang terlibat dalam pembangunan pertanian dan pedesaan.
Assessment of Agricultural Innovation Transfer System in The Decentralization Era Fawzia Sulaiman
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v20n2.2002.31-46

Abstract

EnglishThe slow process of technology transfer, which is suitable to the bio-physic and social economic of its intended users, has been realized as a serious impediment in the acceleration of agricultural development. In this decentralization era, the agricultural innovation transfer system becomes more complex that needs an adjustment to the changing strategic environment, which is specific to each respective regional area. The initiation of the Agency for Agricultural Research and Development in the establishment of the Assessment Institute for Agricultural Technology (AIAT) at the provincial level in 1994 intended to decentralize agricultural research and development. However after seven years of the AIAT establishment, the availability of specific agro-ecosystem technologies at the field level is still limited. The centralistic approach in the implementation of agricultural development in the last three decades and the weak linkage among institutions dealing with agricultural innovation transfer are considered to be the main impediments for an effective agricultural innovation transfer system. The implementation of decentralization policy in early 2001 has resulted in several fundamental changes in the organizational structure and management of government institutions dealing with agricultural innovation transfer. These changes have increased the ineffectiveness of extension organization and personnel. For this reason, deliberate efforts to strengthen the linkage among institutions that have extension function and the revitalization of extension organization and personnel, are badly needed, especially at the district level. The implementation of decentralization in agricultural development, including in agricultural innovation transfer, needs appropriate preparation and deliberate efforts from regional (provincial and district) administrators and central bureaucracies, whereas mutual support and reinforcement toward each other are the prerequisite to decentralization success. The purpose of this study was to identify the performance of agricultural innovation transfer system in the early implementation stage of the decentralization policy. IndonesianProses alih inovasi pertanian yang sesuai dengan kondisi bio-fisik, sosial ekonomi petani dan budaya setempat yang masih berjalan lambat telah lama di sadari sebagai hambatan dalam upaya akselerasi pembangunan pertanian. Pada era desentralisasi, sistem alih inovasi pertanian menjadi lebih komplek dan perlu pendekatan yang disesuaikan dengan lingkungan strategis yang ada dan sangat bervariasi antar provinsi dan kabupaten. Pembentukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di tingkat regional/ provinsi pada tahun 1994 merupakan realisasi kebijaksanaan desentralisasi/regionalisasi dan penelitian pengembangan pertanian yang diinisiasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Walaupun demikian, setelah lebih dari tujuh tahun didirikannya BPTP, ternyata ketersediaan teknologi tepat guna spesifik agroekosistem yang sesuai dengan kebutuhan petani masih terbatas. Lemahnya keterkaitan antarv berbagai lembaga yang mengemban fungsi alih inovasi pertanian, termasuk kelembagaan tani, serta pendekatan sentralistik di dalam pembangunan pertanian selama lebih dari tiga dekade dianggap sebagai faktor penghambat utama dari efektifitas sistem alih inovasi pertanian. Implementasi kebijaksanaan desentralisasi pada awal tahun 2001 telah mengakibatkan perubahan mendasar dari struktur organisasi dan manajemen institusi pemerintah yang mengemban fungsi penyuluhan pertanian. Perubahan dasar ini telah ,mengakibatkan kinerja dari sebagian besar organisasi dan personal penyuluh pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten sangat menurun. Koordinasi yang efektif antar institusi yang mengemban fungsi penyuluhan, dan revitalisasi organisasi dan personal penyuluhan perlu memperoleh perhatian yang serius, terutama dari para penentu kebijaksanaan Pemerintah Daerah Tingkat II. Pada penerapan kebijaksanaan otonomi daera(OTDA) di dalam pembangunan pertanian, termasuk di dalam penyelenggaraan alih inovasi pertanian, diperlukan persiapan yang matang dan komitmen dari para penentu kebijaksanaan serta administrator di tingkat Daerah maupun Pusat. Penerapan kebijaksanaan desentralisasi, termasuk di dalam alih inovasi dan teknologi pertanian, akan berhasil bila ada upaya khusus untuk saling mendukung antar institusi terkait. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengidentifikasi kinerja dari sistem alih iovasi pertanian pada awal penerapan kebijaksanaan desentralisasi.
Pemberdayaan Lahan Kering untuk Pengembangan Agribisnis Berkelanjutan Bambang Irawan; Tri Pranadji
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v20n2.2002.60-76

Abstract

EnglishUtilization of dry land for farming activities in Indonesia is presently less optimal compared with its availability. In order to overcome the "big puzzle" of multidimensional crisis which is induced by monetary crisis in mid of 1997, more attention of the Indonesian government on dry land farming represents a key factor. The implementation of appropriate strategy in developing agribusiness in the dry land region is very important to overcome both the short term economic problem induced by the crisis, and the long term national development problem through its external benefit in reducing environment problem and natural resources degradation. In this relation, efforts required are : (1) Infrastructures development particularly in outer island of Java where most of dry land were located, (2) Arrangement of dry land use on the basis of river basin area in such away to ensure good performance of water circulation system. In this relation, development of appropriate commodities to the land use planned and land distribution forms an important strategy, (3) Policy makers especially in "Ekuin Circle" should put more attention to the development of local resources economic base. To ensure sustainable economic development the government should allocate more investment in the dry land area. IndonesianPemanfaatan lahan kering di Indonesia hingga dewasa ini  masih jauh dari optimal. Untuk menjawab "teka-teki besar" krisis multi dimensi, yang berawal dari krisis ekonomi 1997, dan memperkecil peluang terjadinya pengulangan krisis di kemudian hari, masyarakat Indonesia perlu melihat lahan kering sebagai salah satu kunci pembukanya. Pemberdayaan lahan kering  untuk pengembangan agribisnis bukan saja akan dapat membantu mengatasi stagnasi dan krisi ekonomi dalam jangka pendek, tetapi  dalam jangka panjang akan memberikan manfaat eksternal yang relatif besar di bidang penyehatan ekosistem, pemeliharaan sumberdaya alam dan pengembangan perspektif kegiatan ekonomi berwawasan kebangsaan secara lebih luas. Dalam kaitan itu tersebut beberapa upaya yang diperlukan dalam rangka pemberdayaan lahan kering yaitu: (1) Pembangunan infrastruktur ekonomi di luar Jawa di mana lahan kering terhampar luas, (2) Penataan pola pemanfaatan lahan kering terhampar relatif luas, (2) penataan pola pemanfaatan lahan kering dengan pendekatan wilayah DAS sedemikian rupa sehingga sistem lingkungan dan sirkulasi air berlangsung secara baik. Dalam kaitan ini, pengembangan komoditas pertanian yang sesuai dengan tat guna lahan dan distribusi penguasaan lahan merupakan langkah penting, (3) Perancang kebijakan pembangunan di kalangan ekuin harus lebih memperhatikan pembangunan sektor ekonomi yang berlandaskan pada kekuatan sendiri. Untuk menjamin pembangunan ekonomi secara berkelanjutan maka pemerintah perlu lebih mengarahkan investasinya ke wilayah lahan kering.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2002 2002


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue