cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Jurnal Komunikasi Hukum
ISSN : 23564164     EISSN : 24074276     DOI : -
Core Subject : Social,
JURNAL KOMUNIKASI HUKUM is a peer-reviewed journal that publishes scientific articles in the field of law. The published articles are the results of original scientific research and review of legal interactions. JURNAL KOMUNIKASI HUKUM is published by Faculty of Law and Social Sciences of Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum" : 9 Documents clear
HUKUM PERJANJIAN (DALAM PERSPEKTIF PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA) Hartana, Hartana
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (901.707 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8411

Abstract

Konsensualitas merupakan prinsip atau asas fundamental dalam hukum perjanjian dimana suatu persetujuan dapat terjadi karena persesuaian kehendak (konsensus) para pihak. Pada umumnya suatu persetujuan dapat dibuat “bebas bentuk” dan tidak formal atau perjanjian sudah terjadi dan bersifat mengikat sejak tercapai kesepakatan (konsensus) antara kedua belah pihak mengenai suatu obyek perjanjian.Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 merumuskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Berdasar ketentuan tersebut, mineral dan batubara yang merupakan sumber daya alam dikuasai oleh negara dan pengelolaannya harus memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara oleh Negara harus berazaskan manfaat, keadilan dan keseimbangan serta keberpihakan kepada  kepentingan bangsa sesuai ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah selaku aparatur negara mengatur dan menentukan penyelenggaraan, perubahan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan cadangan batubara serta menentukan dan mengatur hubungan hukum mengenai pertambangan batubara serta hubungan hukum antara orang-orang dengan sumber daya batubara.Secara yuridis, hubungan hukum sebagaimana dimaksud di atas dapat dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian yang merupakan konsensus para pihak, yaitu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (“PKP2B”) dan Kontrak Karya (“KK”). Kedua bentuk perjanjian ini telah ada pada saat diundangkannya UU No. 4 Tahun 2009 dan tetap berlaku sampai dengan masa berakhirnya kontrak/perjanjian tersebut sebagaimana ketentuan tentang peralihan pada UU No. 4 Tahun 2009 dan wajib melakukan penyesuaian selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak UU No. 4 Tahun 2009 tersebut diundangkan. Kata kunci : Hukum Perjanjian, Pertambangan, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
REFLEKSI HUKUM TERHADAP PENGUATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN Susanto, Nurhadi
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (980.291 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8416

Abstract

Pembangunan infrastruktur jalan yang melalui wilayah kabupaten merupakan kegiatan pembangunan multi pihak dan multi dampak, sehingga pemerintah harus memperhatikan banyak aspek apabila melaksanakan pembangunan. Dalam rangka mencapai tujuan perencanaan pembangunan infrastruktur jalan, diperlukan partisipasi atau keterlibatan seluruh masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan adalah kesadaran yang tidak bisa muncul dengan sendirinya, oleh  karena itu kesadaran tersebut harus dibimbing dan diarahkan dengan dukungan peraturan perundang-undangan yang tersistem dalam kerangka hukum nasionalIsu strategis yang menjadi permasalahan pokok perencanaan pembangunan infrastruktur jalan yang terjadi selama ini adalah : adanya inkonsistensi antar kebijakan, rendahnya tingkat keterlibatan para pelaku dan partisipasi masyarakat, ketidakselarasan antara perencanaan program dan pembiayaan, kurang transparan dan kurang efektifnya penilaian kinerja kebijakan. Secara umum mekanisme perencanaan pembangunan nasional, daerah, dan sektoral harus disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik, kondisi, potensi daerah, yang selanjutnya secara bertahap perencanaan pembangunan sektoral dan daerah menjadi bagian dari perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan sektoral, khususnya pembangunan infrastuktur jalan, tidak terlepas dari sistem perencanaan pembangunan nasional, karena perencanaan pembangunan sektoral yang dibidangi oleh kementerian negara maupun pemerintah daerah melalui mekanisme yang sama dengan sistem perencanaan pembangunan nasional. Kata kunci : Pembangunan infrastruktur jalan, pembangunan nasional
PENGGUNAAN EXOSKELETON SEBAGAI SENJATA DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNASIONAL DI MASA YANG AKAN DATANG DITINJAU DARI PRINSIP-PRINSIP HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Purnama Putera, I. Gst Ngr Hady
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (650.688 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8412

Abstract

Teknologi exoskeleton atau kerangka baja pendukung fungsi tubuh manusia sedang berkembang di dunia saat ini, termasuk pengembangannya sebagai sebuah senjata. Teknologi baru yang disebut dapat meningkatkan kekuatan tiap individu secara signifikan ini mendimbulkan keraguan dalam pengembangannya terkait status dan pengelompokan pengguna teknologi ini. Keraguan ini mengarah kepada prinsip proporsional dalam hukum humaniter dalam penggunaan teknologi ini sebagai sebuah senjata, pertanyaan lain yang juga mencuat adalah, belum adanya kepastian kekuatan perusak yang dihasilkan teknologi ini sebagai senjata sehingga perlukah penggunaannya dibatasi di masa yang akan datang. Kata Kunci : Exoskeleton, Prinsip Proporsionalitas, Prinsip Pembatasan
TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY (CSR) SEBAGAI ETIKA BISNIS DAN ETIKA SOSIAL Edgar Tanaya, Putu
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.359 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8417

Abstract

Perseroan merupakan badan hukum layaknya manusia yang mempunyai organ serta saling mempengaruhi dan dipengaruhi pihak lain. Suatu perseroan tidak hanya memperhatikan kepentingan para pemegang saham (shareholder), namun juga harus memperhatikan kepentingan pihak – pihak yang terafiliasi dengan aktivitas perusahaan seperti karyawan, masyarakat, termasuk juga lingkungan sekitar tempat perseroan melakukan usahanya (stakeholder). Melalui pelaksanaan corporate social responsibility (CSR), perseroan bertanggung jawab memperhatikan kepentingan para stakeholdernya sehingga antara kegiatan mencari keuntungan (profit oriented) dan kegiatan sosial dapat berjalan secara seimbang. Pelaksanaan CSR tentunya akan memberikan keuntungan baik materil maupun imateril kepada stakeholder, namun pelaksanaan CSR juga memberikan keuntungan untuk perseroan. Melalui pelaksanaan CSR, kegiatan bisnis perseroan akan dapat berjalan secara berkelanjutan (sustainable) karena mendapat dukungan dari dari para stakeholder. Berdasarkan hal tersebut CSR menjadi etika bisnis dan etika sosial perseroan dalam menjalankan usahanya. Kata Kunci: Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Etika Bisnis, Etika Sosial
PARTISIPASI DAERAH PENGHASIL(PARTICIPATING INTEREST) DI WILAYAH KERJA (BLOK) MASELA Albab Setiawan, Junaidi Albab Setiawan
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (998.7 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8413

Abstract

Pemerintah daerah melalui BUMD memiliki hak Paricipating Interest sebesar 10 % terhadap kegiatan produksi migas yang dilakukan di wilayahnya. PI adalah hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan produksi gas dengan menyetorkan modal dengan kompensasi mendapatkan bagian dari hasil bersih migas yang dihasilkan dan dibatasi dengan jangka waktu kesanggupan selama 60 hari.  Pengusahaan produksi  hulu Migas diharapkan memberi manfaat kepada daerah melalui keterlibatan BUMD secara langsung dalam pengusahaan sektor hulu migas dan / atau berkembangnya peluang / kegiatan usaha dan penciptaan lapangan kerja dan pendapatan di berbagai kegiatan yang terkait dengan usaha Migas.Banyak daerah salah paham dan menganggap PI adalah hadiah dan besaran PI sebesar 10 % terlalu kecil dan karenanya menuntut lebih besar. Namun dalam prakteknya kemampuan keuangan daerah sangat terbatas sehingga daerah menghadapi kesulitan untuk dapat membayar keikut sertaan (saham) dalam PI, terlebih lagi jika daerah dilarang untuk melibatkan investor. Larangan melibatkan investor swasta sesungguhnya untuk memastikan bahwa PI tersebut ditujukan khusus untuk kesejahteraan masyarakat daerah penghasil. Keterlibatkan investor swasta ditengarai juga menimbulkan akses pada timbulnya KKN dikalangan tokoh dan pimpinan daerah. Participating Interest (PI) yang menjadi hak daerah harus dipastikan dimanfaatkan oleh daerah melalui BUMD yang sepenuhnya dimiliki oleh Daerah. Untuk itu, perlu disusun aturan perundangan yang mengatur partisipasi BUMD pada pengusahaan sektor hulu Migas, termasuk di dalamnya kewajiban kerjasama antara BUMD dengan Pertamina atau lembaga keuangan milik negara, tanpa membebani BUMD dengan mengeluarkan biaya investasi dan risiko kerugian usaha. Banyak daerah diliputi kesalahah pahaman dengan anggapan PI sebagai hak tanpa kewajiban menyetorkan dana keikut sertaan. Kata kunci : Participating Interest, Pemerintah daerah, Migas
PERBANDINGAN ASAS IKTIKAD BAIK: DALAM PERJANJIAN MENURUT SISTEM HUKUM CIVIL LAW (EROPA CONTINENTAL) DAN COMMON LAW (ANGLOSAXON) Ariyanto, Ariyanto
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (821.703 KB)

Abstract

Prinsip iktikad baik ini mengandung makna berbeda-beda di antara sistem hukum. Pengertian dan pemahaman iktikad baik tampak berbeda khusunya di antara sistem hukum common law dan civil law. Menurut subekti, esensi (prinsip) ini merupakan salah satu sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian. Iktikad baik tampak berbeda khususnya di antara sistem hukum common law dan sistem hukum civil law. Sekilas mengenai perbedaan antara civil law (Eropa Continental) dengan common law (Anglosaxon) dapat dilihat dari segi perkembangan keduanya. Perkembangan sistem civil law diilhami oleh para ahli hukum dalam menentukan atau membuat peraturan hukum secara sistematis dan utuh. Sedangkan perkembangan sistem common law terletak pada putusan-putusan hakim, yang bukan hanya menerapkan hukum tetapi juga menetapkan hukum.Dalam sistem hukum common law arti iktikad baik tidak lain adalah “kejujuran” dalam perilaku atau kejujuran dalam bertransaksi dagang, termasuk di dalamnya adalah kejujuran dalam fakta dan penghormatan terhadap standar-standar dagang yang wajar dan transaksi dagang yang jujur. Sedangkan dalam civil law, iktikad baik itu diartikan, bahwa iktikad baik adalah suatu tindakan atau prilaku yang diharapkan dari seorang yang terhormat atau jujur yang diminta dalam setiap bentuk transaksi. Iktikad baik tersebut tidak hanya mengacu kepada iktikad baik para pihak, tetapi harus pula mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Kata kunci : Prinsip itikad baik, comman law, civil law
KORUPSI KEBIJAKAN OLEH PEJABAT PUBLIK (SUATU ANALISIS PERSPEKTIF KRIMINOLOGI) Sugi Hartono, Made
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (910.648 KB)

Abstract

Kajian  ini bertujuan untuk mengurai dasar teoritik terhadap klaim korupsi kebijakan publik sebagai suatu fenomena yang berkembang di masyarakat. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif berbasis data sekunder yang dianalisis melalui pendekatan kasus, konseptual serta pendekatan sejarah, kajian ini diharapkan mampu memberikan gambaran holistik tentang korupsi kebijakan dengan kriminologi sebagai pisau analisisnya.Korupsi kebijakan oleh pejabat publik lahir menjadi korupsi jenis baru yang banyak menyita perhatian publik. Korupsi jenis ini menjadi suatu fenomena yang berkembang pada masyarakat Indonesia. Kasus-kasus yang melibatkan Siti Fadilah Supari, Hadi Poenomo dan Budi Mulya adalah beberapa kasus yang menjadi bukti verifikatif bahwa fenomena korupsi kebijakan nyata dalam praktek kenegaraan di Indonesia. Korupsi kebijakan dalam perspektif kriminologi termasuk kualifikasi white collar crime dengan turunannya yaitu occupational crime dan discretionary crime. Korupsi kebijakan lahir karena adanya jabatan tertentu dengan wewenang yang legitimate berdasarkan hukum akan tetapi terdapat kepentingan pribadi di tengah kepentingan masyarakat sebagai nilai jahat untuk mencuri uang negara. Pada titik ini terlihat bagaimana hubungan kekuasan dengan praktek korupsi yang memiliki kecenderungan semakin besar kekuasaan maka potensi korupsi akan semakit tinggi. Kata Kunci: Korupsi, Kebijakan Publik, Kriminologi.
PENERAPAN REGIME TANGGUNG JAWAB DAN KOMPENSASI GANTI RUGI PENCEMARAN MINYAK OLEH KAPAL TANKER DI INDONESIA Kristiani Purwendah, Elly
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (962.687 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8410

Abstract

Pencemaran minyak oleh kapal tanker merupakan risiko dari usaha minyak dalam menjalankan usahanya. Tuntutan ganti rugi pencemaran minyak oleh pemilik kapal tanker menjadi hal yang diatur secara serius oleh sistem hukum laut internasional melalui konvensi internasional tentang pertanggungjwaban sipil yang terus berkembang menjadi regime internasional tentang pertanggung jawaban dan kompensasi bagi pencemaran minyak (The International Regime on Liablity and Compensation for Oil Pollution Damage). Regime tersebut membagi tiga tingkatan kompensasi (the three tier system compensation) ganti rugi bagi pencemaran minyak sumber dari kapal tanker. Tingkatan kompensasi pertama mendasarkan pada ketentuan CLC 1969 dan IOPC Fund 1971, tingkatan kompensasi kedua mendasarkan pada ketentuan CLC 1992 dan IOPC Fund 1992, selanjutnya tingkatan kompensasi ketiga mendasarkan pada Supplementary Fund Protocol 2003. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji masing-masing tingkatan kompensasi serta posisi Indonesia dalam tingkatan kompensasi ganti rugi. Key words :   Regime tanggung jawab dan kompensasi ganti rugi, pencemaran minyak, kapal tanker
DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT TERHADAP INDONESIA AKIBAT TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR Suci Meinarni, Ni Putu
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.582 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8415

Abstract

Dalam pembahasan tentang aturan internasional dan legislasi nasional untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut, Pasal 207-212 UNCLOS 1982 menyebutkan secara khusus enam jenis pencemaran laut, yaitu: pencemaran dari sumber daratan, pencemaran dari aktivitas dasar laut yang termasuk dalam yurisdiksi nasional, pencemaran dari aktivitas dalam area terkait, pencemaran oleh dumping, pencemaran dari kapal, dan pencemaran dari atau melalui atmosfer.Banyak negara yang melakukan eksploitasi berlebih, tanpa memperhatikan kelestarian laut dan sumber daya yang ada di dalamnya. Ditambah lagi, tindakan-tindakan pelestarian dan perlindungan lingkungan laut seringkali diabaikan dan tidak dilaksanakan secara optimal. Tindakan-tindakan semacam ini tidak hanya merugikan negara terkait, melainkan juga negara lain yang terletak di sekitar negara terkait. Lebih lanjut lagi, kondisi tersebut memicu terjadinya sengketa antara negara atau pihak yang disinyalir sebagai penyebab kerusakan atau pencemaran dengan negara atau pihak lain yang terkena imbas kerusakan atau pencemaran tersebut.Menurut Pemerintah Republik Indonesia, Kasus Minyak Montara yang terjadi di Laut Timor juga berakibat pada wilayah perairan Indonesia khususnya di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hanya saja, PTTEP Australasia, berdasarkan partnership research dengan beberapa perguruan tinggi di Australia, menyatakan bahwa dampak dari Kasus Minyak Montara tidak menimbulkan dampak negatif ke wilayah perairan Indonesia.Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut : sebaiknya dibentuk suatu konvensi internasional atau aturan hukum internasional yang khusus berkaitan dengan pencemaran lingkungan laut akibat pengeboran minyak lepas pantai. Seperti contohnya MARPOLyang khusus mengatur mengenai pencemaran minyak dari Kata kunci : Pencemaran Lingkungan, Kasus Minyak Montara, Perairan Indonesia.

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 11 No 2 (2025): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 11 No 1 (2025): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 10 No 2 (2024): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 10 No 1 (2024): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 9 No 2 (2023): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 9 No 1 (2023): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 8 No 2 (2022): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 8, No 1 (2022): Februari Vol 8 No 1 (2022): Februari Vol 7, No 2 (2021): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7 No 2 (2021): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7, No 2 (2021): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7 No 1 (2021): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 7, No 1 (2021): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 6 No 2 (2020): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 6, No 2 (2020): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 6 No 1 (2020): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 6, No 1 (2020): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum Vol 5 No 2 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 5, No 1 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 5, No 1 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 5 No 1 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 4 No 2 (2018): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 4, No 1 (2018): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 4 No 1 (2018): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 3 No 2 (2017): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 3, No 2 (2017): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 3, No 2 (2017): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 3, No 1 (2017): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 3 No 1 (2017): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 2 No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 2 No 1 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 2, No 1 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 1, No 2 (2015): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 1, No 2 (2015): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 1 No 2 (2015): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 1 No 1 (2015): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 1, No 1 (2015): Jurnal Komunikasi Hukum Vol 1, No 1 (2015): Jurnal Komunikasi Hukum More Issue