cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
JURNAL POENALE
Published by Universitas Lampung
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 26 Documents
Search results for , issue " Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale" : 26 Documents clear
IMPLEMENTASI PEMBATASAN WAKTU SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN (SPDP) DALAM PROSES PENYIDIKAN (STUDI PUTUSAN MK NO. 130/PUU-XIII/2015) Eko Raharjo, Deria Yanita, Eddy Rifai,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Prolematika yang seringkali terjadi dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana berupa keterlambatan mengirimkan SPDP kepada jaksa penuntut umum serta tidak adanya batasan yang jelas mengenai waktu pemberitahuan dimulainya penyidikan dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP berdampak pada tidak adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan penyidikan. Melalui putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015 terdapat kewajiban bagi penyidik untuk menyampaikan SPDP kepada penuntut umum, pelapor dan terlapor maksimal 7 (tujuh) hari sejak terbitnya surat perintah penyidikan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimanakah implementasi pembatasan waktu SPDP dalam proses penyidikansetelah diberlakukannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 dan apakah yang menjadi faktor penghambat implementasi pembatasan waktu SPDP dalam proses penyidikansetelah diberlakukannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.Kata Kunci: Penyidikan, SPDP DAFTAR PUSTAKAAtmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice, System Perspektif, Eksistensialisme, dan Abolisinisme). Bandung. Alumni.Muladi.Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Soekanto, Soerjono. 1986. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PenegakaHukum. Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik IndonesiaDianor Sutra. (2012). Fungsi Kepolisian Sebagai Penyidik Utama: Studi Identifikasi Sidik Jari dalam Kasus Pidana, Jurnal Jurisprudence. Vol.1, No.1. hlm. 81.
PERANAN KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM PEMBERANTASAN TENAGA KERJA INDONESIA TANPA IZIN Firganefi, Supri Sugiarto, Eddy Rifai,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tenaga kerja Indonesia tanpa izin di Provinsi Lampung sudah sangat meresahkan, oleh karena itu diperlukan tindakan Kepolisian secara represif dan preventif guna mencegah terjadinya Tenaga Kerja Indonesia tanpa izin. Permasalahan adalah Bagaimana Peranan Kepolisian Daerah Lampung dalam Pemberantasan Tenaga Kerja Indonesia tanpa izin dan faktor–faktor yang menghambat. Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data yaitu dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. Data yang diperoleh dikelola menggunakan metode induktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diketahui bahwa: Peranan Kepolisian Daerah Lampung dalam Pemberantasan Tenaga Kerja Indonesia tanpa izin meliputi (1) upaya represif yaitu dilakukan dengan meningkatkan penindakan oleh pihak kepolisian yaitu melakukan proses penyidikan sampai kepengadilan; (2) upaya preventif yaitu dilakukan yaitu peningkatan kinerja dan koordinasi dengan instansi terkait, serta melakukan patroli dan penjagaan di daerah-daerah rawan; (3) upaya pre-emtif yaitu dilakukan dengan memberi sosialisasi kepada masyarakat secara rutin. Faktor penghambat yang paling relevan dalam Pemberantasan Tenaga Kerja Indonesia tanpa izin Oleh Kepolisian Daerah Lampung yaitu faktor Penegak hukum yaitu kurangnya sinergitas dari instansi-instansi lain, sarana dan fasilitas yang belum memadai, Kurangnya simpati masyarakat. Saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut: Diharapkan kepada pemerintah secepatnya membuat satuan tugas khusus Daerah Lampung  dalam pencegahan Tenaga kerja Indonesia tanpa izin dilampung; Diharapkan kepada masyarakat dapat bekerja sama dengan pihak Kepolisian dalam pemberantasan tindak pidana Tenaga Kerja Indonesia Tanpa izin. Sehingga memperkecil gerak dari pelaku sindikat Tenaga Kerja Indonesia Tanpa izin.Kata Kunci: Peranan Kepolisian, Pemberantasan, Tenaga Kerja Indonesia Tanpa IzinDaftar PustakaBuku:Asyadie, Zaeni, 2008, Hukum Kerja, Rajawali Pers, Jakarta.Kamus Bahasa Indonesia, 2002, Balai Pustaka, Jakarta.Soedarto, 1986, Kapita selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung.Soekanto, Soerjono,1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.-------. 2010, Sosiologi suatu pengantar, Rajawali Pers, Jakarta.Sutedi, Adrian, 2009, Hukum Perburuan,Sinar Grafika, Jakarta.Universitas Lampung, 2012, Format Penulisan karya Ilmiah Univer-sitas Lampung, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Undang-Undang:Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP)Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar NegeriPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2013 Tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar NegeriPerda Provinsi Lampung No 16 Tahun 2014 Tentang Penempatan dan           Per-lindungan Tenaga Kerja Indonesia provinsi Lampung Di Luar NegeriSurat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-0277.GR.02.06 Tahun 2017 tentang Pencegahan Tenaga Kerja Indonesia Nonprose-dural No. HP : 0895640048624
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PROYEK PELEBARAN JALAN (Studi Perkara Nomor 15/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Tjk.) Damanhuri Warganegara, Aden Kurniawan Prayitno, Tri Andrisman,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaku tindak pidana korupsi secara ideal seharusnya dipidana secara maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK), tetapi dalam Putusan Nomor: 15/Pid.Sus.TPK/2015/ PN.Tjk., Majelis Hakim justru membebaskan terdakwa dari dakwaan primer (Pasal 2 UUPTPK dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun) dan mendasarkan putusannya pada Pasal 3 UUPTPK (dengan ancaman pidana penjara minimal 1 tahun). Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi proyek pelebaran jalan dalam Perkara Nomor 15/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Tjk. 2) Apakah pidana yang dijatuhkan hakim dalam Perkara Nomor: 15/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Tjk telah memenuhi keadilan substantif. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Hakim, Jaksa dan Akademisi. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: 1) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi proyek pelebaran jalan dalam Perkara Nomor 15/Pid.Sus.TPK/2015/ PN.Tjk. secara yuridis adalah terpenuhi unsur-unsur dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 3 jo. Pasal 18 (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pertimbangan secara non yuridis terdiri dari hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemberantasan korupsi yang dicanangkan pemerintah. Hal-hal yang meringankan adalah terdakwa mengakui perbuatannya dan belum pernah dihukum. 2) Pidana yang dijatuhkan hakim dalam Perkara Nomor: 15/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Tjk belum memenuhi rasa keadilan, karena tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa seharusnya dipidana secara maksimal, dan pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana korupsi.Kata Kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Pidana, Tindak Pidana Korupsi Daftar PustakaAlatas, Syed Husein. 2008. Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer, LP3ES. Jakarta.Halim, 2004. Pemberantasan Korupsi, Rajawali Press, Jakarta.Mulyadi, Lilik. 2007. Hukum Acara Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung.Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika. Jakarta.Soepardi, Eddy Mulyadi. 2009. Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi, Ghalia Indonesia, Jakarta.Sudarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung.
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SALAH TANGKAP DALAM PERADILAN PIDANA (Studi Kasus di Wilayah Hukum Jakarta Selatan) Rini Fathonah, M. Ibram Manggala, Maroni,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum pidana bertujuan untuk melindungi dan menyelamatkan individu atas adanya kejahatan dalam masyarakat, sehingga tujuan tersebut harus dijaga agar tidak dimungkinkan kejahatan yang lolos disebabkan kesalahan dalam penyidikan. Seperti yang dialami Ucok dan Benges keduanya ditangkap dan ditahan atas tuduhan melakukan pembunuhan yang sama sekali tidak mereka lakukan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dan apakah faktor penghambat dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dalam peradilan pidana? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dalam peradilan pidana di Indonesia sesungguhnya sudah diatur di dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP jo PP 27 Tahun 1983 Pelaksanaan KUHAP Jo PP 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yaitu dalam bentuk Ganti Kerugian dan Rehabilitasi. Ketentuan mengenai ganti kerugian meliputi tindakan penangkapan, penahanan, penuntutan, atau pengadilan atau karena dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Sedangkan rehabilitasi dapat diperoleh oleh seseorang yang diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap. Lemahnya kemampuan profesionalisme penyidik, masyarakat dan korban salah tangkap yang kurang mengerti haknya, masyarakat dan korban salah tangkap yang hanya puas hanya dengan diberikan putusan bebas serta peraturan perundang-undangan yang mengatur belum mencerminkan asas peradilan yang cepat murah dan sederhana merupakan faktor penghambat dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap. Penulis menyarankan bahwa aparat penegak hukum sebagai pelindung, pengayom, penjaga tertib masyarakat diharapkan profesional dalam melakukan prosedur penangkapan, penahanan.Masyarakat atau korban salah tangkap diharapkan lebih tegas guna mendapatkan hak atas kekeliruan yang mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia bagi korban salah tangkap.Kata Kunci : Pelindungan Hukum, Korban, Salah TangkapDAFTAR PUSTAKAAlfons, Maria. 2010.Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual. Universitas Brawijaya. Malang.Efendi. H.A.Mansyur. 1993.Hak asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Hukum Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia.Harahap, Yahya. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapam KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta : Sinar Grafika.Kaligis, O.C.. 2006. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka. Terdakwa dan Terpidana. Bandung: PT.Alumni.M. Hadjon, Pjillipus.Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Op cit. Hlm 2Malamassam, Jhon Ilef. 2012.Optimalisasi Prapenuntutan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta:Fakultas Hukum UI.Marpaung, Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Jakarta : Sinar Grafika. Hlm. 81.Prakoso, Djoko. 1984. Upaya Hukum yang di atur dalam KUHAP.Jakarta: Ghalia Indonesia.Raharjo, Satijipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hlm 54Tabah, Anton. 1991. Menetap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.Mahkamah Agung RI. Putusan Nomor 1531/K/Pid.Sus/2010.http://mappifhui.org/wp-content/­uploads/2015/10/anotasi_cipulir_daw.pdf.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PELAKU MELAKUKAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) DALAM MEDIA SOSIAL Budi Rizki Husin, Meri Febriyani, Sunarto,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan teknologi tidak hanya berupa memberikan dampak positif saja, namun juga memberikan dampak negatifyaitumunculnya berbagai jenis pelanggaran dan bahkan suatu kejahatan yaitu Ujaran Kebencian (Hate Speech). Kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) diatur dalam Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleketronik. Permasalahan: apakah yang menjadi faktor penyebab pelaku melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam media sosial dan bagaimanakah upaya untuk menanggulangi pelaku yang melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam media sosial. Penelitian: Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Data: studi kepustakaan dan studi lapanga. Narasumber: Penyidik Ditreskrimsus Polda Lampung, Anggota LBH PAHAM cabang Lampung, Seorang Psikolog di Bandar Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data: kualitatif. Hasil penelitian faktor penyebab pelaku melakukan ujaran kebencian terdiri dari faktor keadaan psikologis individu yaitu kejiwaan, faktor lingkungan, faktor sarana, fasilitas dan kemajuan teknologi, faktor kurangnya kontrol sosial, faktor ketidaktahuan masyarakat, dan faktor kepentingan masyarakat. Sedangkan untuk menanggulangi adalah Akan tetapi faktor yang lebih sering menjadi penyebab kejahatan adalah faktor internal yaitu keadaan psikologis individu dan faktor sarana, fasilitas dan kemajuan teknologi. Upaya penanggulangan kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam media sosial dapat dilakukan dengan cara, yakni upaya penal dan non-penal. Saran dalam penelitian ini adalah Kepolisian harus lebih siap menghadapi perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, Masyarakat diharapkan agar lebih berhati-hati dan lebih bijak dalam menggunakan media internet khususnya media sosial.Kata Kunci: Faktor Penyebab, Ujaran Kebencian (Hate Speech), Media SosialDaftar PustakaAbdulsyani, Sosiologi Kriminologi, Bandung, Remadja Karya, 1987Barda Nawawi Arif, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Jakarta, 1998.M.  Choirul  Anam  dan  Muhammad Hafiz, SE Kapolri tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Kerangka Hak Asasi Manusia, 2015
PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCURIAN DENGAN MODUS HIPNOTIS ( STUDI PADA KEPOLISIAN RESOR KOTA BANDAR LAMPUNG ) Firganefi, Rizki Adiputra, Erna Dewi,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kejahatan pencurian dengan modus hipnotis belakangan ini sering terjadi di Kota Bandar Lampung. Secara etimologis kejahatan merupakan suatu perbuatan manusia yang mempunyai sifat jahat sebagaimana bila orang membunuh, merampok, mencuri dan lain sebagainya Permasalahan: Bagaimanakah upaya kepolisan dalam menanggulangi kejahatan pencurian dengan modus hipnotis? Apakah faktor penghambat pihak kepolisian dalam menanggulangi kejahatan pencurian dengan cara hipnotis? Pendekatan masalah: yuridis normatif dan yuridis empiris. Data: studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data: kualitatif. Narasumber: Penyidik Kepolisian Resor Bandar Lampung, Pakar Psikolog, Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian dan pembahasan bahwa upaya kepolisan resor kota Bandar Lampung dalam penanggulangan kejahatan pencurian dengan modus hipnotis dilakukan dengan dua cara yaitu: Upaya Non Penal dengan cara mengadakan sosialisasi yang untuk memperoleh informasi sebelum terjadi tindak kejahatan. Upaya Penal dilakukan untuk menanggulangi kejahatan dan yang bertujuan mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan pemberian sanksi tegas mempertanggungjawabkan perbuatannya berdasarkan pedoman KUHP Indonesia yaitu pada Pasal 363 sampai Pasal 367. Dalam kasus pelaku memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana pencurian dan  berefek jera serta menghimpun bukti-bukti guna menindak secara hukum. Faktor penghambat adalah faktor sarana atau fasilitas yang kurang memadai dan faktor masyarakat yang kurang cepat tanggap serta kesadaran korban yang telah dipengaruhi oleh pelaku sehingga  untuk segera melaporkan kejahatan pencurian dengan modus hipnotis. Saran: Kepolisian hendaknya lebih bisa mengoptimalkan upaya non penal karena pencegahan lebih baik daripada pemberantasan. Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki sarana dan memberikan fasilitas penunjang kepolisian dalam menanggulangi kejahatan pencurian dengan modus hipnotis dengan menambah alat pengamanan berupa CCTV serta masyarakat diharapkan bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian agar tidak menghambat proses penyidikan.Kata Kunci : Penanggulangan, Pencurian, HipnotisDAFTAR PUSTAKAMoelyatno, 1998, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Bintang Indonesia, Bandung.Nawawi Arief , Barda, 2010 Kebijakan Penanggulangan Hukum Pidana Sarana Penal dan Non Penal, Semarang: Pustaka Magister.Soekanto, Soerjono, 2010, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum, Jakarta ,  Rajawali Press.Sudarto, 1986,  Kapita Selekta Hukum Pidana, alumni, Bandung.http://www.harianpilar.com/2016/03/07/dua-wartawan-jadi-korban-hipnotis/, diakses tanggal 09 Oktober 2017 pukul 13.20 WIBhttp://www.tribunnews.com/regional/2018/01/26/guru-sman-7-bandar-lampung-jadi-korban-penipuan-modus-hipnotis diakses tanggal 16 Februari 2018 pukul 15.52 WIB
PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENANGANAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENYELENGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL INSAN BERGUNA Tri Andrisman, Inna Seprilya, Nikmah Rosidah,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jumlah Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Provinsi Lampung berdasarkan data dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Untuk ABH ada 1238 jiwa. Permaslahan dalam penelitian ini dirumuskan: Bagaimanakah Peran Dinas Sosial dalam Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Insan Berguna dan Faktor apakah yang menjadi penghambat dalam Peran Dinas Sosial dalam menangani Anak Berhadapan dengan Hukum melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Insan Berguna. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, yaitu pendekatan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan penelitian berupa asas-asas, nilai-nilai, serta dilakukan dengan mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan fakta-fakta yang ada dalam praktek dan mengenai pelaksanaannya berupa persepsi cara kerja dan lain-lain. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan Untuk melaksanakan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Dinas Sosial Provinsi Lampung selaku perwakilan Pemerintah Daerah mengenai Kesejahteraan Sosial membentuk LPKS yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Insan Berguna, sesuai dengan Peraturan Gubernur Lampung No. 3 Tahun 2017 Tentang pembentukan, organisasi dan Tatakerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Daerah Provinsi Lampung. Mengenai penanganan ABH, UPTD PKS Insan Berguna memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Anak Berhadapan dengan Hukum, memberikan perlindungan hukum dan layanan advokasi, dan juga mempersiapkan ABH kembali ke tengah-tengah masyarakat. Faktor penghambat dikarenakan UPTD PKS Insan Berguna masih baru dibentuk, tentunya masih ada kekurangan seperti belum adanya kerjasama dengan psikolog profesional, agar rehabilitasi sosial anak tecapai dengan baik, dan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang penanganan ABH melalui UPTD PKS Insan berguna.Kata Kunci: Peran Dinas Sosial, ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum), UPTD Insan Berguna Daftar PustakaArif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Mandar Maju, Bandung, 2009.Dinas Sosial Provinsi dari Kabupaten/Kota se Provinsi Lampung Tahun 2016Muhammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 2012.Yayasan Pemantau Hak Anak dan UNICEF, Lokakarya Penguatan Aktivis Hak-Hak Anak, Laporan Kegiatan, Wisma PKBI II, Jakarta, 2005.
KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI MAHKOTA DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN PENYERTAAN (Studi Putusan Nomor 717/Pid.B/2015/PN.Tjk) Gunawan Jatmiko, Darwin Ricardo, Eko Raharjo,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberadaan saksi mahkota tidak dijelaskan dalam KUHAP, namun dalam praktek saksi mahkota ini sering dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai alat bukti keterangan saksi dikarenakan kekurangan alat bukti. Dalam perkara pada Putusan Nomor 717/Pid.B/PN.Tjk saksi mahkota dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai alat bukti keterangan saksi. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah kedudukan saksi mahkota dalam Putusan Nomor 717/Pid.B/2015/PN.Tjk dan bagaimanakah kekuatan pembuktian saksi mahkota dalam Putusan Nomor 717/Pid.B/2015/PN.Tjk ?. Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa :a. Kedudukan saksi mahkota dalam Putusan Nomor 717/Pid.B/2015/PN.Tjk adalah sebagai alat bukti keterangan saksi serta kedudukannya sama dengan saksi-saksi yang lainnya sebagai alat bukti yang sah, karena telah memenuhi syarat-syarat diajukannya saksi dalam proses pembuktiannya berdasarkan penilaian dan pertimbangan  Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang. b. Kekuatan pembuktian saksi mahkota memiliki nilai kekuatan pembuktian bebas, tidak sempurna dan tidak mengikat. Jadi, untuk menentukan apakah saksi mahkota memiliki nilai kekuatan pembuktian hakim mempunyai kebebebasan untuk menilai. Dalam Putusan Nomor 717/Pid.B/2015/PN.Tjk saksi mahkota yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum sah sebagai alat bukti keterangan saksi dan mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pertimbangan dan penilaian hakim, karena telah memenuhi syarat formal diajukannya saksi dan memiliki relevansinya dengan alat bukti lainnya. Saran dalam penilitian ini adalah kepada Pemerintah khususnya pembentuk undang-undang diharapkan segera mengesahkan RUU KUHAP, dikarenakan memang saksi mahkota ini dalam perkara-perkara tertentu sangatlah penting.Kata Kunci: Kekuatan Pembuktian, Saksi Mahkota, Tindak Pidana Pembunuhan Berencana
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN IJAZAH PALSU Firganefi, M. Luthfi Kurniawan, Erna Dewi,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena mengenai ijazah palsu sangat menarik untuk dicermati. Dalam penyalahgunaan ijazah, bukan hanya dilakukan oleh orang biasa, namun di kalangan pejabat publik pun merupakan hal yang biasa. Kasus yang dilakukan oleh (R) Anggota DPRD Kabupaten Pesawaran, tentu akan diproses sesuai dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. Permasalahan dalam penelitian  ini adalah: Bagaimanakah peran Kepolisian dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu dan apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Jenis data terdiri data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Penyidik Kepolisian dan Akademisi. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: Peranan Kepolisian dalam melakukan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan ijazah palsu termasuk peran aktual serta menjalankan peran normatif menjalankan sesuai undang-undang sehingga peran ideal ikut terlaksana, Melalui penyelidikan dan penyidikan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana guna hakim dapat memutuskan perkara pemalsuan ijazah. Faktor penghambat yang dihadapi penyidik, faktor penegak hukum, SDM penyidik masih rendah, penyidik harus ke luar Provinsi untuk mengumpulkan bukti, kurangnya sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kinerja penyidik, dalam penyidikan. Saran dalam penelitian adalah: Perlu adanya ketegasan pemerintah dalam pelaksanaan KUHP tentang tindak pidana pemalsuan ijazah. Dapat diwujudkan dengan menanyakan peraturan melalui media massa, memberi sanksi hukuman bagi yang memberi jasa. Perlu adanya persamaan persepsi atau dengan kata lain pemahaman yang sama tentang hukum dikalangan penegak hukum, penyelesaian kasus pemalsuan bisa berjalan dengan baik dan sekaligus mencegah kembalinya pemalsuan ijazah.Kata Kunci: Peran, Kepolisian, Ijazah PalsuDAFTAR PUSTAKAChazawi, Adami, 2010, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: Raja Grafindo Persada._______, 2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.Harahap, M. Yahya, 2012, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan (edisi Kedua). Jakarta:Sinar Grafika.Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika.R., Musdalifa, 2013, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penggunaan Ijazah Palsu, Jakarta: Grafika.Tabah, Anton, 1991, Menetap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Perundang-undangan:Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik IndonesiaUndang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan NasionalUndang-Undang Nomor 81 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Sumber lain:http://www.pengertianilmu.com/2015/01/pengertian-penegakan-hukum-dalam.html diakses pada tanggal 20 desember 2016No. HP : 085369665102
ANALISIS PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN OLEH LEMBAGA ADAT DI DESA BUMI NABUNG UTARA KECAMATAN BUMI NABUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH Damanhuri Warganegara, Niko Alexander, Sanusi Husin,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum adat yang berlaku dalam menyelesaikan perkara persetubuhan pemuda dan pemudi ini,adalah lembaga bentukan desa yang telah terbentuk dengan sendirinya karena kebiasaan masyarakat setempat Hukum adat mengutamakan jalan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan perselisihan di antara warga masyarakat hukum adat. Oleh sebab itu maka saya tertarik melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Analisis Penyelesaian Tindak Pidana Persetubuan oleh Lembaga Adat Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah.Permasalahan : Bagaimanakah Penyelesaian Tindak Pidana Persetubuhan oleh Lembaga Adat Di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah?Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Penyelesaiannya dengan dilakukan Sidang desa yang diwakili dengan tokoh-tokoh desa yang menjadi perwakilan setiap lapisan masyarakat, yang dipilih melalui musyawarah desa agar tercapainya kesepakatan dan dipatuhinya keputusan lembaga adat desa tersebut namun untuk masa jabatan dari perwakilan lapisan masyarakat tersebut tidak dibatasi oleh peraturan yang emplisit melaikan sampai dia tidak sanggup lagi menjalankan amanah tersebut dan masa waktu jabatan ini berbeda-beda setiap tokohnya.Dan yang mewakili masyrakat dalam sidang desa seperti; Tokoh Keagamaan, Tokoh Kemasyarakatan, Tokoh Pemuda. Jika kedua belah pihak terlah terbukti bersalah akan ada penyelesaian secara kekeluargaan dan dikenakan dendan sebesar Rp. 2000.000 (Dua Juta Rupiah) yang akan di alokasikan guna keperluan masyarakat dan Kas Dusun serta kedua belah keluarga harus setuju untuk menikahkan kedua belah pihak.Adanya faktor yang mempengaruhi dalam penyelesaian masyarakat hukum adat dibentuk dan diintegrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotong royong, dimana kepentingan bersama di atas kepentigan-kepentingan perseorangan. Setiap individu di dalam masyarakat secarasukarela memberikan kemampuannya baik materil (misal uang, barang) maupun non materiil (dalam bentuk tenaga dan pemikiran) dalam kegiatan kemasyarakatan. Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang pandangan hidup komunalistik yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur kebersamaan. Faktor ini lah yang menyebabkan penyelesaian kasus di Desa Bumi Nabung Utara dengan penyelesaian kekeluargaan.Penulis memberikan saran :Sebaiknya hasil dalam alur penyelesaian kasus Lembaga Adat Desa Bumi Nabung Utara Kec. Bumi Nabung Kab. Lampung Tengah harus bersifat Final dan warga desa membuat aturan desa yang melarang remaja atau Pemuda dan Pemudi melakukan kegiatan hingga diatas jam 10 malam kecuali kegiatan-kegiatan yang memang diadakan oleh desa atau sekolah, sehingga tidak terjadi hal-hal yang diluar kendali dan mencegah kerusakan terhadap generasi muda.Kata Kunci : Penyelesaian, Hukum Adat, Persetubuhan, Lembaga AdatDAFTAR PUSTAKAAmiruddin, 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.Asami, Chazawi ,  2008. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PT. Rajaa Grafindo PersadaDewi, Erna,2014,Sistem Pemidanaan Indonesia yang Berkearifan Lokal. PKKPUHAM Bandar LampungDirdjosisworo,Soedjono,1991 Hukum Pidana Indonesia dan Gelagat Kriminalitas Masyarakat Pasca Industri,Sinar Grafika, Jakarta.Hamzah,Andi 1991, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Penerbit : PT. Rineka cipta.Kansil, C.S.T, 2010, Latihan Ujian Hukum Pidana, Penerbit : Sinar Grafika, Jakarta.Moeljanto,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta:Bumi Aksara.Mayastuti,Anti, 2012,Pola Mediasi dalam Prespektif Hukum Adat, Bandung : Alfabeta.Pide,Mustari,Suriyaman 2009, Hukum Adat Dulu, Kini, dan Nanti, Jakarta: Pelita Pustaka.

Page 1 of 3 | Total Record : 26