Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum
Jurnal Kertha Wicara diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Udayana secara berkala1 bulanan. Jurnal ini adalah jurnal yang bertemakan Ilmu Hukum, dengan manfaat dan tujuan bagi perkembangan Ilmu Hukum, dengan mengedepankan sifat orisinalitas, kekhususan dan kemutakhiran artikel pada setiap terbitannya. Tujuan dari publikasi Jurnal ini adalah untuk memberikan ruang mempublikasikan pemikiran hasil penelitian orisinal, para akademisi yaitu mahasiswa maupun dosen yang belum pernah dipublikasikan pada media lainnya. Fokus dan lingkup penulisan (Focus & Scope) dalam Jurnal ini memfokuskan diri mempublikasikan artikel ilmiah hukum dengan topik-topik sebagai berikut: Hukum Acara Hukum Tata Negara Hukum Administrasi; Hukum Pidana; Hukum Internasional; Hukum Perdata Hukum Adat; Hukum Bisnis; Hukum Kepariwisataan; Hukum Lingkungan; Hukum Dan Masyarakat; Hukum Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik; Hukum Hak Asasi Manusia; Hukum Kontemporer.
Articles
21 Documents
Search results for
, issue
"Vol. 07, No. 05, November 2018"
:
21 Documents
clear
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ATAS TINDAKAN “PERUNDUNGAN” FISIK OLEH PELAKU ANAK DI BAWAH UMUR
Nadia Devi Maharani;
A.A Ngurah Yusa Darmadi
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Perlindungan dari ancaman kekerasan dan diskriminasi kepada setiap anak telah diatur dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Perundungan” fisik adalah suatu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang lebih lemah dengan maksud untuk membuat orang tersebut merasa takut dan tidak berdaya serta dapat menyebabkan luka-luka hingga kematian. Tindakan “perundungan” fisik tidak saja dilakukan oleh orang dewasa, akan tetapi anak pun dapat menjadi pelaku tindakan “perundungan” fisik. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan dan pertanggung jawaban pelaku tindakan “perundungan” fisik yang dilakukan anak di bawah umur. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menganalisa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan “perundungan” fisik di Indonesia belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, akan tetapi ketentuan yang dapat menjadi acuan yaitu Pasal 351 KUHP, Pasal 54 dan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan Anak. Berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku anak dibawah umur atas tindakan “perundungan” fisik dapat diajukan ke muka pengadilan dengan berlandaskan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, “Perundungan”, Anak, Di Bawah Umur
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN DILIHAT DARI KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN
Ida Bagus Made Tilem;
Ida Bagus Surya Dharma Jaya
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tindak Pidana Pencucian Uang juga dikenal dalam istilah money laundry,. merupakan proses dimana aset-aset pelaku, terutama aset tunai yang diperoleh dari suatu tindak pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga asset tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Peran strategis bank ini menjadi incaran atau peluang untuk melakukan tindak kejahatan termasuk Tindak Pidana Pencucian Uang. Otoritas Jasa Keuangan hadir sebagai lembaga yang berperan untuk menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang di sektor perbankan. Permasalahan yang diangkat mengenai kewenangan.Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan kewenangan pemeriksaan bank oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian normatif dengan analisis norma kabur dimana dalam Pasal 7 angka 4 UU OJK tidak ada penjelasan yang jelas terhadap pemeriksaan bank dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan. Pelaksanaan kewenangan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pencegahan tindak pidana pencucian uang sudah dilaksanakan. Otoritas Jasa Keuangan telah melakukan pencegahan dengan melakukan reaserch dan pemeriksaan yang mendetail tentang laporan adanya dugaan kejahatan tindak. pidana pencucian uang disektor perbankan. Masalah yang dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan yaitu kurang adanya sumber daya manusia yang berkompeten, pemahaman masyarakat yang masih rendah terkait dengan peraturan. yang ada tentang pasar modal dan masih menggunakan peraturan lama dalam pelaksanaan tugas nya.Kata Kunci: pencucian uang, Otoritas Jasa Keuangan, kewenangan.
KAJIAN TEORITIS TERHADAP KEDUDUKAN TERGUGAT II INTERVENSI DALAM SENGKETA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Ni Luh Mahisa Mahardini;
Anak Agung Gde Oka Parwata
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut PTUN) menjadi salah satu peradilan yang ada di Indonesia. Warga Negara atau masyarakat dapat mengajukan gugatan kepada PTUN apabila ada Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan pejabat Tata Usaha yang merugikan kepentingan warga negaranya. Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada dua yakni Pihak Penggugat dan Tergugat. Dalam poses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara juga dikenal istilah pihak lainnya yaitu pihak ketiga yang dimungkinkan untuk ikut serta dalam pemeriksaan sengketa yang sedang berjalan antara penggugat dan tergugat dengan cara mengajukan gugatan intervensi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa secara teoritis terhadap kedudukan pihak tergugat II intervensi dalam sengketa Peradilan Tata Usaha Negara. Jenis Penelitian hukum yang dilakukan adalah menggunakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji norma didalam hukum positif terkait dengan sengketa Tata Usaha Negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan masuknya Pihak Tergugat II Intervensi dalam sengketa Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara dan Kedudukan Tergugat II Intervensi dalam Sengketa Peradilan Tata Usaha Negara apabila dikaitkan dengan asas Erga Omnes adalah tidak tepat apabila seseorang yang bukan berkedudukan sebagai “bestuursorganen” atau organ pemerintah didudukkan sebagai Tergugat II Intervensi dalam sengketa yang sedang berjalan. Kata Kunci : Kedudukan, Tergugat II Intervensi, Hukum Acara, PTUN.
PERAN HAKIM AD HOC DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA DI MASA DEPAN
Putu Bagus Dananjaya;
Ibrahim R
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Jurnal ini berjudul Peran Hakim Ad Hoc Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia Di Masa Depan. Kehadiran hakim ad hoc lebih merupakan reaksi terhadap kekecewaan atas keadaan hakim karier. Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana perbandingan konsep lay judges di Jerman dengan hakim ad hoc di Indonesia dan bagaimana peran hakim ad hoc dalam dunia peradilan pidana Indonesia di masa depan. Metode penulisan jurnal ini yaitu yuridis-normatif dengan pendekatan konseptual dan komparatif. Hasil penelitian menunjukan Lay judges di Jerman disebut dengan schoffen adalah perwakilan dari warga negara yang merefleksikan nilai-nilai dalam masyarakat dalam kedudukannya itu sedangkan konsep hakim ad hoc di Indonesia adalah bagian reformasi kelembagaan pengadilan untuk menjawab permasalahan aktual. Kedepannya pengadilan dengan bentuk mixed bench, lay judges dan hakim profesional diharapkan bekerja bersama untuk mencapai putusan dan dapat memberikan jenis hukuman yang lebih masuk akal sehingga putusan hakim itu dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat pencari keadilan. Kata Kunci: Peran, Hakim ad hoc, peradilan pidana
HAK IMUNITAS ADVOKAT DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Ida Wayan Dharma Punia Atmaja;
I Wayan Suardana;
A.A. Ngurah wirasila
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Hak imunitas advokat dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat menjelaskan bahwa advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien. Fenomena dalam penegakan korupsi yang ada, belum menunjukan adanya sistem penegakan hukum yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terpadu diantara institusi penagak hukum seiring terjadi perbedaan persepsi dan tumpang tindih wewenang diantara penegak hukum terhadap perkara pemberantasan tindak pidana korupsi. Hak imunitas advokat belakangan ini seringkali di salah artikan dalam hal mana diartikan seolah-olah semua tindakan dilakukan advokat untuk kepentingan klien dilindungi undang-undang dan tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya secara hukum. Permasalahanya adalah bagaimanakah hak imunitas advokat ditinjau dari pengaturan hukum positif di Indonesia. Di samping itu bagaimanakah hak imunitas advokat dalam persidangan tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah jenis penelitian normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian, hak imunitas atau kekebalan hukum diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat mengenai hak imunitas terhadap seorang advokat, hak imunitas atau kekebalan hukum dan diatur dalam Pasal 50 KUHP, sedangkan mengenai pembatasan hak imunitas atau kekebalan hukum terdapat dalam Pasal 74 KUHAP. Hak imunitas advokat dalam persidangan tindak pidana korupsi dengan sendirinya hilang dan tidak berlaku dimana seorang advokat tersebut telah diajukan di persidangan dan divonis atau diputuskan hukuman kepada seorang terdakwa. Kata kunci: Hak Imunitas Advokat, Pengadilan, Tindak Pidana Korupsi
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENJUALAN DAGING ANJING DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Tyas Yuniawati Suroto;
Ni Nengah Adiyaryani
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Anjing adalah hewan peliharaan yang sangat digemari oleh manusia, namun belakangan ini beredar berita banyaknya anjing yang diculik dan dijual untuk digunakan sebagai olahan makanan yang biasanya dijadikan sate daging anjing atau sate RW. Meskipun warga masyarakat telah beberapa kali berhasil menangkap pelaku penculikan anjing tersebut, namun tetap saja tidak dapat mengurangi tingkat penculikan anjing di masyarakat karena pelaku langsung dibebaskan tanpa tindak lanjut dari aparat penegak hukum. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaturan di dalam perundang-undangan mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penjualan daging anjing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dimana terdapat kekosongan norma hukum di dalam Undang- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengenai perdagangan daging anjing untuk dikonsumsi oleh manusia. Perdagangan daging anjing dapat menimbulkan resiko kesehatan yang serius bagi masyarakat, terutama dalam bentuk penyebaran rabies. Tanpa adanya regulasi yang jelas mengenai perdagangan daging anjing tentu saja akan memberikan ruang yang bebas kepada oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk terus menyiksa anjing dan bahkan mengkonsumsi daging anjing. Kata kunci: Hukuman, Pembunuhan, Anjing, Hukum Pidana.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN
Gede Nyoman Gigih Anggara;
Made Subawa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Anak merupakan ciptaan Tuhan yang perlu dilindungin oleh siapapun karena keterbatasannya. Perlindungan yang diberikan salah satunya adalah perlindungan hukum terhadap anak yang mendapatkan suatu bentuk kekerasan. Kekerasan yang diterima anak akan berdampak negatif terhadap masa depan anak. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui perlunya diberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan menurut peraturan perundang-undangan. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan penelitian secara normatif dengan cara mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak. Perlunya penelitian hukum normatif agar dapat mengetahui perlindungan hukum bagi anak sebagai korban dari kekerasan. Adapun masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini yang pertama adalah mengapa anak yang menjadi korban kekerasan perlu diberikan perlindungan hukum dan yang kedua adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban kekerasan menurut peraturan perundang-undangan. Perlindungan hukum terhadap anak diberikan agar hak-hak anak tetap terlindungi seperti yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan anak yaitu tidak mendapatkan bentuk kekerasan seperti yang tertera dalam Pasal 76A sampai dengan 76B Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 serta perlindungan hukum diberikan untuk keadilan si anak. Oleh karena itu, negara memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh anak telah diatur untuk dilaksanakan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban serta Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, agar dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Kata kunci: Perlindungan hukum, anak, korban kekerasan
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK SEBAGAI KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL
I Gusti Ayu Kade Sri Marlina;
I Gusti Ketut Ariawan;
A.A. Ngurah Wirasila
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kejahatan Seksual”. Anak dianggap sebagai makhluk yang lemah karena secara fisik maupun mental anak belum memiliki kemampuan untuk hidup sendiri sehingga anak harus dilindungi hak – haknya. Upaya yang dapat dilakukan dalam menjamin hak – hak anak adalah dengan memberikan perlindungan pada anak. Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak diharapkan anak mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku sehingga anak dapat kembali mengejar impian dan cita – cita mereka, dan juga aturan hukum perlu untuk menegaskan bentuk pemidanaan terhadap pelaku kejahatan seksual agar dapat memberikan efek jera serta dapat mencegah timbulnya kejahatan serupa, maka dari itu perlu adanya kerjasama antar semua pihak baik itu keluarga hingga para penegak hukum dan pemerintah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini termasuk kedalam penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan berupa edukasi kejahatan reproduksi, rehabilitasi sosial, pendampingan psikososial, perlindungan serta pendampingan, bantuan medis, pemberian kompensasi dan restitusi. Dalam upaya pemidanaan pelaku kejahatan seksual dibebankan pidana penjara, denda serta penambahan 1/3 dari anacaman pidana. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Anak, Kejahatan Seksual, Korban.
KEABSAHAN PEMERIKSAAN SAKSI MELALUI TELECONFERENCE DALAM SIDANG TINDAK PIDANA KORUPSI
Ni Made Rit Meidyana;
Ida Bagus Wyasa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Praktek di persidangan kerapkali menghadapi berbagai kesulitan, antara lain dalam menghadirkan saksi, khususnya dalam kasus tindak pidana korupsi. Kendala tersebut mungkin diselesaikan melalui pemanfaatan teleconference. Namun demikian, pemanfaatan itu juga belum secara jelas dibenarkan oleh KUHAP. Karya ilmiah ini mengedepankan masalah tersebut dan menggunakan metode normatif dalam menganalisa masalah dengan dukungan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan berbagai literatur terkait. Kesimpulan yang dihasilkan dari analisa masalah tersebut adalah bahwa keterangan saksi melalui media teleconference dianggap sah sebagai alat bukti dalam perkara pidana khususnya dalam kasus korupsi dengan syarat penyelenggaraan kesaksian teleconference tersebut harus memenuhi ketentuan terkait keterangan saksi sebagai alat bukti yaitu jenis kejahatannya dapat menggunakan sarana teleconference, pengaturan yang jelas mengenai tempat pelaksanaan dalam memberikan kesaksian dan adanya kehadiran para pihak yang ikut mendampingi saksi pada waktu pelaksanaan teleconference. Kata Kunci : Keabsahan, Keterangan Saksi, Teleconference, Alat Bukti, Korupsi
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM TRANSAKSI SEWA-MENYEWA KENDARAAN BERMOTOR (STUDI DI KEPOLISIAN RESOR KOTA DENPASAR)
I Komang Oka Wijaya Kusuma;
Gde Made Swardhana;
I Wayan Suardana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini berjudul “Penanggulangan Tindak Pidana Penggelapan Dalam Transaksi Sewa-menyewa Kendaraan Bermotor Studi di Kepolisian Resor Kota Denpasar”. Pesatnya perkembangan jaman membuat usaha penyewaan atau rental kendaraan bermotor sangat menguntungkan. Kendaraan bermotor saat ini cukup mahal mengakibatkan pelaku kejahatan melakukan tindak kejahatan penggelapan kendaraan bermotor. Adapun permasalahan hukum dalam penulisan ini yaitu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam transaksi sewa-menyewa kendaraan bermotor dan penanggulangan tindak pidana pengelapan dalam transaksi sewa-menyewa kendaraan bermotor di Polresta Denpasar. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara yang meneliti kasus tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor di Polresta Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya tindak pidana penggelapan dalam transaksi sewa-menyewa kendaraan bermotor adalah faktor keluarga, faktor keinginan menguasai barang sewaan, faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor adanya penadah. Upaya menanggulangi terjadinya tindak pidana penggelapan dalam transaksi sewa-menyewa kendaraan bermotor oleh penegak hukum dilakukan upaya pre-emtif, preventif, dan represif. Pelaksanaan penerapan penanggulangan tindak pidana penggelapan dalam transaksi sewa-menyewa kendaraan bermotor belum berjalan maksimal, karena terjadi hambatan pada proses pencarian barang bukti dan faktor sarana dan fasilitas hukum yang belum memadai. Adapun saran dari jurnal ini yaitu untuk lebih meningkatkan standar pemeriksaan identitas penyewa yang akan menyewa kendaraan bermotor dan meberikan alat pelacak atau GPS di setiap armada kendaraan sewaan agar pihak rental dan polisi lebih mudah melacak kendaraan yang di gelapkan. Kata Kunci: Penanggulangan, Penggelapan, Sewa-menyewa