Era otonomi daerah sudah mencapai fase puncak dari tatanan pemerintahan di Republik Indonesia. Pada siklus tertentu fase puncak yang tidak dijaga keseimbangannya akan menjadi fase penurunan. Baik penurunan dari tujuan, maupun penerapan dari otonomi itu sendiri. Daerah yang sebelumnya tidak dapat mengelola keuangan menjadi dapat mengelola keuangannya sendiri dengan melalui Pendapat Asli Daerah (PAD). Sayangnya, semakin lama orientasi mendapatkan PAD ini tidak lagi sejalan dengan tujuan negara yaitu Welfare State menuju kemaslahatan masyarakat atau kesejahteraan umum namun berorientasi pada pendapatan lembaga saja. Akibatnya penarikan pajak cenderung masif, namun animo masyarakat tidak demikian. Untuk menganalisis fenomena tersebut maka penulis menggunakan teori Paul Krugman negara bukan perusahaan dan Konsep Negara Welfare State (Negara Kesejahteraan). Hasilnya ditemukan terdapat perilaku dan kebijakan yang memiliki kesengajaan meningkatkan PAD tidak berorientasi pada kemaslahatan kembali namun lebih kepada menutup operasional dan peningkatan APBD yang sifatnya mirip seperti perusahaan. Hal ini akan mendorong dampak domino lainnya seperti konflik antara pemerintah dan masyarakat serta rendahnya tingkat kepercayaan investor baik skala lokal maupun internasional.