Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Ketebalan Endapan Nikel Laterit Daerah Tobimeita, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara Hasria, Hasria; Resmin, Masrandi; Okto, Ali; Masri, Masri; Arisona, Arisona; Al Firman, Al Firman; Harisma, Harisma; Jaya, Rio Irham Mais Cendra; Septiana, Sara; Sawaludin, Sawaludin; Salihin, La Ode M. Iradat
Jurnal Geosains dan Teknologi Vol 6, No 3 (2023): November 2023
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jgt.6.3.2023.174-185

Abstract

Penelitian ini terletak di wilayah Tobimeita, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara litologi tersusun atas batuan ultramafik yang menjadi host endapan nikel laterit. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi ketebalan endapan nikel laterit berdasarkan kondisi morfologi pada daerah penelitian. Ketebalan endapan nikel laterit dilakukan dengan menggunakan analisis geokimia XRF (X- Ray Flourescence sedangkan kemiringan lereng menggunakan analisis morfometri dan morfografi. Hasilnya, bahwa morfologi pada daerah penelitian terdiri dari morfologi perbukitan dengan kemiringan lereng datar, agak landai, landai, agak curam dan curam. Wilayah pada kemiringan lereng agak landai dan landai menghasilkan ketebalan endapan laterit relatif tebal disebabkan oleh air yang berada di atas permukaan yang bergerak perlahan sehingga air akan mempunyai kesempatan melakukan penetrasi lebih dalam hingga ke bawah permukaan sehingga menyebabkan pelapukan menjadi intensif. Adapun pada kemiringan lereng agak curam dan curam memiliki ketebalan endapan laterit yang tipis. Ketebalan endapan nikel laterit pada lereng agak landai dan landai pada zona limonit dan saprolit yaitu 10 – 13 m dengan kadar Ni pada zona limonit sebesar 1,99% dan zona saprolit 2,13%. Adapun ketebalan endapan nikel laterit pada kemiringan lereng agak curam dan curam yakni 0 – 2 m dengan kandungan Ni pada zona limonit 1,01 % dan 1,46 % pada zona saprolit.
Surface deformation and its implications for land degradation after the 2021 Flores earthquake (M7.4) using differential interferometry synthetic aperture radar Purba, Joshua; Harisma, Harisma; Priadi, Ramadhan; Amelia, Rosa; Dwilyantari, Anak Agung Istri; Jaya, Laode Muhammad Golok; Restele, La Ode; Putra, I Made Wahyu Gana
Journal of Degraded and Mining Lands Management Vol. 12 No. 1 (2024)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15243/jdmlm.2024.121.6819

Abstract

On December 14, 2021, an earthquake with a magnitude of 7.4 originated from the Flores Sea, impacting Kalaotoa Island in Indonesia, resulting in significant structural damage. Macroseismic observations at the site classified that there were 120 buildings slightly damaged, 108 buildings moderately damaged, and 201 buildings heavily damaged. The shakemap shows that Kalaotoa Island experienced VI-VII MMI shaking. The results of the field survey showed many indications of subsidence as many fractures were found in Kalaotoa Island. This study employed Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) to quantify land subsidence and uplift in Kalaotoa Island before and after the earthquake. Sentinel-1A satellite radar data from December 2 and December 14, 2021, were analyzed. The results revealed subsidence of up to 12 cm in Garaupa Raya Village and uplift of up to ±10 cm in Lembang Mate’ne Village. Approximately 50.50% of Kalaotoa Island experienced subsidence (39.4 km²), primarily in Garaupa Village (18.85 km²), while 49.02% of the island experienced uplift (38.2 km²), mostly in Lembang Mate’ne Village (19.03 km²). This spatial analysis underscores the efficacy of DInSAR in detecting and mapping surface deformation, offering critical insights for earthquake preparedness, mitigation efforts for impacted landscape topography, stability soils, structure of ecosystems, and infrastructure resilience.
Inventarisasi Keragaman Geologi Daerah Mawasangka Timur, Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara Hasria, Hasria; Hamid, Fanul; Okto, Ali; Muliddin, Muliddin; Masri, Masri; Arisona, Arisona; Harisma, Harisma; Ngkoimani, La Ode; Sawaludin, Sawaludin; Salihin, La Ode Muhammad Iradat
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 26 No. 3 (2025): JURNAL GEOLOGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33332/jgsm.geologi.v26i3.852

Abstract

Fenomena geologi yang berhubungan dengan aspek bentang alam di daerah Mawasangka Timur, Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai fitur yang beragam dan secara umum disusun oleh satuan batugamping Formasi Wapulaka yang berumur Pleistosen. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi potensi keragaman geologi (geodiversity) yang mendasarkan pada aspek bentang alam karst dan pantai. Fitur keragaman geologi di kawasan karst mencakup baik gejala endokarst seperti gua dan ragam jenis hiasan gua di dalamnya maupun gejala exokarst seperti bukit pepino, dolina, dan akumulasi air di lekuk dolina yang membentuk danau. Di kawasan pantai terjadi sedimentasi pasir putih di pantai landai yang penyebarannya membentuk spit, serta undak-pantai, stack, notches dan sea-cave. Aneka fitur fenomena geologi yang terinvetarisasi tersebut didukung oleh struktur geologi. Metode penelitian yang digunakan adalah melakukan inventarisasi melalui pemetaan keragaman geologi, yaitu berupa pengambilan data lapangan meliputi, litologi, geomorfologi, dan struktur geologi, yang dilengkapi informasi titik koordinat lokasi dan potret). Keragaman geologi tersebut tersebar di seluruh wilayah penelitian, terutama di bagian selatan dan timur.   Kata Kunci: Keragaman geologi, Wapulaka, karst, dolina, gua, Mawasangka Timur.     Abstract- Geological phenomena related to landscape aspects in the East Mawasangka area, Central Buton Regency, Southeast Sulawesi Province have diverse features, which mainly composed of limestones unit of the Pleistocene Wapulaka Formation. This study aims to inventory the potential of geological diversity based on aspects of karst and coastal landscapes. Features of geological diversity in karstic areas include both endokarst phenomena such as caves and various types of cave decoration as well as exokarst phenomena such as pepino hills, doline, and water accumulation in doline depression that form lakes. In the coastal area, white sand sedimentation occurs on sloping beaches that spread to form spits, as well as coastal terraces, stacks, notches, and sea caves. The various features of the inventoried geological phenomena are supported by geological structures. The research method used was to conduct an inventory through geological diversity mapping, in the form of field data collection (lithology, geomorphology, geological structure, location coordinates, and portraits). The geological diversity is spread throughout the study area, especially in the south and east.   Keywords: Geodiversity, Wapulaka, karst, doline, cave, East Mawasangka.