Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Buletin Iptek Tanaman Pangan

Peluang Pengembangan IP Padi 400 di Lahan Sawah Irigasi Erythrina Erythrina
Iptek Tanaman Pangan Vol 5, No 1 (2010): Juli 2010
Publisher : Puslitbang Tanaman Pangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dengan menerapkan IP Padi 400 berarti petani dapat menanam dan memanen padi empat kali dalam setahun pada hamparan lahan sawah yang sama. Studi IP Padi 400 di tingkat petani dilaksanakan di Desa Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, pada kelompok “Tani Jaya” sebagai responden, diikuti dengan focus group discussion (FGD) pada bulan Juli 2009. Kelompok Tani Jaya menggunakan varietas Srijaya, berumur 76 hari pada MK dan 80 hari setelah tanam pada MH (15 hari di pesemaian) atau berumur 91 hari pada MK dan 95 hari pada MH dari biji ke biji. Bila menggunakan varietas Memberamo dan IR64, petani memerlukan waktu 13 bulan, sedangkan dengan varietas Srijaya bisa empat kali tanam dalam 12 bulan. Total hasil panen yang diperoleh 23,4 t GKP/ha/tahun, hasil gabah lebih tinggi pada MK dibanding MH. Hasil panen bersih 18,7 t GKP/ha/tahun (setelah dipotong bawon 20% untuk biaya tanam dan panen) dan harga jual gabah di sawah Rp 2.000.000/ton, petani memperoleh pendapatan kotor Rp 37,376 juta/ha/tahun. Dengan biaya usahatani berkisar antara Rp 2,5-3 juta/musim tanam, petani memperoleh keuntungan bersih yang cukup tinggi. Rancangbangun peningkatan produksi untuk mencapai IP Padi 400 harus mempertimbangkan: (1) aspek budaya masyarakat seperti tenaga kerja yang “industrius” (bekerja cepat, efisien, tidak santai), (2) ketersediaan air minimal 11 bulan dalam setahun, (3) ketersediaan alsintan pendukung yang cukup, (4) varietas padi berumur sangat genjah sampai ultra genjah, dan (5) ketersediaan modal-sarana produksi pada waktu diperlukan. Untuk pengembangan IP Padi 400 diperlukan: (a) inventarisasi wilayah pengembangan, (b) perbaikan prasarana irigasi, (c) mempertahankan produktivitas lahan tetap tinggi, dan (d) sosialisasi program berkaitan dengan budaya masyarakat. Disarankan Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, digunakan sebagai laboratorium lapang untuk penelitian IP Padi 400 yang lebih komprehensif, mencakup aspek kimia tanah, lingkungan, hama dan penyakit, serta sosial dan budaya masyarakat.
Pengembangan Padi Hibrida dengan Pendekatan PTT dan Penanda Padi Zulkifli Zaini; Erythrina Erythrina
Iptek Tanaman Pangan Vol 3, No 2 (2008): Oktober 2008
Publisher : Puslitbang Tanaman Pangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah bertekad meningkatkan produksi beras sebesar 2 juta ton pada tahun 2007, dan selanjutnya meningkat dengan laju 5% per tahun hingga tahun 2009. Upaya yang dilakukan untuk itu antara lain dengan meningkatkan produktivitas padi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT) dan penerapan teknologi padi hibrida. Pengkajian dalam bentuk petak percontohan PTT padi hibrida dan inbrida dilaksanakan di Kecamatan Ketibung dan Palas, Lampung Selatan, dan Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Tanggamus, Lampung pada tahun 2007. Pengkajian bertujuan untuk mensintesis peluang peningkatan produksi padi pada lahan sawah irigasi di Lampung. Hasil pengkajian menunjukkan, padi inbrida yang dikelola petani dengan pendekatan non-PTT menghasilkan 5,27 t GKG/ha, dan meningkat 23% menjadi 6,49 t GKG/ha dengan pendekatan PTT. Keragaan varietas padi hibrida bervariasi antarlokasi, dengan hasil berkisar antara 6,28-7,35 t GKG/ha. Penggunaan paket teknologi padi hibrida dengan pendekatan penanda padi meningkatkan hasil 22,1% dan meningkatkan pendapatan 38,5%. Pelatihan bagi kelompok tani dengan model Sekolah Lapang dan pembekalan teknologi kepada penyuluh cukup efektif mempercepat adopsi teknologi PTT padi sawah.