Handinoto Handinoto
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra, Surabaya

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

LINGKUNGAN "PECINAN" DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL Handinoto, Handinoto
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 27 No. 1 (1999): JULY 1999
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.27.1.%p

Abstract

Pecinan (Chinese Camp) area is never absent in the town of Java. Although the specific characteristics of this mileu is not so strong any more at the present as it was in the past, its presency in diverse smaller towns in Java is still felt as something different. The specific atmosphere of the area, centered on the klenteng as the place of workship, its social environment, included the specific style of house construction, are easy to be recognized. In some world cities like San Fransisco and Manila, the socalled China Towns are just stimulated for its existence. It is even so far, that theyare recomended as tourist destination objects. During the rule of the New Order (1965-1998), Pecinan in the towns in Indonesia are systimatically abolished, because of sicio political considerations. This paper tries to trace back the history of those Chinese Camps in the older towns of Java, to have a certain picture of its existence in the past. Abstract in Bahasa Indonesia : Lingkungan "Pecinan" selalu ada di hampir semua kota-kota di Jawa. Meskipun sekarang lingkungan ini sudah semakin kabur, tapi di beberapa kota kecil di Jawa bekas kehadirannya masih sangat terasa sekali. Atmosfir lingkungannya yang khas, diperkuat dengan kehadiran kelenteng sebagai pusat ibadah dan sosial, serta bentuk-bentuk bangunan yang khas pula sangat mudah untuk ditengarai. Di beberapa kota di dunia seperti San Fransisco, Manila dan sebagainya daerah Pecinan ini justru di perkuat kehadirannya. Bahkan daerah tersebut bisa dijadikan sebagai daerah tujuan wisata kota. Selama Orde baru, karena alasan sosial dan politik, kehadiran Pecinan di kota-kota Indonesia, mulai dihapuskan. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri sejarah kehadiran daerah "Pecinan" pada kota-kota di Jawa pada masa lampau. Kata kunci : Kota di Jawa jaman kolonial, Pecinan.
POLA SPASIAL DAN SISTIM JALAN DARI KOTA CAKRANEGARA DAN PROBOLINGGO SEBUAH PERBANDINGAN Handinoto, Handinoto
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 27 No. 2 (1999): DECEMBER 1999
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.27.2.%p

Abstract

Cakranegara in Lombok and Problinggo in north coast of east Java are two unique cities. Cakranegara was planned by Hindu-Bali cosmology. Probolinggo was planned by a rational thinking for economic and political thinking for Dutch Colonial government at that time. Althought one and other don't have directly relationship but casualy both of them used grid patern. Because of the difference background concept of urban design and the difference of social and geography condition, so pattern of the spatial town also very different. Cakranegara and Probolinggo are two example of urban planning that attractive to be comparised. Abstract in Bahasa Indonesia : Cakranegara di Pulau Lombok dan Probolinggo di pantai Utara Jawa Timur, adalah dua kota yang sangat unik. Cakranegara di rencanakan berdasarkan kosmologi Hindu-Bali. Probolinggo di rencanakan berdasarkan pemikiran yang rasional untuk tujuan ekonomi dan politik bagi masyarakat kolonial Belanda waktu itu. Meskipun tidak ada hubungan satu sama lain secara langsung, tapi secara kebetulan kedua kota ini menggunakan grid sebagai pola sistim jalannya. Karena latar belakang konsep perancangan kota yang berbeda, keadaan sosial dan geografis yang berbeda pula, maka pola penataan spasial kotanya pun sangat berbeda. Cakranegara dan Probolinggo adalah dua contoh perencanaan kota yang sangat menarik untuk di bandingkan Kata Kunci : Cakranegara, Probolinggo, Pola Spasial, Sistim Jalan.
PERLETAKAN STASIUN KERETA API DALAM TATA RUANG KOTA-KOTA DI JAWA (KHUSUSNYA JAWA TIMUR) PADA MASA KOLONIAL Handinoto, Handinoto
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 27 No. 2 (1999): DECEMBER 1999
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.27.2.%p

Abstract

Railway Company in Indonesia started in 1860's. They were held by both government (SS- Staad Spoorwegen) and private (NIS, etc). The same happened as in Europe after rev. industry, railway station's placement as new kind of building became very important in urban planning. Faster progression,in railway services in Indonesia in the begining 20 th century, that reached almost all of town in Java; caused railway station's placement, either in larger city or Kabupaten city will be importance. In the end of 19 th and 20 th century, railway transportation was one of important infrastructure.But in the second part of 20 th century, after independence, the roadway progression caused railway services become come down, so railway stations were careless. In the end of 20 th century, the dense of roadway in Java caused railway's function raise again. In general towns has been develop, so railway station placement which been though exactly in urban planning, become to make trouble for city trafic. The scoupe of this paper covered about the placement of railway station in the past, as input for development city in Java for the future. Abstract in Bahasa Indonesia : Per kereta api an di Indonesia baru dimulai pada th. 1860 an. Perusahaan kereta api ditangani oleh dua instansi yaitu oleh pihak pemerintah (seperti: S.S - Staad Spoorwegen) dan pihak swasta (seperti :NIS - Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij, dan sebagainya). Seperti halnya di Eropa setelah revolusi industri, perletakkan stasiun sebagai suatu jenis bangunan baru, menjadi sangat penting dalam tata ruang kota. Dengan makin majunya per kereta api an di Indonesia pada awal abad ke 20, yang hampir mencapai seluruh kota di Jawa, maka penempatan stasiun kereta api baik di kota-kota besar maupun kota Kabupaten menjadi suatu pemikiran yang penting. Pada akhir abad ke 19 dan abad ke 20, angkutan dengan kereta api, menjadi salah satu sarana yang sangat penting, baik angkutan barang maupun manusia. Tapi pada bagian kedua abad 20, setelah kemerdekaan, karena kemajuan jalan darat, peran kereta api menjadi menurun, sehingga stasiun kereta api menjadi merana. Di akhir abad 20, karena padatnya arus lalu lintas jalan darat di P. Jawa, peran kereta api menjadi hidup kembali. Kota-kota pada umumnya telah berkembang pesat, sehingga letak stasiun kereta api yang dulunya telah dipikirkan dengan sangat baik sekali dalam tata ruang kotanya, sekarang menjadi masalah dalam pengaturan lalu lintas kota. Tulisan ini membahas tentang perletakkan stasiun kereta api dimasa lampau sebagai masukan dalam pemikiran perkembangan kota-kota di Jawa untuk masa mendatang. Kata kunci: Stasiun kereta api, Tata ruang kota.