Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

UANG ADAT PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Studi Kasus Dilembaga Adat Depati Atur Bumi) Arzam Arzam
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 17 No. 1 (2017): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v17i1.197

Abstract

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan uang adat dalam perkawinan di wilayah Lembaga Adat Depati Atur Bumi, mengetahui sanksi pelanggaran terhadap uang adat dalam Perkawinan di wilayah lembaga adat depati atur bumi, mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap uang adat dalam perkawinan di wilayah lembaga adat depati atur bumi. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif (penelitian lapangan) yakni menggambarkan dan mengumpulkan secara umum masalah yang diteliti atau yang objektif dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan data penelitian dan berakhir dengan penarikan kesimpulan secara khusus. Hasil dari penelititan ini dapat peneliti peroleh bahwa Kedudukan uang adat adalah sebagai uang penerang atau uang yang dihanguskan (dalam uang adat) atau uang yang akan dibagi-bagikan kepada para orang-orang adat dan untuk kebutuhan lainnya seperti masjid, Maka diwajibkan untuk membayarnya sebagai salah satu syarat untuk dilaksanakan pernikahan adat. Akibat pelanggaran terhadap uang adat dalam perkawinan di Lembaga Adat Atur Bumi ialah segala resiko yang akan terjadi di kemudian hari akan ditanggung sendiri, ia tidak diakui sebagai anak buah di desa tersebut, dan ia tidak boleh mendirikan rumah di desa tersebut. Menurut pandangan hukum Islam tentang kedudukan uang adat di dalam pelaksanaan pernikahan secara adat di Lembaga Adat Atur Bumi yang tidak ada larangan di dalam ajaran agama karena antara adat dan agama terjadi pembauran yang harmonis dan tidak dapat dipisahkan. Pepatah adat mengatakan “Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah. Syara’ mengato, adat memakai”. Dan sesuai dengan kaidah ushul fiqh.
UANG ADAT PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Studi Kasus di Lembaga Adat Depati Atur Bumi) Arzam Arzam
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 1 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (700.431 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i1.154

Abstract

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan uang adat dalam perkawinan di wilayah Lembaga Adat Depati Atur Bumi, mengetahui sanksi pelanggaran terhadap uang adat dalam Perkawinan di wilayah lembaga adat depati atur bumi, mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap uang adat dalam perkawinan di wilayah lembaga adat depati atur bumi. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif (penelitian lapangan) yakni menggambarkan dan mengumpulkan secara umum masalah yang diteliti atau yang objektif dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan data penelitian dan berakhir dengan penarikan kesimpulan secara khusus. Hasil dari penelititan ini dapat peneliti peroleh bahwa Kedudukan uang adat adalah sebagai uang penerang atau uang yang dihanguskan (dalam uang adat) atau uang yang akan dibagi-bagikan kepada para orang-orang adat dan untuk kebutuhan lainnya seperti masjid, Maka diwajibkan untuk membayarnya sebagai salah satu syarat untuk dilaksanakan pernikahan adat. Akibat pelanggaran terhadap uang adat dalam perkawinan di Lembaga Adat Atur Bumi ialah segala resiko yang akan terjadi di kemudian hari akan ditanggung sendiri, ia tidak diakui sebagai anak buah di desa tersebut, dan ia tidak boleh mendirikan rumah di desa tersebut. Menurut pandangan hukum Islam tentang kedudukan uang adat di dalam pelaksanaan pernikahan secara adat di Lembaga Adat Atur Bumi yang tidak ada larangan di dalam ajaran agama karena antara adat dan agama terjadi pembauran yang harmonis dan tidak dapat dipisahkan. Pepatah adat mengatakan “Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah. Syara’ mengato, adat memakai”. Dan sesuai dengan kaidah ushul fiqh.
Tokoh Politik Islam Era Orde Lama Indonesia: Kajian Pemikiran KH Idham Chalid Dalam Menerima Konsep Demokrasi Terpimpin Tahun 1965 Andri Nurjaman; Arzam Arzam; Zufriani Zufriani; Doli Witro
Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab dan Dakwah Vol. 4 No. 1 (2022): Juni
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/ishlah.v4i1.132

Abstract

After the ups and downs of the cabinet during the parliamentary democracy or often referred to as liberal democracy, Soekarno implemented a new concept and model of democracy since 1959 called guided democracy. Nahdlatul Ulama which at that time was chaired by KH Idham Chalid accepted Soekarno’s guided democracy concept, and NU was the only Islamic party that accepted guided democracy. The purpose of writing this article is to find out the political thoughts of KH Idham Chalid in accepting the concept of guided democracy. The method used in the preparation of this article uses the historical method, namely heuristics (search for sources), the main primary sources are the Islamic fire magazine published in 1965 and the book Islam and Guided Democracy, both primary sources written directly by KH Idham Chalid. Criticism (source selection), interpretation (interpretation) and historiography (writing). The results of this study are known that KH Idham Chalid accepted the concept of guided democracy because NU’s politics were flexible and chose to cooperate with the authorities, he had the idea that the concept of guided democracy was in accordance with Islamic teachings, namely syuro or deliberation.
KEPERANTARAAN (WASATHAH) DAN PENERAPAN AKAD YANG TERJADI DI DALAMNYA Muhamad Izazi Nurjaman; Arzam Arzam; Doli Witro
EL MUDHORIB : Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Syariah Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Fattahul Muluk Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article is motivated by the rapid development of the intermediary business which is very much needed in the marketing mechanism. Intermediary in sharia economic law includes new contracts. However, in practice the use of intermediary contracts is schemed in other forms of contracts, such as in the DSN-MUI fatwa on intermediary. Therefore, this article will reveal the intermediary and application of the contract that occurs in it. This article is a study of sharia economic law by taking into account the fiqh of muamalah maliyyah as an analytical lens. Sources of data obtained in the form of primary data sources in the form of DSN-MUI fatwa and secondary data in the form of various scientific literature in the form of books and scientific journals. By using a normative juridical approach that is presented through a descriptive literature method, this study finds the fact that the application of intermediary contracts (wasathah) in sharia economic law can be discussed in wakalah bi al-ujrah, ju’alah and bai’ al-samsarah contracts. So that the use of one of these contracts will affect the mechanism for implementing the contract and the benefits obtained by the wasit party, namely in the form of ujrah from the wakalah bi al-ujrah contract, ju’l from the ju’alah contract and the margin from the excess of the bai’ al-samsarah contract. This shows that the wasathah contract is a contract scheme that adapts to the practices and needs of the community for intermediary services. The implementation of these contracts provides legal certainty in their implementation in accordance with sharia economic principles.
HADIS TENTANG JUAL BELI DAN RIBA: IMPLEMENTASI PADA SISTEM KREDIT Mhd Rasidin; Arzam Arzam; Zufriani Zufriani; Doli Witro
EL MUDHORIB : Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Syariah Vol. 2 No. 1 (2021)
Publisher : Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Fattahul Muluk Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (502.298 KB) | DOI: 10.53491/elmudhorib.v2i1.84

Abstract

Tulisan ini membahas mengenai jual beli kredit yang berpotensi mengandung riba. Jual beli kredit tersebut ditelaah dari perspektif hadis tentang jual beli dan hadis tentang riba. Tulisan ini bertujuan menyoroti jual beli kredit yang dibolehkan dan tidak dibolehkan yang berangkat dari hadis-hadis tentang jual beli dan riba. Dengan melihat jual beli kredit seperti apa yang dibolehkan dalam Islam, maka diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada khalayak masyarakat yang melakukan transaksi jual beli kredit. Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat pustaka. Bahan-bahan dalam penelitian ini diambil dari bahan pustaka seperti buku dan artikel ilmiah yang diterbitkan di jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas yaitu tentang implementasi hadis-hadis jual beli dan riba pada sistem kredit. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis menunjukkan mendapatkan keuntungan lebih dari harga normal dalam jual beli kredit, merupakan sesuatu hal yang logis, karena pada jual beli kredit ini sejatinya memberikan kemudahan bagi seluruh manusia terkhusus umat Islam ketika sedang membutuhkan sesuatu benda atau barang, namun belum mampu membelinya secara tunai sehingga menempuh jual beli secara kredit sebagai jalan alternatif.