Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman yang masih dihadapi oleh negara-negara di Asia Tenggara. Radikalisme didefinisikan sebagai sebuah pandangan yang ingin melakukan perubahan radikal sesuai dengan ideologi yang diyakininya atau tafsirannya berdasarkan realitas sosial. Radikalisme yang sering kali disandingkan dengan kata agama memunculkan terminologi baru yaitu radikalisme agama. Radikalisme seringkali menjadi titik awal terbentuknya terorisme. Fenomena radikalisme dan terorisme bukan merupakan sesuatu yang muncul dari keyakinan tanpa sebab. Dalam konteks internasional, istilah terorisme telah digunakan dan diperkenalkan oleh Liga Bangsa-Bangsa (LBB), kemudian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Radikalisme dan terorisme menjadi diskursus kritis dan isu global yang diperbincangkan oleh banyak pihak, mulai cendekiawan hingga para pembuat kebijakan (decision makers) di berbagai negara. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) didapati telah mempersepsikan fenomena radikalisme dan terorisme sebagai salah satu ancaman bagi pemeliharaan dan keberlangsungan keamanannya. Di Indonesia, keruntuhan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto telah berimplikasi secara langsung terhadap keterbukaan ruang publik bagi masyarakat sipil seperti organisasi masyarakat (Ormas). Dengan demikian, multitrack diplomacy berupa dialog dan kerja sama antara institusi agama dan masyarakat sipil (civil society) perlu diwujudkan dalam rangka memperkuat langkah dan upaya pemerintah negara-negara ASEAN dalam mencegah dan menanggulangi radikalisme dan terorisme di kawasan Asia Tenggara.