Abstrak Artikel penelitian ini memberikan penjelasan mendalam mengenai makna praktik dāna dalam Buddhisme yang ditinjau berdasarkan teori etika deontologi Immanuel Kant, dengan fokus pada teks Dānamahapphala Sutta (AN 7.52) sebagai sumber dan objek analisis filosofisnya. Diketahui bahwa tindakan etis atau moral dalam etika Kant dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu tindakan yang bersifat imperatif hipotetis dan tindakan yang bersifat imperatif kategoris. Tindakan yang bersifat imperatif hipotetis dalam etika Kant dipandang sebagai tindakan yang tidak memenuhi syarat sebagai tindakan yang baik karena berfokus pada imbalan yang mungkin diterima, sebaliknya tindakan yang bersifat imperatif kategoris dipandang sebagai tindakan yang ideal untuk dikatakan baik karena dilakukan tanpa syarat dan hanya berbasis pada kewajiban semata. Dalam analisis etika Kant tersebut, ditemukan bahwa praktik dāna tidak dapat secara otomatis dikatakan sebagai tindakan yang bersifat imperatif kategoris. Jika praktik dāna tersebut dilakukan atas motivasi untuk mendapatkan imbalan tertentu yang secara kualitas dalam Buddhisme dapat diklasifikasikan sebagai hina dāna dan majjhima dāna maka dalam sudut pandang etika Kant, praktik dāna tersebut dapat dikategorikan sebagai imperatif hipotetis dan bukan merupakan tindakan yang secara deontologis baik. Sedangkan jika praktik tersebut dilakukan tanpa suatu motif apapun dan semata-mata dilakukan karena praktik itu baik seperti yang Buddha jelasakan pada bagian akhir Dānamahapphala Sutta (AN 7.52) dan dapat diklasifikasikan sebagai panita dāna, maka praktik dāna tersebut dapat dikategorikan sebagai imperatif kategoris yang secara deontologis baik. Kata Kunci: Praktik Dāna, Etika Deontologi, Immanuel Kant, Dānamahapphala Sutta. Abstract This research article provides an in-depth explanation of the meaning of dāna practice in Buddhism based on Immanuel Kant's theory of deontological ethics, focusing on the text of Dānamahapphala Sutta (AN 7.52) as the source and object of philosophical analysis. It is known that ethical or moral actions in Kant's ethics are divided into two classifications, namely hypothetical imperative and categorical imperative. Hypothetical imperative in Kant's ethics are seen as actions that do not qualify as good actions because they focus on the rewards that might be received, whereas categorical imperative are seen as ideal actions and to be good because they are done unconditionally and only based on obligation. In Kant's ethical analysis, it is found that the practice of dāna cannot automatically be said to be a categorical imperative action. If the practice of dāna is done for the motivation of getting certain rewards which in Buddhism can be classified as hina dāna and majjhima dāna then in Kant's ethical point of view, the practice of dāna can be categorized as a hypothetical imperative and is not a deontologically good action. On the other hand, if the practice is done without any motive and solely because it is good as the Buddha explained at the end of the Dānamahapphala Sutta (AN 7.52) and can be classified as panita dāna, then the dāna practice can be categorized as a categorical imperative that is deontologically good. Keywords: Dāna Practice, Deontological Ethics, Immanuel Kant, Dānamahapphala Sutta.