Migrasi tidak dapat dihindari lagi pada saat ini dan salah satu wujudnya di Indonesia adalah urbanisasi. Sebagai dampaknya, menumpuknya manusia di kota memberikan ekses sosial dan juga ekologis. Dengan demikian, sebagaimana hasil penelitian dari UMC pada tahun 2022, problem ini menjadi suatu panggilan bagi para tsaddiqim atau orang-orang benar untuk menjadi alat transformasi di ruang publik. Pentingnya untuk melihat proses ini sebagai suatu usaha untuk mencari solusi yang berkelanjutan, pendidikan merupakan salah satu kunci untuk mewujudkannya. Saya mengklaim bahwa falsafah pendidikan kritis yang dibarengi dengan visi misioner ala Gerakan Lausanne dapat menjadi salah satu opsi yang dipilih dalam menjadikan pendidikan, terutama K-12, sebagai salah satu poros penting di dalam pewujudnyataan hal tersebut. Hasil akhir dari tulisan ini adalah tiga visi yang menjadi telaah atas kajian interdisipliner filsafat pendidikan kritis dan juga teologis yakni: visi keberlanjutan, visi holistik, dan juga visi non-elitis. Visi keberlanjutan berarti visi inter-disiplin ini mengajak seluruh partisipan untuk melihat visi sistematik untuk menyelesaikan problem di atas. Lalu, visi holistik juga merupakan suatu ajakan untuk melihat problem kompleksitas kota ini secara integratif. Terakhir, visi non-elitis merupakan suatu ajakan bahwa problem di atas tidak dapat diselesaikan hanya dengan elitisme. Gerakan ini perlu menyasar akar rumput.