Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian penting dalam ranah hukum ekonomi. Sering kali melibatkan tantangan dalam pelaksanaannya, termasuk kemungkinan terjadinya wanprestasi oleh salah satu pihak yang dapat menimbulkan sengketa atau perselisihan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan tinjauan yuridis mengenai pengaturan perjanjian dalam hukum perdata di Indonesia, serta menganalisis alasan dan pertimbangan Majelis Hakim dalam menyatakan bahwa tergugat telah melakukan wanprestasi, sebagaimana diputuskan dalam Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso Nomor: 3/Pdt.G.S/2021/PN Bdw. Dalam penelitian penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Penelitian Conceptual Approach dan Statute Approach. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kredit tidak memiliki pengaturan khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), melainkan termasuk dalam kategori perjanjian tidak bernama. Meskipun demikian, perjanjian kredit tetap tunduk pada ketentuan Buku Ketiga KUHPerdata yang mengatur mengenai perikatan, yang menetapkan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian tersebut. Putusan Pengadilan diharapkan memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam kasus wanprestasi. Oleh karena itu, hakim harus memiliki pemahaman mendalam tentang perkara yang diadili serta peraturan hukum yang berlaku, baik yang tertulis dalam undang-undang maupun yang bersifat tidak tertulis, untuk memastikan putusan yang adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.