Kesenjangan antara ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan kondisi faktual menunjukkan bahwa anak jalanan di Kota Lhokseumawe masih hidup bebas di ruang publik dan kerap mengganggu ketertiban umum, meskipun Satpol PP memiliki kewenangan hukum untuk menanggulanginya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya Satpol PP dalam menangani anak jalanan serta mengidentifikasi faktor penghambat pelaksanaannya. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris melalui wawancara dengan Satpol PP dan Dinas Sosial di Kota Lhokseumawe, dianalisis secara kualitatif melalui tahapan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Satpol PP telah melakukan pendekatan pre-emtif melalui edukasi, preventif melalui patroli, serta persuasif melalui kerja sama dengan Dinas Sosial, namun efektivitasnya masih terkendala minimnya personel, anggaran, koordinasi lintas sektor, dan partisipasi anak serta masyarakat. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada penekanan perlunya strategi kolaboratif berbasis hak anak dalam penanggulangan anak jalanan oleh pemerintah daerah. Kesimpulannya, upaya Satpol PP masih belum optimal akibat keterbatasan struktural dan sosial. Disarankan agar Satpol PP mengembangkan program edukasi hukum berbasis komunitas dan memperkuat koordinasi antarlembaga secara terintegrasi untuk perlindungan anak yang lebih efektif.