Pemahaman tentang hustle culture sebagai istilah yang berkembang dari fenomena workaholism semakin berkembang, namun secara ilmiah belum dibahas secara mendalam. Penelitian ini mengkaji hustle culture sebagai bentuk workaholism dengan metode kuantitatif. Sebanyak 102 responden mengisi kuesioner yang mencakup data demografi dan adaptasi Work Addiction Risk Test (Robinson, 1999) dalam Bahasa Indonesia. ANOVA faktorial menunjukkan adanya perbedaan signifikan berdasarkan posisi Jabatan (p = 0,020) dan interaksi antara Jabatan dan Sistem Kerja (p = 0,024). Tidak ditemukan perbedaan signifikan pada tingkat pendidikan, rata-rata jam kerja mingguan, maupun sistem kerja dan interaksinya. Secara keseluruhan, responden memiliki kecenderungan tingkat hustle culture sedang hingga tinggi. Temuan penelitian mengimplikasikan penyesuaian kebijakan tempat kerja seperti sistem yang fleksibel dan pengelolaan beban kerja yang lebih baik, dapat membantu mempertahankan produktivitas sekaligus mengurangi risiko workaholisme.