Konflik lahan antara masyarakat Desa Koto Garo dan perusahaan perkebunan kelapa sawit melalui skema KKPA telah menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan psikologis yang signifikan, terutama bagi perempuan yang kehilangan akses terhadap lahan dan sumber penghidupan. Situasi konflik yang berlarut menjadikan perempuan tidak hanya sebagai korban, melainkan juga sebagai penggerak utama yang memobilisasi aksi kolektif untuk mempertahankan hak-haknya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis latar belakang kemunculan gerakan sosial perempuan dalam konflik lahan, bentuk-bentuk aksi yang dijalankan, serta strategi yang digunakan dalam menghadapi perusahaan dan pemerintah dengan menggunakan analisis teori deprivasi relatif dan mobilisasi sumber daya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan analisis dokumen, dengan subjek penelitian berjumlah 6 orang yang terdiri dari pengurus koperasi, tokoh perempuan, niniak mamak, dan perangkat desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakadilan dalam pembagian lahan, beban hutang koperasi, serta lemahnya mediasi antar masyarakat dan perusahaan menjadi faktor pendorong munculnya rasa deprivasi yang kemudian memicu perlawanan kolektif. Gerakan perempuan di Koto Garo terwujud melalui aksi protes, rapat koperasi, penjagaan lahan, serta mobilisasi jaringan solidaritas komunitas. Gerakan sosial ini merupakan bentuk resistensi terhadap ketidakadilan struktural sekaligus strategi perempuan mempertahankan keberlangsungan hidup komunitas.