Penelitian ini menganalisis ketimpangan penguasaan lahan dan jerat kemiskinan yang ditimbulkan oleh dominasi industri ekstraktif, khususnya Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit, di Provinsi Riau. Provinsi ini, meskipun memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nasional, memperlihatkan paradoks pembangunan: pertumbuhan ekonomi makro yang tinggi justru beriringan dengan ketimpangan sosial dan ekonomi di tingkat lokal. Melalui pendekatan deskriptif-analitis, penelitian ini menemukan bahwa penguasaan lahan yang masif oleh korporasi telah meminggirkan masyarakat adat dan lokal melalui pengalihan hak kelola lahan secara legal-formal, mengakibatkan kehilangan sumber penghidupan tradisional, ketergantungan ekonomi terhadap perusahaan, serta meningkatnya konflik agraria. Fenomena enklave ekonomi menunjukkan lemahnya keterkaitan antara investasi besar dengan kesejahteraan masyarakat sekitar, sementara mekanisme trickle-down effect tidak berjalan. Hasil kajian ini menegaskan bahwa ketimpangan penguasaan lahan merupakan akar struktural kemiskinan di Riau, yang termanifestasi dalam disparitas spasial antara wilayah kaya sumber daya dan kantong-kantong kemiskinan pedesaan. Rekomendasi penelitian ini mencakup audit menyeluruh izin konsesi, penguatan hak masyarakat adat, reformasi kemitraan yang transformatif, serta penegakan hukum lingkungan yang tegas sebagai langkah menuju keadilan agraria dan keberlanjutan sosial-ekonomi.