Penelitian ini dilatarbelakangi adanya fenomena penurunan yang signifikan pada penjualan batik para pengrajin batik. Diduga karena akses informasi pasar, jangkauan pasar, jejaring kerja, dan akses lokasi yang kurang mendukung perkembangan usaha pengrajin batik. Fenomena lain yang lebih serius adalah warga Kota Semarang yang masih belum banyak yang mengenal produksi batik di Kampung Batik Kota Semarang. Metode yang digunakan yaitu Internal-External (IE) Matrik, Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) Matrik, dan Quantitative Strategic Planning Matrik(QSPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi pengrajin batik di Kampung Batik Kota Semarang berada pada kuadran V (hold and maintain atau pertahankan dan pelihara) dengan nilai koordinat (2,480, 2,735) yang berarti pengrajin batik di Kampung Batik Kota Semarang memiliki kemampuan internal yang sedang dan eksternal yang sedang. Adapun tiga prioritas strategi tertinggi nilainya antara lain memberdayakan paguyuban untuk mensinergikan seluruh elemen yang ada di kampung batik maupun kampung jadul, meningkatkan branding dengan dilandasi adanya rasa memiliki, memberdayakan keberadaan organisasi serta dukungan pemerintah untuk mengorganisir semua pengrajin untuk bergabung dan aktif secara bersama memajukan kampung batik yang dilandasi rasa percaya dan rasa memiliki.
Copyrights © 2018