Pada Perbankan S yariah Indonesia, k eabsahan operasionalisasi produk bai‟ al-murabahah send iri masih menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama. Ada sebagian ulama yang membolehkan jika ba‟i nya al murabahah seperti yang dijelaskan dalam Fatwa MUI, karena merupakan jual-beli. Sebaliknya, sebagian ulama yang lain melarangnya karena menganggapnya sebagai ba‟i murabahahnya adalaha bai‟ al-inah yang haram hukumnya, jual- beli atas barang yang tidak ada pada seseorang (bai‟ al-ma‟dum), atau dianggap sebagai dua jual-beli dalam satu jual-beli (bai‟atani fi bai‟ah), dan bahkan dianggap sebagai hilah untuk mengambil riba. Pada beberapa penelitian juga ada yang mengkritik mengenai Ba‟i Murabahah, diantaranya Abdullah Saeed yang mengkritik produk bai‟ al-murabahah ini. Menurutnya, tidak terdapat perbedaan yang substansial antara mark-up dengan bunga (financing). Jika hukum Islam membolehkan bai‟ al-murabahah, mengapa bunga bank konvensional dilarang. ( Muhsin, 2012 ).Pada Penelitian ini metode penelitiannnya menggunakan deskriftifp analisis, dan kajian teori pustaka. Dengan membandingkan antara Ayat-ayat Alqur‟an. Hadist dan Fatwa MUI. Dengan S ubjek Penelitian pada paktek atau operasionalisasi pada Bank Umum S yariah Di Indonesia di Tahun 2015.Berdasarkan hasil Penelitian , Bai‟ al-murâbahah merupakan transaksijual beli dimana margin keuntungan tela h disepakati di muka antara nasabah (pembeli) dan pihak bank (penjual), kemudian disatukan dengan harga pokok barang menjadi harga baru yang harus dibayar oleh nasabah (pembeli) bila sudah jatuh tempo. Akad bai‟ al- murâbahah di dalam praktik perbankan syari‟ah bukan termasuk bai‟ al-„inah, bai‟ al-ma‟dûm, bai‟atâni fî bai‟ah atau hîlah untuk mengambil riba. Dengan demikian, bai‟ al- murâbahah termasuk jual-beli yang dibolehka n, dengan kata lain, akad bai‟ al- murâbahah hukumnya sah (diperbolehkan).
Copyrights © 2017