Ketentuan mengenai “ujaran kebencian” dalam hukum positif diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 45A ayat (2) Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di mana masih menimbulkan pemahaman yang multi-tafsir atau “kekaburan norma”. Ini bisa dilihat bahwa kenyataan dalam masyarakat terkait kasus-kasus “ujaran kebencian” dengan menggunakan media sosial yang cenderung masih sulit diatasi. Kedua, pengaturan sanksi pidana dalam UU ITE adalah norma yang salah, karena sanksi pidana harus dalam KUHP - ini karena UU ITE adalah hukum administrasi. Hukum Islam yang dipandu oleh al-Qur’an dan al-Hadits juga memberi batasan pada makna ucapan kebencian sebagai tindakan tirani sehingga sanksi ta'dzir berlaku untuknya. Berdasarkan berbagai fakta ini, maka di masa depan UU ITE diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat. Ini agar masyarakat mengetahui “batasan” dalam menggunakan media sosial dan agar masyarakat mengetahui tindakan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Yang juga dibutuhkan adalah pemberian pemahaman dan pemahaman terkait kebencian dan unsur-unsur SARA.
Copyrights © 2018