Al-Akhbar
Vol 7, No 2 (2018)

AKSELERASI ANTARA KEJAHATAN BERDIMENSI SIMULAKRA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

Rakhmat, Muhamad (FAI-UNMA)



Article Info

Publish Date
11 Jan 2019

Abstract

Kejahatan tampil dalam bentuknya yang sempurna dengan teknologi tingkat tinggi, politik tingkat tinggi dan hukum tingkat tinggi. Kejahatan tersebut tampil dalam bentuk simulakra, yaitu simulakra kejatahan (simulacrum of crime). Simulakra kejahatan adalah kejahatan yang diciptakan atau direkayasa oleh para pihak tertentu, yang lewat teknologi pencitraan (imagology) dan teknik narasi (narrative), kejahatan tersebut dipresentasikan lewat media tertentu, sehingga realitas kejahatan dan kebenaran (truth) di baliknya, seakan-akan seperti yang tampil di dalam media tersebut, padahal representasi tersebut adalah hasil dari manipulasi media semata. Kebenaran dan kepalsuan bergulat bersimbiosis membentuk sebuah demarkasi kejahatan. Singkatnya, kejahatan telah direkayasa, sehingga hukum tidak berdaya dan manusia dijadikan tumbal.Realitas simulakra kejahatan memerlukan tanggapan secara yuridis, sosiologis dan filosofis, hingga pada akhirnya ditemukan suatu formulasi aturan hukum yang jelas mengatur tentang kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam simulakra. Kaidah hukum baru (KUHP baru) harus mampu membaca dan mendifinisikan tindakan simulakra dalam delik pidana dan menentukan sanksi bagi tindakan tersebut. Untuk itu perlu dianalisis Faktor-faktor apa yang mendorong manusia melakukan simulakra kejahatan? Bagaimana hukum pidana positif Indonesia mengatur dan mengatasi simulakra kejahatan? Kendala-kendala apa yang muncul dalam upaya pembaharuan hukum pidana kaitannya dengan simulakra kejahatan dan bagaimana upaya untuk mengatasinya?Di dalam analisis ini, penulis mengusung penelitian Sosiologi Hukum Kualitatif. Obyek penelitian ini adalah manusia/masyarakat, lebih khusus lagi aparat/ birokrat kekuasaan negara dengan alat-alatnya. Metode pendekatan mengacu pada metode hukum  fenomenologik yang bersifat induktif.Simulakra kejahatan dilakukan oleh manusia karena berbagai faktor, faktor internal dan eksternal, yaitu ketidakmampuan mengendalikan diri, lingkungan buruk, kekuasaan yang bebas, hukum yang semerawut, media kapitalis dan kecintaan manusia akan uang. Hukum pidana positif Indonesia tidak mengatur simulakra dengan jelas dan tidak berniat mengatur, karena hukum tidak lebih dari kepentingan penguasa. Pembaharuan hukum menjumpai kendala cara berifikir modern, postivistik dan hegemonial, kepentingan ideologi kolonial, antidemokrasi, pertahanan status quo sebagian besar penguasa. Cara untuk mengatasinya adalah harus dilakukan pembaharuan hukum pidana nasional, antara lain dengan peningkatan peran masyarakat secara aktif dan kritis, membangun keberanian dan kemauan hukum dan politik pemerintahan menuju hukum yang sesuai dengan kehendak rakyat, reformasi personal dan institusional hukum. Bersama-sama menggugat cara berpikir menuju keberanian berpikir progresif dan holistik tentang hukum. Membangun visi pendidikan yang mampu melahirkan orang yang memiliki kompetensi, tegas, rasional, pragmatis dan imajinatif (kreatif). Pendidikan hukum harus mampu menjelaskan, menguraikan keterkaitan antara pembangunan hukum, prinsip-prinsip agama-agama dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Kata Sandi; Simulakra Kejahatan, Hukum Pidana Nasional,Pencitraan

Copyrights © 2018