Perekrutan loyalis gubernur tersebut adalah bentuk politisiasi birokrasi yang sering terjadi pasca pemilihan kepala daerah. Politisasi birokrasi terjadi pada praktik pergantian pejabat struktural yang dilakukan, karena kewewenangan gubernur serta mekanisme pergantian pejabat struktural yang tidak sesuai aturan. Sejumlah pelanggaran terhadap regulasi dan kewenangan tersebut terjadi dalam mekanisme yang didesain sedemikian rupa sehingga aturan yang dilanggar justru menjadi legitimasi atas tindakan politisasi birokrasi yang menyebabkan sistem merrit tidak lagi menjadi pedoman dalam pengangkatan, penempatan dan promosi jabatan. Dalam praktik pergantian pejabat struktural di birokrasi pasca pemilihan kepala daerah berbagai tipe politisasi diterapkan seperti tipe politisasi fungsional, formal maupun administrasi untuk melanggengkan kekuasaan gubernur petahana. Mekansime pergantian pejabat struktural yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku berdampak pada kinerja dalam birokrasi diantaranya pelaksanaan tugas di dalam dinas tidak berjalan efektif karena pendistribusian kerja tidak merata dan tidak sesuai tupoksi, atmosfir kerja yang kurang kondusif, pejabat baru cenderung memberikan pekerjaan dan tugas hanya kepada pegawai-pegawai tertentu, sehingga menimbulakan gap di dalam lingkungan kerja, dan sebagian besar pegawai malas ke kantor karena merasa tidak ada yang harus dikerjakan.
Copyrights © 2020