Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena latar belakang tuntutan otonomi khusus dan mengapa fenomena tersebut melatarbelakangi tuntutan otonomi khusus. Peneliti menggunakan alat analisis fenomenologi. Metode fenomenologi berangkat pada pola pikir subjektivisme yang tidak hanya memandang dari suatu gejala yang nampak, akan tetapi berusaha menggali makna di balik gejala itu. Tahapan yang dilakukan adalah (pertama) menentukan latar belakang tuntutan otonomi khusus, (kedua) pemahaman pemaknaan informan, (ketiga) analisis dengan kajian teori. Informan penelitian ini terdiri dari wakil eksekutif, legislative, akademisi dan masyarakat umum yang mengetahui konteks penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan : Pertama, Kekhususan Kalimantan Timur yang menjadi dasar tuntutan otsus adalah : (1) Kalimantan Timur sebagai daerah penghasil sumber daya alam, (2) Rusaknya lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam, (3) Luas wilayah Kalimantan Timur dan kurangnya infrastruktur, (4) Kalimantan Timur sebagai daerah perbatasan dengan Negara tetangga, (5) Kaltim sebagai pintu gerbang Kalimantan dan perubahan konsep pembangunan Indonesia baru. Kedua, Perbedaan Aceh dengan Kalimantan Timur terlihat pada lima kekhususan hak keuangan, sedangkan perbedaan Papua dengan Kalimantan Timur terlihat empat kekhususan. Ketiga, Tuntutan otonomi khusus lebih tepat jika diatas namakan oleh rakyat kaltim diluar pemerintah provinsi, keterwakilan lembaga swadaya masyarakat, keterwakilan profesi, akademisi, bupati dan walikota, legislative kota dan kabupaten, pemerintahan desa pemerintah kabupaten dan kota. Keempat Harapan masyarakat kepada pemerintah dapat disimpulkan (1) Tuntutan otonomi khusus disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, (2) Otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001 telah memberikan dampak yang lebih baik terutama berkaitan dengan pelayanan dibidang kesehatan dan pendidikan walaupun masih pada batasan yang standar, (3) Masyarakat berharap tuntutan otonomi khusus dapat dengan segera membangun infrastruktur yang saat ini belum terselesaikan, (4) Masyarakat berharap koordinasi antara SKPD dan antar pemerintah daerah kabupaten dan kota dengan pemerintah provinsi, (5) Belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah harus lebih memperhatikan skala prioritas. Keyword : Otonomi Khusus, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Asymmetrical Fiscal Decentralization
Copyrights © 2016