Pilkada DKI Jakarta turut mempengaruhi kontestasi Pilpres 2019. Politik identitas diduga menjadi salah satu indikator Bakal Cawapres Inkumben Jokowi memilih KH Ma’ruf Amin sebagai bakal cawapres. Dalam banyak kesempatan, Presiden Jokowi mengakui bahwa salah satu persoalan bangsa Indonesia saat ini adalah “politik identitas.” Kekhawatiran Jokowi terhadap serangan isu-isu yang dituduhkan kepadanya, seperti yang terjadi pada Pilpres 2014 lalu, di mana ia dituduh sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali terulang pada pilpres 2019 dengan tuduhan: antek asing dan aseng, PKI, dan benci Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yakni suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moelong, 2005: 4). Penelitian ini mengedepankan teori lensa atau teori perspektif. Dimana teori ini membantu peneliti untuk membuat berbagai pertanyaan penelitian, memandu bagaimana mengumpulkan data dan analisis data (Sugiyono, 2012: 295). Metode ini digunakan, karena data yang dibutuhkan berupa sebaran informasi yang tidak perlu dikuantifikasikan. Jika mengacu pada judul penelitian yang dibahas, maka penelitian ini menggunakan studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau masyarakat mengenai gejala-gejala tertentu (Arikunto, 2002: 14). Politik identitas khusunya yang berbasis sentimen agama mulai memanas saat Pilkada DKI Jakarta. Sentimen agama menyeruak saat itu. Indikator terpilihnya KH Ma’ruf Amin sebagai bakal calon wakil presiden bakal calon presiden inkumben Joko Widodo akibat menguatnya politik identitas (bernuansa agama) atas situasi politik di Indonesia.Kata Kunci: Politik Identitas, Joko Widodo, KH Ma’ruf Amin, Pilpres 2019.
Copyrights © 2019