Kebutuhan kobalt dunia meningkat secara signifikan dan diproyeksikan tahun 2030 akan mencapai 430 ribu ton seiring dengan peningkatan permintaan industri mobil listrik dan penerbangan.  Saat ini, lebih dari 60% kebutuhan kobalt berasal dari tambang tembaga-kobalt di Afrika Tengah. Indonesia menyimpan sumberdaya kobalt dalam cebakan nikel-kobalt laterit berpotensi menjadi salah satu pemasok di masa depan jika tersedia fasilitas pengolahan bijih kobalt. Cebakan nikel-kobalt laterit merupakan produk pelapukan batuan ultrabasa dari kompleks ofiolit yang tersebar di Indonesia bagian timur. Pelapukan kimia batuan ultrabasa menghasilkan perlapisan profil laterit yang terdiri dari batuan dasar, saprolit, dan limonit. Ketebalan lapisan saprolit dan limonit dipengaruhi laju pengangkatan tektonik dan ketinggian muka air tanah, dimana seiring waktu pelapukan, laju pengangkatan tektonik rendah dan muka air tanah relatif tinggi akan menghasilkan lapisan saprolit yang relatif tebal. Berdasarkan evaluasi di Sulawesi, Halmahera, dan Papua Barat, konsentrasi tertinggi kobalt berada pada bagian bawah lapisan limonit antara 0,1-0,3%. Keberadaan kobalt pada zona ini berasosiasi dengan mineral-mineral Mn-oksida dengan jumlah sumberdaya keseluruhan mencapai 2,9 miliar ton. Hingga saat ini fasilitas pengolahan kobalt belum tersedia dan sebagian besar hanya mengekstraksi bijih nikel dari lapisan saprolite. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi untuk menyelamatkan bijih kobalt demi keberlangsungan industri pertambangan dan turunannya di masa depan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2021