Keluarnya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989, menegaskan secara eksplisit bahwa masalah ekonomi syariah telah menjadi kompetensi absolut peradilan agama. Oleh sebab itu, kewajiban Hakim adalah menggali hukum terhadap hukum yang tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai orang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarkat, Bangsa dan Negara. Pokok pembahasan ini adalah sengketa ekonomi syariah, pada usaha koperasi syariah BMT dalam bentuk “Simpanan Penjamin Kebutuhan Keluarga (Si Penjaga)” dengan akad mudharobah mutlaqah (pembiayaan untuk jenis usaha yang tidak ditentukan). Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan normatif. Hasil dari penelitian, bahwa dalam kasus penyelesaian sengketa, Hakim Pengadilan Tinggi Agama berbeda dengan Hakim Pengadilan Agama Tingkat Pertama dalam mamahami Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2008. Yang menjadi pedoman Hakim Pengadilan Tinggi Agama adalah fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) NO: 07/DSN-MUI/IV/2000.Kata Kunci: Penafsiran, Hakim, dan Sengketa Ekonomi Syariah.
Copyrights © 2021