Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi franchisor dalam hal penggunaan merek tanpa hak setelah berakhirnya perjanjian waralaba antara Oktavia Cokrodiharjo sebagai mantan franchisee melawan PT. K-24 Indonesia sebagai pemilik merek K-24 Indonesia, serta mengetahui pertimbangan Majelis Hakim berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 4/Pid.Sus/2015/ PN Bla apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.Pendekatan penelitian yang digunakan masuk ke dalam kategori yuridis normatif dengan menganalisis putusan dan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di bidang Hukum Merek, literatur pendapat para ahli dan putusan hakim. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlindungan hukum bagi franchisor dalam hal penggunaan merek tanpa hak setelah berakhirnya perjanjian waralaba diatur dalam Pasal 90 dan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dimana dalam Pasal 90 dijelaskan bahwa apabila ada pihak lain yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhan dengan merek terdaftar milik pihak lain akan mendapatkan sanksi pemidanaan maksimal pidana penjara 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian dalam Pasal 91 dijelaskan bahwa apabila ada pihak lain yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain akan mendapatkan sanksi pemidanaan maksimal pidana penjara 4 tahun dan/atau denda maksimal 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah). Pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Nomor 4/Pid.Sus/2015/ PN Bla, perbuatan yang dilakukan Oktavia Cokrodiharjo yang masih menggunakan aksessoris/atribut yang berhubungan dengan merek K-24 Indonesia setelah perjanjian waralaba berakhir telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Copyrights © 2021