Abstrak  Masalah utama yang timbul akibat kegiatan penambangan batugamping di Citeureup adalah hilangnya vegetasi dan tanah penutup serta terjadinya perubahan morfologi dan  topografi, yang diikuti dengan perubahan karakteristik tanah maupun batuan. Terpotongnya bukit akibat penambangan telah menyisakan batugamping yang relatif masif dan minimal rekahan, sehingga menghambat aliran air ke dalam tanah, yang berlanjut terhadap perubahan sistem hidrologi. Kondisi tanah pada sebagian lahan revegetasi pascatambang di penambangan Citeureup ditandai dengan kecilnya kemampuan resapan air. Terjadinya pemadatan dalam penimbunan tanah pucuk pada reklamasi lahan pascatambang dan tertutupnya rekahan (porositas sekunder) batugamping pada lantai tambang menyebabkan terhambatnya laju infiltrasi. Untuk memperbaiki kondisi hidrologi pascatambang, diperlukan upaya mempertahankan porositas sekunder pada lantai tambang dengan membuat rekahan buatan (artificial crack), menghindari pemadatan pada penimbunan kembali tanah pucuk (back filling), serta revegetasi tanaman dengan perakaran yang mampu memecah batugamping. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan infiltrasi pada tanah timbun, mempercepat kembali proses pelarutan, ditambah pelebaran rekahan oleh akar tanaman, sehingga akan memperbesar porositas batugamping. Upaya ini diharapkan berdampak terhadap mening-katnya kapasitas simpan batugamping sebagai reservoir airtanah, seperti kondisi sebelum ditambang.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2013