Mengacu pada 28 ayat (1) huruf D Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun1945, setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum. Demikian jugakorban tindak pidana. Pada tahun 1976, pembicaraan tentang korban tindak pidanamulai mendapat perhatian. Indonesia telah memiliki Undang-Undang perlindungansaksi dan korban. Sungguhpun demikian, dalam praktik peradilan pidana, korbantindak pidana tidak pernah disentuh dan tersentuh. Kondisi ini menunjukkan adanyadiskrimiansi bagi korban. Dengan dituntutnya pelaku, seolah-olah korban telahdilndungi. Kenyataanya, tidak demikian. Jaksa lebih condong mewakili negara danbukan mewakili korban. Kedudukan korban tindak pidana dalam proses peradilanhanya berkedudukan sebagai saksi (saksi korban), yaitu seseorang yang mengalamisendiri tindak pidana. Kedudukan korban sebagai saksi korban, tidak lebih baikdibandingkan dengan tersangka atau terdakwa. Tersangka akan mengatakan apa yangtidak dilakukan atau tidak mengakui apa yang dilakukan, tidak membawa konsekuensiapapun. Berlainan dengan saksikorban. Saksi korban harus mengatakan apa yang iaalami dan apabila mengatakan yang sebaliknya, maka konsekuensinya dapatdikatagorikan sebagai tindak pidana.
Copyrights © 2018