Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum menetapkan Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR RI, DPRD Provisi dan DPRD Kabupaten atau Kota. Salah satu poin di dalam PKPU tersebut mengatur mengenai pelarangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislatif. Hal ini menjadi perdebatan diberbagai kalangan. Namun jika kita kaji dalam fiqh siyasah perihal aturan mantan narapidana korupsi sangat bertentangan dengan syarat ahl halli wal-aqdi baik masalah syarat adil ataupun juga dengan sikap kebijaksanaan, serta sudah bertentangan dengan fungsi atau wewenang ahl halli wal-aqdi. Oleh karena itu, maka pencabutan hak memilih dan dipilih (partisipasi dalam Pemilu) merupakan implementasi penerapan pidana yang bersifat extra ordinary enforcement. Penggolongan hukum bolehnya mantan koruptor menjadi caleg jika ditinjau dari tingkat kebutuhannya adalah al-Hajiyat akan tetapi berdasarkan cakupannya bersifat kepentingan khusus (al-Maslahah al-Khossoh) yakni berorentasi pada kemaslahatan para koruptor yang direnggut hak politiknya, sementara yang perlu digarisbawahi adalah hak masyarakat luas yang direnggut hak social dan hak ekonominya sehingga semakin menjauhkan mereka dari keadilan dan kesejahteraan sebagaimana yang menjadi inti pokok dari tujuan hukum itu sendiri
Copyrights © 2022