Anak adalah amanah sekaligus karunia Allah SWT, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang termuat dalam UUD 1945 dan Konveksi PBB tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidupnya yang layak, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan lainya. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 81 yang berkaitan dengan tindak kekerasan seksual terhadap anak, tidak merumuskan dengan tegas apa yang diperkirakan menjadi akibat dari kekerasan yang dialami korban, yang juga berkaitan dengan tiadanya pemberat hukuman atau sanksi terhadap kondisi atau akibat-akibat tertentu dari kekerasan seksual terhadap anak. Identifikasi penelitian ini adalah penelitian hukum normative yaitu penelitian terhadap masalah dengan melihat dari segi peraturan-peraturan yang berlaku yang bertujuan mencari azas-azas hukum dan filsafat hukum positif serta usaha penemuan hukum yang berkembang dalam masyarakat, agar dapat memberikan perlindungan terhadap anak korban kesusilaan, Perlunya perlindungan terhadap korban tindak pidana kesusilaan tidak lepas dari akibat yang dialami korban setelah perkosaan yang dialaminya. Korban tidak saja mengalami penderitaan secara fisik tetapi juga penderitaan secara pisikis yang dirasakan seumur hidupnya. Putusan sangat jelas korban tidak terlindungi karena uang denda yang diputuskan untuk dibayar oleh pelaku pemerkosaan bukan untuk pihak korban, apabila pelaku membayar uang denda, maka uang denda tersebut masuk kekas negara, sebagai Pendapatan Negara bukan pajak untuk digunakan sebagai APBN, akan tetapi yang lebih banyak adalah tidak membayar denda tersebut karena denda tersebut masih dapat diganti dengan hukuman yang lebihringan dari pada membayar denda.
Copyrights © 2019