Adanya rasa ketidakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang kurang humanis dalam upaya penyelesaian perkara yang ada saat ini mendorong untuk dioptimalisasikan dan digencarkan lagi model pendekatan keadilan restorative justice. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana legal standing penerapan keadilan restorative justice pada setiap tahap baik proses penyidikan dan atau proses penuntutan dan melihat dari aspek hak asasi manusia sebagai sub pembahasan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan statute approach menggunakan peraturan hukum berupa data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang disesuaikan dengan pokok pembahasan. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa adanya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menunjukan keseriusan bagi penegak hukum tersebut untuk mewujudkan peradilan yang humanis. Adanya payung hukum tersebut memungkinkan bagi penegak hukum untuk menghentikan proses penangan tindak pidana dan mendorong proses pemulihan korban serta mendorong para pelaku untuk mengambil tanggung jawab sehingga keadilan kembali seperti saat sebelum terjadinya tindak kejahatan, namun tetap berpegang teguh dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia agar tidak ada pihak yang merasa dilanggar hak-haknya terutama paska terjadinya suatu tindak pidana. Maka dengan adanya payung hukum tersebut sudah semestinya penegak hukum selalu mengedepankan dan menjadi solusi pertama kali yang ditawarkan kepada para pihak khususnya tindak pidana yang dimungkinkan untuk melalui restorative justice serta dibuatkan sebuah aturan yang lebih sustainable tentunya dengan tetap mempertahankan konsep keadilan restorative justice.
Copyrights © 2022