Konflik antar suku, agama, dan golongan serta tindakan kekerasan di Indonesia bukanlah hal baru. Berdasarkan kajian terhadap hasil-hasil penelitian maupun pemikiran para ahli dapat disimpulkan bahwa konflik-konflik tersebut berakar dari keinginan setiap kelompok untuk menunjukkan eksistensinya. Solidaritas, harmoni, dan toleransi tumbuh subur di dalam kelompok (in-group), tetapi tidak terhadap orang-orang di luar kelompoknya (out-group). Keragaman kelompok secara menyeluruh potensial menciptakan konflik, intoleransi, dan disharmoni. Identifikasi berlebihan terhadap sebuah entitas yang unik seperti kesukuan, kepartaian, ataupun keagamaan merupakan hambatan besar menuju pada identitas Indonesia yang baru. Upaya penyeragaman pada zaman Orde Baru dengan kekuasaan absolutnya di satu sisi memang meredam konflik tetapi di sisi lain, mematikan pluralisme. Menggunakan kerangka berpikir Arrow dan Sundberg (2004) tentang Identitas Internasional, penulis berpendapat tidaklah cukup mengembangkan Identitas Nasional. Perlu pengembangan identitas yang lebih luas, yaitu Identitas Global atau Global-Human Identity atau World-Mindedness. Identitas global merupakan identifikasi terhadap semua orang di dunia melampaui batas-batas kesukuan, keagamaan, kebangsaan, kenegaraan, atau ikatan personal. Dengan demikian tidak ada lagi batas antara in group dan out group. Secara esensial setiap orang akan dipersatukan dengan orang lain sebagai manusia (as a human being) dan oleh perasaan kemanusiaannya (in his/her humanity). Sehingga setiap orang akan mengembangkan sikap hormat dan toleransi yang luas. Perbedaan akan dihayati sebagai kebenaran paradoks. Dengan demikian Bhinneka Tunggal Ika bukanlah sekadar semboyan penghias Bangsa.Kata kunci: konflik, identitas nasional, identitas internasional, identitas global, in group, out group.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2008