Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan bahwasanya meskipun minat masyarakat terhadap acara tablig akbar atau pengajian sangat tinggi, tetapi pada dasarnya mereka meniatkan dalam acara tersebut bukan mencari ilmu, tapi mencari pahala tanpa memperdulikan siapa tokoh atau ustadz yang menjadi pembicara pada acara tersebut. Ada ustadz yang mengajarkan sebuah kebaikan dan ada juga yang menyebarkan sebuah kebatilan karena, awamnya jama’ah yang datang, sebuah kebatilan tadi menjadi sebuah pedoman yang merusak aqidah seorang muslim. Terutama pada zaman ini banyak sekali ulama yang bermunculan baik dari kalangan muda atau pun dari kalangan tua. Mereka menyebarkan syiar agama Islam baik tentang syariat seperti sholat, zakat dan puasa. Mereka berceramah di masjid-masjid dengan jama’ah yang banyak serta dari ceramah tersebut di upload ke media social sehingga seluruh rakyat Indonesia mengetahui siapa yang berceramah dan apa isi ceramhanya. Banyak yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an di selah ceramah ke masyarakat, ada yang merujuk kepada Ulama ada juga yang menafsirkan ayat dengan pandangannya sendiri seperti Gus Nur. Gus Nur dalam surah al-fatir ayat 28 menggambarkan sosok Ulama bukan hanya manusia melainkan hewan juga bisa disebut ulama jika dia takut kepada Allah SWT. Apakah orang awam atau gila bisa disebut ulama asalkan dia takut kepada Allah? Benarkah pemikiran Gus Nur itu mengenai makna ulama tersebut? Dalam tulisan ini akan membahas fenomena Imamah Mudilin ini dalam sudut filsafat tentang kebenaran pemikiran dan perkataan Gus Nur.
Copyrights © 2022