Belis dalam istilah didesa nanga mbaur disebut sebagai prongkosan perkawinan yakni, salah satu tradisi dengan bertujuan untuk melaksanakan perkawinan yang sah, dalam hal ini belis juga sebagai tuntutan adat yang telah menjadi budaya turun temurun serta bagian kehormatan tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat wabil kusus di desa nanga mbaur, Dalam praktik keseharian didesa nanga mbaur besarnya jumlah belis atau perongkosan perkawinan merupakan salah satu masalah yang mendapat reaksi berbagai kalagan serta kendala bagi masyarakat didesa nanga mbaur dalam melaksanakan perkawinan, dalam hukum Islam jumlah belis bukanlah sesuatu hal yang mutlak yang harus dipenuhi dalam perkawinan, lalu bagaimana dengan penetapan jumlah belis dalam perkawinan di desa nanga mbaur prespektif maslahah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan mengumpulkan data-data yang bersifat konseptual dan dianalisis dengan metode miles dan huberman. Tulisan ini mendeskripsikan tentang penetapan jumlah belis dalam perkawinan yang selama ini terjadi karena kurangnya pemahaman tentang konsep pernikahan dalam islam, serta penetapan jumlah belis dalam perkawinan terlalu besar dan memberatkan bagi pria laki-laki, hasilnya adalah banyak kalangan masyarakat menunda pernikahan Karen alasan biaya pernikahan terlalu besar, sangat tidak dianjurkan karena akan menjerumus kepada hal yang mengarah pada kemaksiatan, sedangkan memudahkan pernikahan dengan tidak memberatkan adalah perbuatan yang mulia.
Copyrights © 2022