Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
Vol 56, No 2 (2022)

Rethinking the Minimum Age of Marriage Law in Indonesia: Insights from Muḥammad ‘Ābid al-Jābirī’s Epistemology

Ahmad Ropei (STAI MIFTAHUL HUDA SUBANG)
Adudin Alijaya (STAI Miftahul Huda Subang, Indonesia)
Muhammad Zaki Akhbar Hasan (STAI Miftahul Huda Subang, Indonesia)
Fakhry Fadhil (STISNU Tangerang, Indonesia)



Article Info

Publish Date
05 Dec 2022

Abstract

Abstract: This article analyzes the renewal of Indonesia’s minimum age of marriage law. Previously, the legal age for men was 19 years, and for women was 16 years. However, Law No. 16 of 2019 amended the law, setting the minimum age of marriage at 19 years for both genders. Notably, this increase for women contradicts certain fiqh texts and is the highest age limit among several Muslim countries. This study employs Muḥammad ‘Ābid al-Jābirī’s bayānī (indication/explication) and burhānī (demonstration/proof) epistemology to examine the subject. This article identifies the ideal age range for marriage as 19 to 25 years, when individuals reach balig (maturity) and rusydan (legal capacity), demonstrating readiness and mental maturity for marital life. The renewal of Indonesia’s marriage age limit aligns with Muḥammad ‘Ābid al-Jābirī’s epistemology, which integrates naṣ (Al-Qur’an and hadīth) with rational reasoning and empirical evidence.Abstrak: Artikel ini menganalisis pembaruan ketentuan batas usia perkawinan di Indonesia. Sebelumnya, batasan usia perkawinan bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Setelah diubah melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2019, ketentuan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan adalah sama, yaitu 19 tahun. Peningkatan batas usia perkawinan bagi perempuan di Indonesia ini menarik untuk dikaji dan dianalisis, karena bertentangan dengan sejumlah teks fikih dan sekaligus paling tinggi di antara beberapa negara muslim lainnya. Artikel ini merupakan hasil penelitian kepustakaan yang dianalisis menggunakan epistemologi bayānī dan burhānī Muḥammad ‘Ābid al-Jābirī. Artikel ini menemukan bahwa kriteria ideal batas minimal usia perkawinan berada pada rentang usia 19 sampai dengan 25 tahun. Pada rentang usia tersebut, pasangan calon pengantin telah memasuki masa baligh dan sekaligus cakap hukum (rusydan) sehingga mereka telah memiliki kesiapan dan kematangan mental untuk melangsungkan perkawinan dan menjalani kehidupan rumah tangga. Pembaruan batas usia perkawinan di Indonesia tersebut sesuai dengan epistemologi bayānī dan burhānī Muḥammad ‘Ābid al-Jābirī karena ketentuan tersebut tetap mengacu pada naṣ (Al-Qur’an dan hadis) yang dilengkapi dengan penalaran rasional dan bukti-bukti empiris.Keywords: Minimum age of marriage; bayānī; burhānī; marriage law; Muḥammad ‘Ābid al-Jābirī

Copyrights © 2022






Journal Info

Abbrev

AS

Publisher

Subject

Religion Law, Crime, Criminology & Criminal Justice

Description

2nd Floor Room 205 Faculty of Sharia and Law, State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga, Marsda Adisucipto St., Yogyakarta ...